Antikowati, S.H
(2007)
HAK UJI MATERIIL TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA.
Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Untuk menjaga agar kaidah-kaidah konstitusi yang termuat dalam Undang Undang Dasar dan atau peraturan perundang-undangan konstitusional lainnya tidak dilanggar atau disimpangi, maka harus ada pihak yang mengawasi konsistensi pelaksanaan kaidah-kaidah konstitusi tersebut. Pada saat ini paling tidak ada dua cara pengawasan yang lazim dilakukan, yaitu pengawasan secara judisial (judicial review) dan pengawasan secara politik (political review). Baik judicial review maupun political review dilakukan dengan cara menilai atau menguji (review) apakah suatu Undang-Undang atau peraturan perundang undangan lainnya yang telah diundangkan serta tindakan pemerintah yang ada (existing) atau yang akan diundangkan (akan dilaksanakan) bertentangan atau tidak dengan ketentuan-ketentuan Undang-Undang dasar atau ketentuan-ketentuan lain yang lebih tinggi dari pada peraturan perundang-undangan atau tindakan pemerintah yang sedang dinilai. Dalam hubungannya dengan penilaian atau pengujian (review) itu, dikenal adanya macam hak menguji yaitu hak menguji formal dan hak menguji materiil. Di Indonesia peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hak uji materiil antara lain Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985, Ketetapan MPR Nomor IIIIMPR/1978, sedangkan dalam Undang Undang Dasar 1945 tidak dicantumkan secara tegas mengenai hak menguji materiil. Melalui perubahan (amandement) ketiga Undang-Undang Dasar 1945 hak uji materiil mendapat pengaturan yaitu pasal 24 A (1) dan pasal 24 C (1) yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah lembaga manakah yang mempunyai kewenangan untuk menguji secara materiil terhadap peraturan perundang-undangan Indonesia serta bagaimana eksistensi Mahkamah Konstitusi dalam rangka pengujian materiil Undang-Undang terhadap Undang-Undang dasar 1945. Tujuan penelitian ini adalah ingin menganalisis ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya yang memberikan kewenangan kepada lembaga-lembaga negara untuk melakukan pengujian secara materiil peraturan perundang-undangan di Indonesia. Berkaitan dengan hak menguji materiil, Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 5 angka(1) menyebutkan bahwa : MPR berwenang menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, yang diatur lebih lanjut dalam Ketetapan MPR Nomor V /MPR/ 2001 tentang Perubahan Ketiga atas Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Pasal 4 huruf K berisi : Majelis berwenang menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR, sedangkan dalam waktu yang bersamaan MPR dalam sidang tahunan 2001 menetapkan Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pasal 24 C yang mengatur Mahkamah Konstitusi yang terdiri dari 6 ayat , dimana dalam pasal 24 C ayat(l) dapat dikatakan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian telah terjadi duplikasi wewenang antara MPR dengan Mahkamah Konstitusi dalam menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang dasar 1945 dan Ketetapan MPR yang dapat menimbulkan implikasi pada munculnya ketidakpastian pada sistem penyelenggaraan Ketatanegaraan Indonesia. Hadirya Mahkamah Konstitusi ini nampaknya akan menimbulkan persoalan-persoalan Ketatanegaraan baru, terkait dengan kedudukan dan wewenang lembaga negara yang lain. Untuk itu seyogyanya segera terpikirkan langkah-langkah antisipasi untuk mengatur bagaimana agar dalam praktek tidak terjadi overlapping kewenangan antara Mahkamah Konstitusi dengan MPR juga lembaga negara yang lain seperti Mahkamah Agung dalam kedudukan dan kewenangannya dalam sistem hukum nasional. Pengaturan tentang Mahkamah Konstitusi ternyata mengacaukan skema pengujian Undang-Undang (Constitutional review). Oleh karena itu, keberadaan lembaga negara baru tersebut masih memerlukan pengaturan yang seksama dan teliti agar dapat tercapai tujuan dibentuknya lembaga tersebut. </description
Actions (login required)
|
View Item |