Eddie Budi Prabowo, 090110183 L
(2005)
Model Solusi Konflik Pasca Pelimpahan Pegawai Pusat ke Daerah di Era Otonomi Daerah : Study kasus pada BKKB Kota Surabaya, BKKBD Kabupaten Sidoarjo, BKKBD Kabupaten Ngawi.
Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Fenomena penggabungan dinas instansi pusat dan daerah, menjadi sebuah dinas/instansi baru dibawah naungan propinsi maupun daerah, pada tataran praktis akan membawa perubahan suasana dan nuansa kinerja birokrasi di daerah. Dengan berbaurnya dua komunitas pegawai atau PNS (pusat dan daerah), yang boleh jadi mempunyai perbedaan kebiasaan dan karakteristik dalam melaksanakan tugas. Meskipun pelimpahan para pegawai pusat ke daerah telah di sertai dengan sejumlah berkas P3D (personalia, pembiayaan, peralatan, dan dokumentasi) namun dalam proses dan pasca pelimpahan masih menyisakan sejumlah persoalan yang dapat memicu polemik. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah : (1). Bagaimana konflik sumberdaya manusia yang terjadi pada pegawai eks instansi BKKBN sebagai dampak pelimpahan dan penggabungan PNS pusat ke daerah pasca perubahan organisasi sebagai akibat pemberlakuan otonomi daerah dan apa dampaknya bagi harmonisasi hubungan antara PNS pusat dan daerah, dilihat dari dimensi psikologis, sosiologis, maupun produktivitas sumberdaya manusia di BKKBN Propinsi Jawa Timur , (2). Model apa yang bisa dikembangkan dalam mengatasi permasalahan yang terjadi akibat penggabungan instansi vertikal tersebut. Secara khusus, tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah : (1). Mencari gambaran yang lebih luas mengenai dampak dari penggabungan instansi pemerintah pusat (BKKBN Pusat) ke instansi daerah (konflik) terhadap harmonisasi hubungan PNS pusat dan daerah, di pandang dari dimensi psikologis, sosiologis, maupun sumber daya manusia, (2). Menemukan dan merumuskan Model dan solusi dari permasalahan yang di timbulkan oleh kebijakan integrasi antar instansi vertikal pada era otonomi daerah. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pola "Observasional Eksplanasi" yang memakai pendekatan kualitatif, dengan metode yang dipilih adalah survai. Studi ini berusaha untuk menjelaskan fenomena konflik yang terjadi di lingkungan PNS eks-BKKBN Propinsi Jawa Timur yang berada di Wilayah Surabaya, Ngawi dan Sidoado. Sampel penelitian sebanyak 25 orang responden untuk masing-masing kab/kota, sehingga total sampel diambil sebanyak 75 orang responden. Dalam Penelitian ini pemahaman primer variabelnya adalah konflik yang terjadi pada proses pelimpahan dan penggabungan PNS pusat (BKKBN) kedaerah, oleh karena itu fokus "konflik" itu dapat di analisis dalam beberapa kategori untuk memudahkan menentukan klasifikasi pengumpulan data dan atau pengukurannya, sebagaimana berikut dibawah ini : 1. Tingkat keengganan terhadap perubahan "resistance to change" yang terjadi pada proses peleburan organisasi yang disebabkan adanya peleburan beberapa dinas-dinas BKKBN dibeberapa daerah di Jawa Timur. 2. Tingkat Respon PNS BKKBN baik yang positif maupun negatif ketika informasi rencana integrasi disadari. 3. Konflik yang terjadi pada PNS BKKBN pemerintah akibat merger dan akuisisi dari PNS BKKBN propinsi Jawa Timur. 4. Identifikasi konflik akibat perubahan budaya organisasi. 5. Tipe-tipe pembangunan iklim kerja setelah adanya akuisisi, integrasi dan merger pada BKKBN Jawa Timur. Kategori yang dianalisis berjumlah 5 (lima), karena mencerminkan aspek SDM sebagai pelaku utama dalam instansi BKKBN itu merupakan perwujudan Capacity Building, dan dari aspek Organisasi sebagai lembaga yang mengorganisasikan aktivitas dengan perubahannya sebagai wujud dari Institutional Building. Pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Tingkat keengganan respoden (PNS) terhadap perubahan organisasi ditunjukkan dengan besarnya prosentase jawaban ungkapan ketidak setujuan atau ketidaktahuan mereka terhadap kondisi yang terjadi, sehingga bila dirata-rata diperoleh sebesar 73% responden yang menyatakan tidak tahu/tidak setuju terhadap perubahan organisasi yang terjadi di BKKBN wilayah kota Surabaya, kab. Ngawi dan kab. Sidoado. 2. Reaksi atau respon secara langsung kesiapan mental SDM itu sendiri jika terjadi pelimpahan lembaga/organisasi dan peraturan yang mengikutinya. sebagian besar responden menyatakan setuju dengan 10 responden di kantor BKKBN Surabaya atau 40 persen, Ngawi juga 10 responden atau 40 persen, dan Sidoarjo berjumlah 12 orang responden atau 48 persen, hal ini diartikan bahwa : (1) Responden merasa sebagian tidak mengetahui dan tidak siap akan rencana integrasi itu; (2) Ketidaksiapan responden berhubungan dengan tugas dan kewenangan baru di struktur organisasi yang baru; (3) Secara kemampuan tedadinya saling iri antara pegawai pusat dan daerah, dimana pegawai pusat merasa harus lebih dibandingkan pegawai daerah. 3. Pelimpahan instansi pusat ke daerah dipahami sebagai tantangan baru yang menuntut kreativitas baru untuk melakukan perbaikan dan penyesuaian segala sesuatu, maka akan menimbulkan budaya baru. Budaya baru yang dimaksud adalah perubahan struktur dan fungsi organisasi, penataan pegawai menyesuaikan peraturan yang ada dengan segala konsekuensinya (misalnya merger, rasionalisasi atau situasi baru yang jauh berbeda dan tidak terduga). 4. Selanjutnya dari urutan kedua mengenai tingkat pemahaman iklim kerja organisasi maka sebagian responden menyatakan setuju. Dimulai dari Surabaya 12 (48%) responden, Ngawi 11 (44%) responden dan Sidoarjo 8 (32%). Kemudian responden yang sangat setuju antar Sidoarjo dan Ngawi sama besar yaitu masing-masing 2 (8%) responden. Kedua kategori ini yaitu setuju dan sangat setuju menandakan bahwa sebagian responden juga berkeyakinan bahwa pelimpahan instansi pusat ke daerah sangat berpotensi menimbulkan konflik sumber daya manusia dari segi iklim kerja. 5. Pelimpahan instansi pusat ke daerah yang disertai P3D (Personalia, pembiayaan, peralatan dan dokumentasi) secara otomatis akan mengakibatkan daerah akan mengalami penambahan PNS bahkan pembengkakan PNS . Jumlah jabatan, peralatan dan tugas yang terbatas ternyata tidak sebanding dengan banyaknya personil PNS yang ada. Masih ditambah dengan semangat efisiensi, perampingan dan penghematan yang harus diterapkan maka membuat instansi daerah semakin bekerja keras. Situasi seperti ini dapat memicu konflik. Konflik secara vertikal dapat terjadi diantara pegawai yang memiliki kepangkatan dan jabatan yang berbeda, dan secara horizontal diantara pegawai dengan pangkat dan jabatan yang sama.
Actions (login required)
|
View Item |