KEDUDUKAN HAK ADAT ATAS TANAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DAYAK NGAJU KABUPATEN KAPUAS SEJAK BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA

Marsel Selamat, 090013885 M (2003) KEDUDUKAN HAK ADAT ATAS TANAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DAYAK NGAJU KABUPATEN KAPUAS SEJAK BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
jiptunair-gdl-s2-2003-selamat2c-639-hak-th_17-03.pdf

Download (588kB) | Preview
[img]
Preview
Text (FULLTEXT)
jiptunair-gdl-s2-2003-selamat2c-639-hak-th_17-03.pdf

Download (1MB) | Preview
Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

Hukum Adat hidup dan berlaku serta di taati oleh suku-suku bangsa Indonesia, sebelum hukum nasional Indonesia ada. Masih banyak yang mentaati dan menghargainya, terutama masyarakat pedesaan. Penghargaan terhadap peran hukum adat dalam pembangunan bangsa Indonesia, yang terakhir adalah Ketetapan MPR No. IV/MPRl1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara. Pembangunan Indonesia juga menyebabkan berubahnya penghargaan terhadap hukum adat, terutama upaya mempergunakan hak-hak adat atas tanah. Hak yang mengatur hubungan warga persekutuan hukum adat dengan tanah dan sumber kekayaan alam lainnya, dikenal dengan nama Hak Ulayat. Hak Ulayat dan Hukum Adat telah diakui oleh bangsa Indonesia, melalui Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, sering disebut Undang-undang Pokok Agraria. Kenyataannya, dalam pelaksanaan hak ulayat dan hukum adat masyarakat persekutuan hukum adat kurang dilindungi. Hukum adat adalah hukum yang ditetapkan oleh kekuasaan yang berwibawa, ditaati dan dilaksanakan oleh warga persekutuan. Hukum adat adalah teljemahan kata "Adatrecht". Adatrecht diperkenalkan untuk pertama kali oleh c.Snouck Hurgronye, dalam bukunya "De Atjehers", tahun 1894. C. van Vollenhoven menyatakan bahwa Hukum Adat sedikit yang mengenalnya; yang lebih dikenal kata "adat". Hukum adat adalah standar perilaku warga persekutuan. Hukum adat adalah hukum nonstatutair. Hukum adat adalah keseluruhan norma yang berlaku pada masyarakat, ditetapkan oleh penguasa masyarakat, muncul dari rasa keadilan masyarakat dan ditaati dengan penuh keyakinan oleh masyarakat serta untuk kesejahteraan masyarakat. Hukum adat mengatur hubungan hukum antara manusia / perseorangan, persekutuan dengan tanah dan sumber daya alam Hak yang tertinggi atas tanah adalah hak adalah Hak Ulayat (C. van Vollenhoven menyebutnya "beschikkingsrecht; Djojodigoeno: hal purba; Soepomo: hal pertuanan). Hak Ulayat memberikan wewenang untuk mengambil manfaat dari tanah, hutan, dan sumber daya alam lainnya. Hak Ulayat berlaku keluar dan ke dalam. Apabila orang Iuar memanfaatkannya harus mendapatkan izin dari penguasa persekutuan dan memberikan "recognitie". Hukum Adat dan Hak Ulayat diakui oleh Undang-undang Pokok Agraria, terutama dalam Pasal 3. Pengakuan Hak Ulayat, demikian juga hukum adat adalah pengakuan bersyarat. Sebab, pelaksanaannya harus sesuai dengan kepentingan bangsa dan negara. Pengakuan ini tidak memberikan posisi yang kuat terhadap Hak Ulayat dan hukum adat. Bila Negara membutuhkan tanah Hak Ulayat untuk pembangunan kepentingan umum, maka sebagai bukti pengakuan diberikan ganti kerugian. Pengertian Hak Ulayat dalam UUPA dijelaskan dalam Penjelasan pasal 3 adalah "beschikkingsrecht". Pembuat undang-undang tidak memberikan penjelasan, hanya menggantikan dengan istilah Belanda itu, yang diterjemahkan dengan : Hak Ulayat. Praktek pengakuan Hak Ulayat tidak konsekuen, karena pengakuan bersyarat dan tidak kuat kedudukannya atau longgar. Oleh karena itu gampang terjadi penyelewengan oleh penentu kebijakan atau penguasa dlan aparatur pelaksana. Masyarakat Hukum Adat Suku Dayak Ngaju mempunyai Hak Ulayat, yang tentunya tidak berbeda dengan Hak Ulayat suku lain. Hak Ulayat tersebut sering disebut "Perwatasan" atau "Tana adat". "Perwatasan" atau "Tana Adat" itu meliputi bentangan luas 5 kilo meter ("sapukang bunyi gong"). Ukuran ini berdasarkan batas terakhir suara atau bunyi didengar oleh manusia. Kedudukan Hak Ulayat suku Dayak Ngaju lemah, sama seperti Hak Ulayat suku lainnya. Pengakuan eksistensi Hak Ulayat pada proyek Pemgembangan Lahan Gambut bertentangan dengan pengakuan yang benar dimana pemakaian Hak Ulayat harus di berikan recognitie kepada penguasa Hak Ulayat. UUPA pacta Penjelasan umum, juga menegaskan pemberian recognitie. Pemberian ganti rugi oleh Panitia Proyek Pengembangan Lahan Gambut menyebabkan putusnya hubungan antara pemegang Hak Ulayat dengan tanah Hak Ulayat. Oleh karena itu, disarankan agar dibuatkan perjanjian yang berkala antara pihak luar (Pemerintah) dengan pemegang Hak Ulayat. Tujuannya adalah persekutuan mendapatkan manfaat atas pengelolaan tanah dan sumber daya alam lain, sebagai recognitie dari secra, tetapi tanahnya tidak hilang.

Item Type: Thesis (Thesis)
Additional Information: KKB KK-2 TH 17/03 Sel k
Uncontrolled Keywords: Adat law; Hak adat, Adat Dayak
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: 09. Sekolah Pasca Sarjana > Ilmu Hukum
Creators:
CreatorsNIM
Marsel Selamat, 090013885 MUNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorSOETOJO PRAWIROHAMIDJOJO, Prof., Mr., DrUNSPECIFIED
Thesis advisorEMAN RAMELAN, S.H., M.H.UNSPECIFIED
Depositing User: Nn Deby Felnia
Date Deposited: 2016
Last Modified: 11 Jul 2017 15:23
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/34836
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item