Elfira Dwi Yanti (2007) KEBEBASAN PARA PIHAK DALAM MEMBUAT PERJANJIAN PERKAWINAN. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2007-yantielfir-5065-tmk2707.pdf Download (329kB) | Preview |
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s2-2007-yantielfir-5065-tmk2707.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) | Request a copy |
Abstract
a. Perjanjian dalam hukum Indonesia diatur dalam Buku III BW, namun tidak semua ketentuan hukum perjanjian berlaku untuk Perjanjian Perkawinan, karena Perjanjian Perkawinan lebih bersifat hukum kekeluargaan. Perjanjian Perkawinan tidak sepenuhnya tunduk pada syarat-syarat yang terdapat dalam Pasal 1320 BW, karena terdapat hal-hal yang dikecualikan dalam pemenuhan syarat-syarat dalam pasal tersebut, misalnya mengenai batas usia cakap untuk melakukan perbuatan hukum membuat Perjanjian Perkawinan. Agar Perjanjian Perkawinan memiliki fungsinya, maka perjanjian tersebut harus dibuat sebelum perkawinan dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan. Pemenuhan syarat-syarat keabsahan perjanjian bertujuan agar supaya Perjanjian Perkawinan yang dibuat oleh para pihak calon suami-istri diakui eksistensinya oleh hukum dengan demikian melahirkan akibat hukum tertentu bagi para pihak dan pihak ketiga yang terkait. b. Pengaturan pemuatan klausula-klausula yang disepakati dan diperjanjikan para pihak calon suami-istri dalam Perjanjian Perkawinan adalah bebas bersyarat (kebolehan bersyarat) sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) UU Perkawinan. Bebas karena tidak hanya terbatas pada pengaturan harta kekayaan calon suami-istri, poinnya ada pada lebih beragamnya klausula-klausula dalam Perjanjian Perkawinan, namun esensi dari pembuatan Perjanjian Perkawinan itu sendiri tetap pada pengaturan harta kekayaan para pihak calon suami-istri sehingga tetap dapat melindungi kepentingan pihak ketiga. Bersyarat karena klausula-klausula selain harta kekayaan tidak boleh melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan. Klausula-klausula selain pengaturan harta kekayaan tidak termasuk ke dalam koridor Perjanjian Perkawinan, sifatnya hanya sebagai tambahan. Jika calon suami-istri hendak memperjanjikan banyak hal untuk lebih memberikan rasa aman kepada keduanya, dapat dilakukan dengan membuat perjanjian tertulis tersendiri, dalam bentuk perjanjian di bawah tangan dan tidak perlu disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan karena perjanjian tersebut hanya berlaku interen kedua pihak, tidak menyangkut kepentingan pihak ketiga. </description
Item Type: | Thesis (Thesis) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK-2 TMK.27/07 Yan k | ||||||
Uncontrolled Keywords: | Perjanjian perkawinan | ||||||
Subjects: | K Law > K Law (General) > K1-7720 Law in general. Comparative and uniform law. Jurisprudence > K7000-7720 Private international law. Conflict of laws > K7120-7197 Persons > K7155-7197 Domestic relations. Family law > K7157-7179 Marriage. Husband and wife | ||||||
Divisions: | 03. Fakultas Hukum > Magister Kenotariatan | ||||||
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Depositing User: | Nn Husnul Khotimah | ||||||
Date Deposited: | 2016 | ||||||
Last Modified: | 18 Jun 2017 20:51 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/34890 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |