Berna Sudjana Ermaya, 090114483 M
(2004)
HAMBATAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH DALAM RANGKA PENGAWASAN REPRESIF.
Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kebebasan kepada daerah untuk lebih mandiri. Kemandirian daerah dalam mengatur urusan pemerintahan harus tetap dalam ikatan negara kesatuan. Karena itu harus ada berbagai persyaratan dan cara-cara pengendalian agar tidak bergeser menjadi semacam kemerdekaan daerah. Dalam menjalankan roda pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan-tujuan negara, maka segenap administrasi negara dituntut bersikap jujur, bersih, berwibawa, berdaya guna dan berhasil guna. Untuk keperluan tersebut, maka sikap tindak mereka harus selalu berdasarkan atas hukum. Namun untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan/atau penyelewengan yang dilakukan administrasi negara, maka dalam fungsi pemerintahan perlu dilengkapi dengan fungsi pengawasan. Undang-undang Pemerintahan Daerah, dalam hal pengawasan lebih menekankan pada pengawasan represif untuk lebih memberikan kebebasan kepada Daerah Otonom dalam mengambil keputusan serfa memberikan peran kepada Pemerintahan Daerah. Karena itu, Peraturan Daerah yang ditetapkan tidak memerlukan pengesahan terlebih dahulu oleh pejabat yang berwenang. Kewenangan pengawasan represif tersebut, tidak saja terletak pada pemerintah tetapi juga pada Mahkamah Agung yang tentunya dengan fungsi yang berbeda. Fungsi pengawasan represif yang dimiliki pemerintah adalah kewenangan dalam hal pembatalan peraturan daerah, sedangkan Mahkamah Agung memiliki kewenangan dalam hal penanganan keberatan atas pembatalan dengan dasar pengujian Pasal 24A UUD 1945 Amandemen ketiga dan Kewenangan Mahkamah Agung diatur Pasal 114 ayat (4) UU No. 22 Tahun 1999, sebagai pelaksanaan fungsi pengawasan represif terhadap penyelesaian keberatan alas pembatalan Peraturan Daerah, menimbulkan masalah hukum.
Actions (login required)
|
View Item |