Moch. Syahri, 090315083 M (2005) DAMPAK PENYEMPITAN PENGUASAAN PEMILIKAN LAHAN PERTANIAN TERHADAP EKONOMI KELUARGA PETANI (Studi Kasus di Desa Clumprit, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang). Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

Preview	Text (ABSTRAK) gdlhub-gdl-s2-2006-syahrimoch-1791-ts2906-d.pdf Download (794kB) | Preview
Preview	Text (Fulltext) 36016.pdf Download (1MB) | Preview

Abstract

Studi-studi terdahulu menunjukkan bahwa penyempitan penguasaan pemilikan lahan mengakibatkan dampak tertentu. Sunarti (1990) menunjukkan bahwa penyempitan lahan pertanian di daerah pinggiran Jakarta mengakibatkan banyaknya kaum ibu-ibu yang menghabiskan waktu senggang untuk kegiatan-kegiatan yang tidak produktif, ini dikarenakan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan tidak dikuasainya keterampilan lain selain bertani. Sementara itu, penelitian yang ditakukan Zulfa (1992) dan Astika (1994) menunjukkan bahwa penyempitan tahan pertanian mengakibatkan hal-hal sebagai berikut; (a) semangat gotong royong antar sesama petani semakin berkurang, (b) petani mulai melupakan upacara-upacara keagamaan yang berkaitan dengan proses bercocok tanam, (c) kondisi ekonomi keluarga tidak stabil,dan (d) Terakhir interaksi antar sesama petani jauh berkurang. Berdasarkan kepada penelitian terdahulu yang telah disebutkan diatas, maka peneliti ini mengambil rumusan permasalahan sebagai berikut""Bagaimanakah dampak penyempitan penguasaan pemilikan lahan pertanian terhadap perubahan ekonomi dalam keluarga petani?". Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan subjek penelitian petani yang mengalami penyempitan penguasaan pemilikan lahan. Lokasi yang diambil adalah Desa Clumprit, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang. Lokasi ini dipertimbangkan sebab letaknya jauh dari tempat industri, sementara penelitian sejenis lebih banyak dilakukan di daerah-daerah pinggiran kota industri, seperti Surabaya dan Jakarta. Dari temuan dan analisa data dapat disimpulkan bahwa (a) Kondisi ekonomi keluarga petani yang dijadikan subjek penelitian sebelum mengalami penyempitan penguasaan pemilikan lahan tidak bisa dikategorikan sebagai petani miskin. Sebab dengan tolak ukur kemiskinan yang ditentukan oteh Sajogo dengan berdasarkan konsumsi beras perkapita pertahun, kondisi petani di daerah Clumprit mengkonsumsi beras diatas batas kemiskinan yang di tentukan. Tetapi ini tidak berarti kondisi mereka dalam keadaan berlebihan, untuk memenuhi kebutuhan lainnya seperti membangun rumah, membiayai anak sekolah adakalanya mereka tidak mampu, terutama ini dialami oleh petani yang memiliki luas lahan kurang dari 0.5 ha, sementara bagi petani yang memiliki luas lahan diatas 0.5 ha relatif berkecukupan. (b) Pengalihan hak milik tanah yang selama ini terjadi bukannya disebabkan karena petani terhimpit dalam kemiskinan, melainkan penjualan tanah dilakukan untuk memperbaiki rumah dan biaya sekolah anak mereka. Pada keluarga tertentu, penjualan lahan pertanian digunakan untuk membiayai pernikahan atau membiayai anak dan istri mereka menjadi tenaga kerja diluar negeri. (c) Setelah mengalami penyempitan lahan ada dua pola bertahan hidup yang dilakukan oleh petani. Pertama, bagi petani yang berusia diatas 50 tahun kebanyakan mereka menggantungkan kelangsungan hidupnya kepada anak-anaknya, sedangkan bagi yang berusia di bawah 50 tahun mereka cenderung untuk melirik matapancaharian lain di luar pertanian.

Actions (login required)

View Item