Y.A. TRIANA OHOIWUTUN, 090013881 M
(2003)
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER SEBAGAI SAKSI AHLI DALAM UPAYA PENEGAKAN HUKUM PIDANA.
Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Mencari den menemukan kebenaran materiil mempunyai posisi penting dalam penegakan hukum, khususnya hukum pidana. Salah satu cara pendekatan dalam menemukan kebenaran materiil dalam hukum pidana ialah dengan minta bantuan kepada dokter sebagai saksi ahli. Namun demikian, KUHAP tidak konsisten dalam mengatur kedudukan dokter sebagai saksi ahli dalam hukum pidana. Di samping itu, beium adanya undang-undang yang mengatur kedudukan dokter sebagai saksi ahli menurut hukum; sehingga baik preventif maupun represif kedudukan dokter sebagai saksi ahli belum dilindungi oleh hukum. Dokter sebagai saksi ahli menurut hukum yang dilibatkan dalam upaya penegakan hukum, harus mendapat perlindungan hukum, khususnya dalam melaksanakan kegiatan menurut profesinya dalam membantu penegakan hukum. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat guna menambah kepustakaan di bidang hukum den kedokteran. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang memerlukan bahan pustaka sebagai data primer, sedangkan dari segi tipologi penelitian hukum dapat dimasukkandalam kegiatan inventarisasi hukum positif dalam menemukan hukum in concreto. Penelitian ini erat berkait dengan 2 (dua) disiplin itmu yang berbeda, yaitu medik dan hukum, sehingga pendekatan masalahnya adalah medikolegal. Keterangan dokter yang diberikan secara tertulis dalam upaya penegakan hukurn disebut Visum et Repertum. Pembuatan Visum et Repertum harus mernenuhi syarat baik formil maupun materiil. Di sam ping itu, sebelum mernbuat Visum et Repertum dokter harus mengucapkan sumpah, yaitu jabatan sebagai dokter. Sumpah jabatan dokter sebelum membuat Visum et Repertum untuk dokter bukan lulusan Fakultas Kedokteran di Indonesia atau Belanda, merupakan sumpah sebagai saksi ahli. Visum et Repertum sebagai alai bukti yang sah menu rut KUHAP, dapat berfungsi sebagai keterangan ahli, sural atau petunjuk. Penilaian dalam beberapa kategori menurut KUHAP yang berfungsi sebagai alat bukti yang sah tersebut bergantung sepenuhnya pada penilaian hakim. Namun dernikian hdak berarti dapat berfungsi ganda. Rekam Medis yang dibuat oleh dokter juga dapat digunakan sebagai alat bukti dalam perkara hukum. Namun demikian, kedudukan Visum et Repertum lebih kuat dari pada Rekam Medis. Kendala yang dihadapi oleh dokter dalam praktek pembuatan Visum et Repertum atas mayat dilakukan dengan cara bedah mayat. Dokter pembuat Visum et Repertum merupakan petugas pelaksana di lapangan, sedangkan polisi sebagai pihak yang minta Visum et Reper tum. Oleh karena itu, adanya keberatan dari keluarga atau pihak lain dengan dibuatnya Visum et Repertum seharusnya diajukan kepada polisi. Kedudukan dokter yang panting dalam upaya penegakan hukum belurn dilindungi oleh undang-undang. Melalui proses kriminatisasi dapat dilakukan upaya perlindungan hukum, yaitu melalui tahap formulasi atau tahap pembentukan hukum oleh badan legislatif. pengaturan kedudukan dakter sebagai saksi ahli dalam menemukan kebenaran materiil menurut KUHAP perlu dipertegas. Di samping itu, perlu dilakukan pengamanan oleh petugas keamanan terhadap dakter sebagai petugas pelaksana di lapangan pada saat dilakukannya pemerikaan terhadap korban tindak pidana. </description
Actions (login required)
|
View Item |