Anas Sibadu, 099910097L
(2003)
PENGARUH PEKERJAAN, STATUS GIZI, PEMANFAATAN JAMBAN KELUARGA DAN PEMANFAATAN SARANA AIR BERSIH TERHADAP REINFEKSI SCHISTOSOMIASIS JAPONICA PASCA-TERAPI DI DATARAN TINGGI NAPU KABUPATEN POSO PROPINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2002.
Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Penyakit Schisitosomiasis japonica atau disebut juga demam keong merupakan penyakit menahun yang disebabkan oleh infeksi trematoda yaitu cacing yang tergolong dalam genus Schistosoma dan bersifat endemik dengan penyebaran cukup luas di dunia seperti Afrika, Amerika Selatan, Timur Tengah dan Asia. Di Indonesia hanya ditemukan di daerah Danau Lindu ( Kabupaten Donggala) dan Dataran Tinggi Napu (Kabupaten Poso). Penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh Muller dan Tesch pada tahun 1937 dimana ditemukan kasus pada laki-laki yang berumur 35 tahun yang kemudian meninggal di Rumah Sakit Palu (Hadidjaja, 1985). Penyakit ini ditemukan endemis di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu daerah Danau Lindu dan Lembah Napu. Pejamu perantara penyakit ini adalah sejenis keong amphibi yaitu jenis Oncomelania hupensis lindoensis yang ditemukan pada tahun 1971 (Carney dkk, 1973 dalam Gandahusada dkk, 1998). Program pemberantasan Schistosomiasis japonica secara intensif dilaksanakan mulai tahun 1982 oleh Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah di daerah Lindu dan Napu. Program pemberantasan terutama menyangkut kegiatan-kegiatan survei, penelitian dan uji coba lapangan dengan maksud untuk lebih mengetahui situasi penyakit, faktor-faktor penularan yang berperan dan metode pemberantasan apa yang dapat dilakukan. Selama periode tahun 1982-1988 di daerah Napu terjadi penurunan angka prevalensi dari 33,85% menjadi 1,51 %. Namun pada semester II tahun 2002 terjadi peningkatan prevalensi penyakit hampir di semua desa hingga mencapai rata-rata 2,43 % dari 14 desa yang ada di Napu, dua diantaranya paling tinggi yaitu desa Dodolo, (4,73 %) dan desa Maholo (3,77 %). Hal ini berdasarkan hasil pemeriksaan tinja dari 12.463 orang ditemukan positip telur cacing Schistosoma japonicum sebanyak 164 orang ( 2,43 %) padahal pihak Ditjen PPM dan PLP Departemen Kesehatan RI dan Pemerintah Propinsi. Sulawesi Tengah menargetkan mulai akhir Pelita V terjadi penurunan prevalensi Schistosomiasis hingga mencapai angka di bawah 1 % atau < 10 per 1000 penduduk. Keadaan tersebut diatas menarik untuk dikaji dengan mencari faktor yang mempengaruhi reinfeksi Schistosomiasis japonica pasca terapi. Berdasarkan uraian diatas pertanyaan penelitian "Apakah acta pengaruh pekeIjaan, status gizi, pemanfaatan jamban keluarga dan pemanfaatan sarana air bersih terhadap reinfeksi Schistosomiasis japonica pasca terapi di dataran tinggi Napu Kabupaten Poso Propinsi Sulawesi Tengah ? Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi reinfeksi Schistosomiasis japonica pasca terapi di Dataran Tinggi Napu Kabupaten Poso. Rancangan penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol. Kasus adalah semua penderita schistosomiasis japonica yang reinfeksi dan berumur 15 tahun keatas, yang 2 bulan sebelurnnya telah mendapat pengobatan, dan pada penelitian ini didapatkan telur Schistosoma japonicum dalam tinjanya. Sebagai sampel kontrol adalah penderita Schistosomiasis japonica yang berumur 15 tahun keatas dan pada penelitian ini tidak lagi ditemukan telur Schistosoma japonicum dalam tinjanya sampai dengan setelah dua bulan kemudian, Subjek terdiri dari 48 kasus dan 48 kontrol. Faktor resiko yang diteliti adalah pekerjaan, status gizi, pemanfaatan jamban keluarga dan pemanfaatan sarana air bersih. Data setelah terkumpul diolah secara manual dengan bantuan kalkulator scientific maupun komputer kemudian ditabulasi silangkan dengan menggunakan table 2x2, selanjutnya dianalisis secara statistik deskriptif, analisis regresi logistik sederhana dan analisis regresi logistik majemuk dengan menggunakan program komputer perangkat lunak SPSS versi 10.0.5. dengan tingkat signifikansi 0,05. Hasil penelitian ini mendapatkan gambaran, dari 4 faktor risiko yang diduga berperan terhadap reinfeksi Schistosomiasis japonica pasca terapi, ada 3 faktor risiko yang berpengaruh yaitu pekerjaan ( OR=4,832 ; 1,053<OR<22,164 ), pemanfaatan jamban keluarga ( OR=6,656 ; 1,576<OR<28,113 ) dan pemanfaatan sarana air bersih (OR=7,877; 1,988<OR<31,740), sementara status gizi tidak berpengaruh oleh karena tingkat signifikansinya 0,646 (p>0,25). Kesimpulan : Reinfeksi Schistosomiasis japonica pasca terapi di Dataran Tinggi Napu Kabupaten Poso Propinsi Sulawesi Tengah dipengaruhi oleh pekerjaan, pemanfaatan jamban keluarga dan pemanfaatan sarana air bersih.
Actions (login required)
|
View Item |