FENNY SOEBAGIO (2008) EKSISTENSI PERJANJIAN PERKAWINAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR I TAHUN 1974. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

	Text (ABSTRAK) gdlhub-gdl-s3-2009-soebagiofe-9249-tmk70_-8.pdf Download (437kB)
	Text (FULLTEXT) gdlhub-gdl-s3-2009-soebagiofe-9249-tmk70_-8.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) | Request a copy

Abstract

Mengenai syarat dan tata Cara dalam pembuatan Perjanjian Perkawinan telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang berlaku untuk masyarakat secara umum dan Kompilasi Hukum Islam khusus bagi masyarakat perneluk agama Islam. Dengan adanya 2 (dua) pengaturan ini memang ditemukan adanya perbedaan yang cukup penting diantara mereka terutama terkait pada materi pokok yang menjadi substansi Bari Perjanjian Perkawinan, namun pada tujuan inti dari kedua pengaturan diatas adalah sama yakni supaya tercipta keseimbangan antara hak dan kewajiban suami istri dalam kehidupan rumah tangga termasuk diantaranya mengenai pembaatan wewenang dalam pengaturan harta perkawinan. Materi substansi dalam Perjanjian Perkawinan yang paling banyak diatur adalah terkait dengan harta kekayaan dalam perkawinan yang mana dapat digolongkan menjadi 4 (empat) macam yakni harta pribadi/ harta bawaan yang dimiliki oleh suami, harta pribadi/ harta bawaan yang dimiliki oleh istri, harta hasil dari keuntungan dan kerugian yang masuk dalam kebersamaan, dan harta yang berasal dari kebersamaan hasil dan pendapatan. Dengan adanya beragam macam harta kekayaan dalarn perkawinan inilah yang membedakan setiap Peranjian Perkawinan yakni Perjanjian Perkawinan dengan pisah harta sepenuhnya atau ketiadaan persatuan harta antara suami dan istri sama sekali (uitsluiting der gemeenschup van goederen), Perjanjian Perkawinan dengan kebersamaan/ persatuan dalam untung dan rugi (gemeennschap van winst en verlies) dan Perjanjian Perkawinan dengan kebersamaan/ persatuan dalam hasil dan pendapatan (gemeennschap van vruchten en inkomsten). Disamping segi substansi, terdapat hai penting lainnya yang perlu mendapat perhatian dalam pembuatan perjanjian perkawinan yakni terkait dengan penerapan asas-asas hukum yang mutlak harus terkandung dalam suatu perjanjian antara lain Asas Kebebasan Berkontral:, Asas Konsensualisme, Asas Pacta Sunt Seervanda dan Asas Itikad Balk. Pengguna.an asas-asas hukum ini sendiri adalah bersifat kumulatif, sehingga tidak dapat berdiri sendiri¬sendiri, melainkan harus dipakai secara bersamaan untuk dapat menghasilkan suatu perjanjian perkawinan yang benar dan sah menurut hukum. Dengan kehadiran perjanjian perkawinan dalam suatu perkawinan maka menimbulkan konsekuensi hukum tersendiri yang secara umum adalah adanya batasan kewenangan dan tanggungjawab antara suami dan istri dalam kehidupan berumah tangga khasusnya terkait dengan pengurusan harta kekayaan dalam perkawinan. Disamping hal tersebut, perjanjian perkawinan juga mempunyai kekuatan hukum yang dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum, dengan artian bahwa setiap pelanggaran terhadap perjanjian perkawinan dapat dimasukkan sebagai salah satu bentuk pelanggaran yang dapat dituntut di depan pengadilan dengan materi Wanprestasi (perbuatan ingkar janji), selain itu juga dapat dipergunakan sebagai salah satu alasan yang memungkinkan untuk melakukan gugatan cerai sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Kompilasi Hukum Islam.

Actions (login required)

View Item