Darwis Luther Rampay, 090013879M (2003) PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT DAYAK NGAJU KALIMANTAN TENGAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

Preview	Text (ABSTRAK) 1.pdf Download (527kB) | Preview
Preview	Text (FULLTEXT) jiptunair-gdl-s2-2004-rampay2c-1042-perkawinan-th_29-03.pdf Download (2MB) | Preview

Abstract

Hukum Perkawinan adat di Indonesia hidup di kalangan masyarakat hukum adat untuk mengatur tentang perkawinan dan semua hal tentang perkawinan antara lain perceraian dan akibatnya, syarat syarat perkawinan, dan lain lain Hukum Perkawinan Adat di Indonesia berbeda beda sesuai Dengan banyaknya suku bangsa yang menjadi rakyat Indonesia. Dalam kehidupan sehari hari bangsa/rakyat Indonesia saling berhubungan. Saling hubungan itu akan berakibat juga pada hubungan pria dan wanita dari suku dan hukum adat yang berbeda. Apabila hubungan itu sampai pada perkawinan maka terjadilah persoalan, pilihan hukum. Peristiwa dapat saja menimbulkan ketidakpastian hukum, oleh karena itu Pemerintah Indonesia mengundangkan UU No. 1 Tahun 1974 sebagai kebijakan yang bertujuan, memberikan kepastian hukum perkawinan di Indonesia. Hukum Perkawinan Adat Suku Dayak Ngaju masih saja berlaku, walaupun sudah ada UU No. 1 tahun 1974. Berlakunya tidak membedakan agamanya, semua dilakukan oleh orang Dayak Ngaju sebelum dilangsungkan pernikahan menurut agama masing masing calon suami istri. Perkawinan Adat Suku Dayak Ngaju dilengkapi dengan persyaratanpersyaratan yang harus diikuti calon mempelai, terutama calon mempelai pria. Persyaratan persyaratan tersebut secara ketat harus dipenuhi mengingat perkawinan dalam masyarakat hukum adat bukan hanya bersatunya pria dan wanita, akan tetapi bersatunya dua kerabat menjadi kerabat baru. Persyaratan-persyaratan dan atau larangan kawin yang diatur UU No. 1 tahun 1974 (Pasal 6 s.d. 11) walaupun ada beberapa perbedaan. Hukum Perkawinan Suku Dayak Ngaju tidak menghendaki teriadinya perceraian. Perceraian dicegah dengan memberlakukan persyaratan yang berat sebelum perkawinan. Persyaratan serta ketentuan akibat perjnanjian diatur dalam perjanjian antara kedua calon pasangan suami istri. Salah satu hal yang diatur dalam perjanjian tersebut adalah akibat dari perceraian, baik cerai mati maupun cerai hidup. Diantara pokok pokok yang diatur dalam hal perceraian adalah tentang harta . Harta harta dimiliki oleh suami istri adalah harta bawaan (bahasa Dayak Ngaju : Pimbit) dan harta bersama yang diperoleh keduanya selama hidup bersama sebagai suami istri. Pesoalan harta yang menimbulkan konflik adalah harta pasangan suami istri yang tidak mempunyai keturunan (bahasa Dayak Ngaju : Tamanang). Apalagi apabila harta tersebut merupakan harta bawaaan yang diperoleh dari warisan orang tua. Permasalahan ini sering menyebabkan perselisihan yang hebat antara kedua kerabat dari kedua suami istri yang tak mempunyai keturunan tersebut. Persyaratan dan atau larangan serta akibat akibat dari perceraian yang diatur oleh hukum Perkawinan Dayak Ngaju diselaraskan dengan persyaratan dan akibat dari perceraian yang diatur oleh oleh Undang undang Perkawinan No. I Tahun 1974 terdapat beberapa persamaan. Oleh karena itu ketentuan-ketentuan tentang perkawinan yang diatur oleh Hukum Adat Dayak Ngaju baik sekali bila dihargai oleh Negara. </description

Actions (login required)

View Item