OCKY DWI SUPROBOWATI, 090214766 M (2004) PENINGKATAN IgM PADA MENCIT (Mus musculus) YANG DIBERI Ag PROTEIN SOLUBEL (SPTAg) Toxoplasma gondii DENGAN DAN TANPA MENGGUNAKAN AJUVAN TOKSIN KOLERA (CT) SECARA INTRANASAL : PENELITIAN EKSPERIMENTAL LABORATORIS. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

Preview	Text (ABSTRAK) jiptunair-gdl-s2-2005-suprobowat-1784-tkd_09-05 ABSTRAK.pdf Download (378kB) | Preview
Preview	Text (FULLTEXT) jiptunair-gdl-s2-2005-suprobowat-1784-tkd_09-05.pdf Download (1MB) | Preview

Abstract

Respon imun yang timbul sebagai reaksi tubuh terhadap infeksi Toxoplasmosis pada manusia berupa respon imun seluler dan humoral, baik yang sistemik maupun mukosa. Kedua tipe respon imun tersebut secara sinergis memberikan perlindungan pada setiap individu normal. Pada sistem sirkulasi respon imun humoral diperantai oleh IgM dan IgG. Respon IgM muncul pada fase awal infeksi dan bertahan dalam sistem sirkulasi untuk waktu yang relatif singkat, meskipun secara individu dapat pula tetap terdeteksi sampai beberapa bulan pasca infeksi. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran respon imun IgM hewan coba terhadap imunisasi dengan SPT Ag Toxoplasma gondii yang diaplikasi secara intranasal dengan ajuvan CT atau tanpa ajuvan CT. Penelitian eksperimental laboratoris ini menggunakan rancangan Faktorial Sama Subyek menggunakan 60 ekor mencit BALB/c umur 6 - 8 minggu dibagi 3 kelompok perlakuan yaitu kelompok perlakuan kontrol dengan pemberian PBS, kelompok perlakuan dengan SpTAg Toxoplasma gondii serta kelompok perlakuan dengan SPT Ag dan ajuvan CT. Serum diambil dari pleksus orbitalis hewan coba 1 hari setelah imunisasi sampai 5 hari berturut-turut. Respon imun IgM ditentukan dari nilai OD (Optical Density) yang diperoleh dari pemeriksaan ELISA Indirek. Data hasil penelitian dianalisis dengan uji Anova Faktorial Sama Subyek Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran respon imun khususnya kadar IgM untuk masing-masing perlakuan secara intranasal pada pengamatan setiap hari ditampilkan nilai OD dengan rata-rata sebagai berikut : untuk perlakuan PBS pada hari 1,2, 3,4, 5 adalah 0,32200; 0,29925; 0,30900; 0,31225; 0,29050, untuk perlakuan SPTAg Toxoplasma gondii pada hari 1,2,3,4,5 adalah 0,37133; 0,35050; 0,38833; 0,44700; 0,38850, untuk perlakuan SPTAg + CT pada hari 1, 2, 3, 4, 5 adalah 0,29700; 0,31150; 0,929200; 0,27350; 0,27275. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa hari ke-4 pada perlakuan SPT Ag mempunyai nilai OD rata-rata tertinggi 0,44700 (p &lt; 0,05). Analisis dari hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan SPTAg Toxoplasma gondii tanpa ajuvan CT dapat meningkatkan respon imun IgM lebih tinggi daripada kelompok perlakuan SPTAg + CT. Pada analisis statistik pertama, terdapat perbedaan yang bermakna (p &lt; 0,05) pada gambaran respon imun IgM antara kelompok SPT Ag dengan SPT Ag + CT secara intranasal; kedua, terdapat pengaruh waktu yang bermakna dengan nilai p &lt; 0,05 pada respon imun IgM untuk kelompok perlakuan SPT Ag dengan SPT Ag + CT secara intranasal; ketiga, terdapat interaksi waktu pada perlakuan yang bermakna dengan nilai p &lt; 0,05 baik pada kelompok perlakuan SPTAg dengan SPTAg + CT. Jadi pada kelompok perlakuan SPTAg Toxoplasma gondii dapat menginduksi peningkatan respon imun IgM. Sedangkan untuk kelompok perlakuan SPT Ag + CT tidak terjadi peningkatan respon imun IgM, kemungkinan disebabkan oleh waktu pengamatan yang kurang (5 hari), sehingga untuk penelitian lanjutan waktu pengamatan perlu diperpanjang. </description

Actions (login required)

View Item