PAJAK YANG TERUTANG ATAS OBYEK PAJAK YANG BERKAITAN DENGAN AKTA PPAT

Erna Widiya Astutik, 030510585 (2007) PAJAK YANG TERUTANG ATAS OBYEK PAJAK YANG BERKAITAN DENGAN AKTA PPAT. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2008-astutikern-7390-tmk480-k.pdf

Download (385kB) | Preview
[img] Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s2-2008-astutikern-7355-tmk480-p-ilovepdf-compressed.pdf
Restricted to Registered users only

Download (1MB) | Request a copy
Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai saat pajak terutang atas obyek pajak yang berkaitan dengan akta PPAT, yaitu : 1. Atas tanah dan bangunan dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan. 2. Atas perolehan hak atas tanah dan bangunan dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 3. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan atas Pengalihan Tanah dan Bangunan. 4. Atas Akta yang dibuat PPAT dikenakan Bea Meterai. Saat yang menentukan pajak terutang Pajak Bumi dan Bangunan adalah menurut keadaan obyek pajak pada tanggal 1 Januari. Sedangkan saat terutang Pajak atas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan atas Pengalihan Tanah dan Bangunan, dan Bea Meterai adalah saat penandatanganan akta. Apabila pajak yang terutang dibayar setelah penandatanganan akta PPAT, maka perbuatan atau peristiwa hukum tidak bisa terjadi. Hal tersebut disebabkan penandatanganan akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan hanya dapat dilakukan oleh PPAT apabila Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Dalam pengenaan dan cara menghitung pajak yang terutang serta penyimpangannya atas obyek pajak yang berkaitan dengan akta PPAT terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. Dasar pengenaan Pajak Bumi Dan Bangunan didasarkan pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), sedangkan dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan setinggi-tingginya Rp. 12.000.000,-untuk setiap wajib pajak. 2. Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan didasarkan pada Nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP). Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan secara regional paling banyak Rp. 60.000.000,-, kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/ isteri, NPOPTKP ditetapkan secara regional paling banyak Rp. 300.000.000,-. 3. Besarnya nilai pengalihan hak sebagai dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan atas Pengalihan Tanah dan Bangunan adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan NJOP tanah dan atau bangunan yang bersangkutan. 4. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkapannya dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 6000,-. 5. Terdapat beberapa penyimpangan mengenai besarnya pajak yang terutang, yaitu besarnya NJOP dibuat lebih rendah bahkan jauh lebih rendah dari harga pasar wajar dan wajib pajak cenderung menurunkan harga transaksi yang ditulis pada akta menjadi sama dengan NJOP atau bahkan lebih rendah daripada NJOP. 6. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung yang disampaikan oleh wajib pajak maka Direktur Jenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagai dasar penagihan. Apabila tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa. Penyimpangan atau pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan Wajib Pajak, sepanjang menyangkut pelanggaran ketentuan administrasi perpajakan dikenakan sanksi administrasi, sedangkan yang menyangkut tindak pidana dibidang perpajakan dikenakan sanksi pidana. Kesalahan atau penyimpangan mengenai saat Pajak yang terutang dalam hubungannya dengan pembayaran atau penyetoran pajak harus segera ditinjau lagi oleh pembuat Undang-undang, agar tidak menjadi kesalahan yang melembaga. Setidaknya Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan suatu keputusan, bahwa orang/badan hukum ketika membayar Pajak Penghasilan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan Bea Meterai, wajib telah atau terlebih dahulu membuat dan membawa akta PPAT yang sempurna atau lengkap sebagai bukti telah terjadi perolehan hak. Peran NJOP bumi dan/atau bangunan di masyarakat dewasa ini sangat penting, dimana NJOP selain menjadi dasar Pajak Bumi dan Bangunan juga dijadikan dasar perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan Pajak Penghasilan atas Pengalihan Tanah dan Bangunan akibat adanya aktivitas pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan, jika nilai transaksi/ nilai pasar secara formal (yang dicatatkan dalam akta PPAT) lebih rendah daripada NJOP. Oleh karena itu idealnya NJOP dibuat sesuai dengan harga pasar atau setidaknya sedikit lebih rendah dari harga pasar wajar.

Item Type: Thesis (Thesis)
Additional Information: KKB KK-2 TMK 48/08 Ast p
Uncontrolled Keywords: Pajak yang terutang; Akta PPAT
Subjects: H Social Sciences > HJ Public Finance > HJ9-9940 Public finance > HJ2240-5908 Revenue. Taxation. Internal revenue > HJ2321-2323 Tax incidence. Tax shifting. Tax equity
Divisions: 09. Sekolah Pasca Sarjana
Creators:
CreatorsNIM
Erna Widiya Astutik, 030510585UNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorSri Handajani, SH.,M.Hum.UNSPECIFIED
Depositing User: Tn Septian Eko Budianto
Date Deposited: 2016
Last Modified: 06 Jun 2017 17:56
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/34217
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item