Noenik Soekorini, 090214828 M (2005) PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN KORBAN PERKOSAAN. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2006-soekorinin-844-th0706-k.pdf Download (278kB) | Preview |
|
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s2-2006-soekorinin-844-th_07_06.pdf Download (2MB) | Preview |
Abstract
Kejahatan perkosaan yang menimpa kaum perempuan dapat mengakibatkan penderitaan fisik maupun penderitaan psikis. Penderiataan si korban perkosaan terus berlanjut apabila kasusnya daiajukan ke pengadilan sebab demi kepentingan yuridis si korban perkosaan sebagai saksi korban harus bersaksi dengan menceritakan kembah apa yang dialaminya. Selama ini hukum pidana kita masih terfokus pada pelaku balk mengenai berat ringannya pidana yang dikenakan maupun upaya penanggulangannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan Undang-Undang (Statuta Approach) yang membahas pentingnya perlincj p an terhadap korban perkosaan sebagaimana diatur dalam hukum positif kita, Juga digunakan pendekatan konsep (Conceptual Approach) dalam rangka mengantisipasi perluasan konsep. Dalam KUHP perbuatan pidana perkosaan masih terbatas hanya pada Pasal 285 yang masih menganggap bahwa perkosaan hanya terjadi di luar perkawinan sedangkan di dalam perkawinan tidak ada perkosaan. Apabila dibandingkan dengan RUU KUHP terdapat perubahan mendasar atas beberapa unsur dalam KUHP sebagaimana tercantum dalam pasal 423 RUU KUHP. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tabun 2004 secara khusus tidak diatur mengenai perkosaan tetapi unsur-unsur yang ada dalam pasal 285 KUHP ditambah dengan pelaku dan korbannya ada dalam ruang lingkup rumah tangga terdapat dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sedang penderitaan psikis yang diderita oleh si korban kekerasan seksual diatur dalam pasal 48. Penanganan perkara pidana perkosaan sama dengan perkara pidana pada umumnya yaitu dimulai dengan tahap penyidikan sampai pada proses pemeriksaan di sidang pengadilan. Path proses persidangan perkara perkosaan yang termasuk dalam perkara mengenai kesusilaan maka KUHAP Pasal 153 (3) menyatakan sidang tertutup untuk umum. KUHAP juga memberi kesempatan korban perkosaan mengajukan gugatan ganti kerugian atas penderitaan yang dideritanya. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Mengenai Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Terhadap perempuan dalam UU Nomor 7 Tahun 1984 dan mengakui adanya deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan dalam rangka untuk melindungi hak-hak perempuan terutama yang berhubungan dengan perempuan korban perkosaan dan dapat dipakai sebagai pedoman dalam menyusun KUHP dan KUHAP yang baru.Dengan adanya kerjasama Lembaga Pemerintah dan Lembaga/LSM adalah langkah positip dalam upaya melindungi perempuan korban perkosaan.
Actions (login required)
View Item |