ZERINA, 030410472N (2006) Konsep kedewasaan berkenaan dengan keabsahan akta ppat. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2007-zerina-4108-tmk100-k.pdf Download (306kB) |
||
|
Text (FULLTEXT)
34174.pdf Download (1MB) | Preview |
Abstract
Konsep kedewasaan diatur dalam beberapa aturan hukum yang berlaku di Indonesia memberlakukan batas usia yang berbeda sehingga menimbulkan kontroversi, antara lain undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris, Burgerlijk Wetboek (BW), undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, hukum adat, undang-undang nomor 9 tahun 1999 tentang kesejahteraan anak, undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, bahkan dalam hukum pidana. Problematika muncul manakala undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris menetapkan usia 18 tahun sebagai batasan minimal usia penghadap (dewasa) dan akta PPAT yang mengikuti burgerlijk wetboek menetapkan batasan usia dewasa 21 tahun. Dalam hal ini Indonesia yang menganut asas keselarasan dan asas lex posteriori derogat legi priori {undang-undang yang berlaku belakangan (baru)membatalkan yang berlaku terdahulu mengenai hal yang sama}, namun pada kenyataannya penghadap yang belum memenuhi syarat dewasa menurut BW yaitu 21 tahun tidak bisa menjadi penghadap atau pihak dalam akta PPAT meskipun is telah dewasa menurut undang-undang jabatan notaris (18 tahun), jadi sudah sepatutnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam akta PPAT menerapkan batas usia dewasa atau telah/pemah menikah dengan mengacu pada undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris. Kedewasaan para pihak dalam suatu perjanjian merupakan salah satu faktor penentu untuk membuat perjanjian yang sah. Apabila tidak dipenuhi akan mengakibatkan perjanjian yang dibuat menjadi tidak sah dan dapat dibatalkan. Walaupun tidak secara tegas ditetapkan dalam undang-undang dan hanya bersifat implisit Baja, kesempatan untuk melakukan pembatalan atas perjanjian demikian hanya diberikan kepada pihak yang belum dewasa, kondisi yang demikian mengakibatkan pihak lainnya berada dalam situasi yang tidak pasti. Ketidak pastian disini adalah dalam hal pemanfaatan hak yang diberikan oleh undang-undang tersebut, apakah pihak yang belum dewasa akan memanfaatkan hak tersebut ataukah tidak? Tentunya akan sangat tidak menguntungkan bagi pihak lawan jika perjanjian yang telah dibentuknya ternyata telah dimintakan pembatalannya hanya karena pihak lainnya dikategorikan sebagai pihak yang belum dewasa. Kondisi demikian terasa sangat mengganggu aktifitas pembentukan perjanjian, hal yang seringkali terjadi dalam praktek, bahwa pembentukan perjanjian dilakukan tanpa memperhatikan atau mengindahkan mengenai kedewasaan subyek pembuat perjanjian. Walaupun diketahui adanya kemungkinan pembatalan, namun perkembangan yang terjadi sehubungan dengan munculnya berbagai bentuk perjanjian dalam praktek adalah terbentuknya perjanjian yang menuntut pelaksanaan secara langsung dan cepat. Sehingga bila masih hams dilakukan penelitian mengenai kedewasaan pihak lawan, selain akan menguras waktu, tenaga, dan biaya, tuntutan pelaksanaan perjanjian yang langsung serta cepat, akan sulit terpenuhi. Namun, disatu sisi kondisi demikian akan membawa akibat yang dapat merugikan pihak yang cakap tersebut.
Item Type: | Thesis (Thesis) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK-2 TMK.10/07 Zer k | ||||||
Uncontrolled Keywords: | NOTARIES; LAND USE | ||||||
Subjects: | H Social Sciences > HD Industries. Land use. Labor > HD101-1395.5 Land use Land tenure | ||||||
Divisions: | 03. Fakultas Hukum > Magister Kenotariatan | ||||||
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Depositing User: | Nn Shela Erlangga Putri | ||||||
Date Deposited: | 2016 | ||||||
Last Modified: | 12 Jun 2017 21:09 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/34174 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |