PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BERAGAMA ISLAM MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

MELYANI SJACHRIL, 030510560 N (2007) PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BERAGAMA ISLAM MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2008-sjachrilme-6540-tmk430-t.pdf

Download (376kB) | Preview
[img] Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s2-2008-sjachrilme-6540-tmk4307.pdf
Restricted to Registered users only

Download (1MB) | Request a copy
Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

1. Tata cara perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil yang beragama Islam untuk dapat melakukan perceraian harus memperoleh izin dari Pejabat yang berwenang melakukan tindakan hukum berdasarkan peraturan perundang¬-undangan di tempat wilayah kerja Pegawai Negeri Sipil tersebut. Dasar untuk memperoleh izin dimaksud adalah setelah dipenuhi alasan-alasan dan syarat¬-syarat perceraian yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dan ketentuan dalam peraturan pemerintah yang menaungi Pegawai Negeri Sipil, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Dengan adanya izin perceraian dari Pejabat, maka Pengadilan masih mempunyai wewenang untuk mendamaikan atau merukunkan suami isteri tersebut, sehingga apabila mereka dapat didamaikan, perceraian tersebut tidak dapat diteruskan. Akan tetapi apabila mereka tidak dapat didamaikan, maka Pengadilan berwenang untuk menyidangkan perceraian tersebut dan sesaat setelah dilaksanakan sidang Pengadilan, maka perceraian seorang Pegawai Negeri Sipil sudah sah menurut hukum. Alasan-alasan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil pada prinsipnya sama dengan yang diatur dalam penjelasan Pasal 39 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, hanya terdapat perbedaan dengan salah satu ketentuan pada Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 bahwa izin untuk bercerai karena alasan isteri mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, tidak dapat diberikan oleh Pejabat. Meskipun ketentuan peraturan perundang-undangan memungkinkannya, di mana alasan perceraian karena isteri mendapat musibah tersebut disamping tidak memberikan keteladanan yang baik bagi masyarakat juga alasan tersebut hanyalah dapat merupakan salah satu syarat alternatif yang harus disertai syarat-syarat kumulatif lainnya bagi Pegawai Negeri Sipil untuk minta izin beristeri lebih dari seorang. Oleh karena itu izin untuk bercerai dengan alasan tersebut tidak diberikan. 2. Akibat hukum terhadap hak dan kewajiban suami dan isteri setelah terjadinya perceraian terdapat dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 yang mengatur akibat dari perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, khususnya mengenai penghasilan atau gaji Pegawai Negeri Sipil yang melakukan perceraian itu. Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria, maka ia wajib menyerahkan sepertiga gajinya (apabila mempunyai anak) untuk penghidupan bekas isteri sampai ia kawin lagi. Hal ini berbeda dengan ketentuan hukum Islam yang menyatakan bahwa bekas suami mempunyai kewajiban untuk memberi nafkah kepada bekas isteri hanya selama dalam iddah saja. Perbedaan pembatasan jangka waktu tersebut adalah pemahaman mengenai status seseorang yang akan bercerai. Apabila statusnya bukan Pegawai Negeri Sipil, maka Kompilasi Hukum Islamlah yang berlaku dalam hal kewajiban-kewajiban suami untuk menafkahi bekas isteri sampai masa iddahnya berakhir. Tetapi apabila statusnya Pegawai Negeri Sipil, maka berkaitan dengan pemberian sebagian penghasilan atau gajinya kepada bekas isteri dan anak-anaknya, yang berlaku adalah ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. Demikian juga mengenai akibat hukum terhadap harta bersama setelah putusnya perkawinan tidak secara langsung diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, tetapi dalam Peraturan Pemerintah ini hanya mengatur tentang pembagian gaji Pegawai Negeri Sipil yang bercerai agar menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas isteri dan anak-anaknya. Di mana mengenai pembagian harta bersama setelah putusnya perkawinan bagi Pegawai Negeri Sipil yang beragama Islam selain didasarkan pada Kompilasi Hukum Islam yang bersifat umum, juga harus dilihat dari peraturan khususnya yang mengatur tentang perceraian yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 yang sifatnya adalah menambahkan yaitu perihal kewajiban-kewajiban Pegawai Negeri Sipil pria untuk memberikan sepertiga gajinya kepada bekas istri dan anak-anaknya.

Item Type: Thesis (Thesis)
Additional Information: KKB KK-2 TMK.43/07 Sja p
Uncontrolled Keywords: PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Subjects: H Social Sciences > HQ The family. Marriage. Woman > HQ1-2044 The Family. Marriage. Women > HQ503-1064 The family. Marriage. Home > HQ811-960.7 Divorce
K Law > K Law (General) > K1-7720 Law in general. Comparative and uniform law. Jurisprudence > K7000-7720 Private international law. Conflict of laws > K7120-7197 Persons > K7155-7197 Domestic relations. Family law > K7157-7179 Marriage. Husband and wife
K Law > KB Religious law in general
Divisions: 03. Fakultas Hukum > Magister Kenotariatan
Creators:
CreatorsNIM
MELYANI SJACHRIL, 030510560 NUNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorSri Handajani, S.H., M.Hum.UNSPECIFIED
Depositing User: Nn Husnul Khotimah
Date Deposited: 2016
Last Modified: 13 Jun 2017 22:23
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/34519
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item