Arief Wahyudi, 030510264 MH
(2007)
PENAGIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN SURAT PAKSA.
Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Sebelum melakukan tindakan penagihan pajak, fiskus harus memiliki data tentang pembayaran pajak (dan juga tunggakan pajak) yang dilakukan oleh Wajib Pajak Untuk itu fiskus melakukan pemantauan pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak melalui bank, Kantor Pos, atau tempat lain yang ditunjuk untuk menerima pembayaran pajak. Kegiatan ini akan memungkinkan fiskus mengetahui Wajib Pajak mana saja yang telah membayar pajak dan juga Wajib Pajak yang belum melunasi kewajibannya, untuk selanjutnya terhadap Wajib Pajak tersebut dapat dilakukan tindakan penagihan pajak berdasarkan Pasal 18 (1) Undang-undang No. 16 Tahun 2000 selanjutnya disebut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dengan demikian maka fiskus akan dapat mengetahui apakah Wajib Pajak telah melaksanakan kewajiban pembayaran pajak atau tidak melaksanakan kewajibannya. Hal ini penting untuk melakukan tindakan penagihan aktif, seandainya ternyata Wajib Pajak tidak membayar pajak sebagaimana mestinya sampai dengan jatuh tempo pembayaran pajak yang telah ditentukan.
Penagihan pajak yang bersifat aktif (sering disebut sebagai tindakan penagihan aktif) merupakan tindakan berikutnya yang dilakukan oleh fiskus berdasarkan pantauan terhadap kepatuhan Wajib Pajak melunasi hutang pajaknya. Dengan mendasarkan pada data Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran pajak maka fiskus dapat melakukan tindakan penagihan aktif dengan maksud agar Wajib Pajak dimaksud segera melunasi utang pajaknya.
Tindakan penagihan aktif dilakukan dengan cara fiskus menagih pajak yang masih terutang kepada Wajib Pajak dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak yang menyatakan bahwa pajak yang telah dibayar kurang dari yang seharusnya, Surat Teguran, dan Surat Tagihan Pajak. Surat Paksa merupakan surat perintah kepada Wajib Pajak untuk membayar utang pajaknya dan biaya penagihan pajak. Tindakan penagihan PBB dengan Surat Paksa dilakukan oleh fiskus sebagai upaya untuk memaksa Wajib Pajak untuk membayar utang pajaknya. Hal ini merupakan perwujudan dari alat paksa yang dimiliki oleh Negara dan yang diatur dalam hukum pajak, Pasal 13 Undang-¬undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan jo.Undang - undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Dalam hal jumlah tagihan pajak tersebut tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo penundaan pembayaran Wajib Pajak tidak memenuhi angsuran pembayaran pajak, maka penagihan pajak yang tidak atau kurang bayar tersebut dilakukan dengan Surat Paksa. Dengan demikian akan diterbitkan Surat Paksa apabila Wajib Pajak belum atau tidak melunasi dan tidak ada itikat baik maka akan dilanjutkan dengan diterbitkannya surat perintah penyitaan sampai dengan kemudian diadakannya pelaksanaan lelang.
Atas ketetapan pajak ini, timbul kewajiban dari Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran dalam batas waktu yang ditentukan. Sepanjang ketetapan pajak tersebut dapat dibayar dan atau aset Wajib Pajak masih cukup untuk menutupinya, maka persoalan hukumnya tidaklah kompleks dalam artian Wajib Pajak tidak sampai di jadikan sandera untuk menjalani sanksi di dalam suatu Rumah Tahanan Negara (RUTAN).
Actions (login required)
![View Item View Item](/style/images/action_view.png) |
View Item |