GIANTO AL IMRON, 090013882M
(2004)
KARAKTERISTIK HAK JAMINAN FIDUSIA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999.
Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Kondisi rawan pasca perjanjian kredit atau hutang piutang harus diantisipasi. Hal itu dimaksudkan agar hutang atau kredit yang telah diberikan dapat dibayar kembali. Hukum harus memberikan sarana perlindungan bagi keselamatan dan keamanan pengembalian piutang kreditor (bank). Perangkat hukum pengaman perjanjian kredit atau hutang piutang adalah perangkat hukum jaminan. Sarana hukum jaminan telah disediakan dalam BW maupun peraturan perundangan lain. Dalam BW perangkat hukum itu terdiri dari dua jenis, yaitu jaminan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Jaminan umum lahir dari undang-undang, sedang jaminan khusus lahir dari perjanjIan. Pcrangkat hukum jaminan khusus merupakan sarana yang yang banyak digunakan dalam praktek, baik jaminan perorangan (persoonlijkrecht) maupun jaminan kebendaan (zakenlijkrecht). Namun demikian jaminan kebendaan lebih sering digunakan. Gadai dan hipotek merupakan lembaga jaminan kebendaan yang diatur dalam BW. Selain itu di luar BW, juga ada lembaga hak tanggungan dan lembaga jaminan fidusia. Perdebatan mengenai karakter atau sifat kedua lembaga jaminan di luar sistem BW itu masih terus terjadi. Hingga kini belum pernah berakhir, terus menjadi bahan kajian akademik. Ketatnya ketentuan hukum dalam lembaga jaminan gadai merupakan faktor pendorong keberadaan lembaga jaminan fidusia. Konstruksi hukum jaminan fidusia merupakan suatu konstruksi rekayasa. Dalam jaminan fidusia, debitor (penerima fidusia) tetap menguasai benda jaminan fidusia, sementara kreditor (penerima fidusia) mungkin hanya menguasai bukti atau dokumen benda jaminan. Pola hukum demikian itu tentu menimbulkan persoalan hukum yang pelik. Sudah sekian lama eksistensi lembaga jaminan fidusia dipraktekkan berdasarkan yusisprudensi. Pada tahun 1999 dikeluarkan Undang-undang Nomor 42 tentang Jaminan Fidusia (disebut Undang-ndang Fidusia dan disingkat UUF). Kehadiran Undang-undang Fidusia diharapkan dapat menyelesaikan seputar permasalahan dalam lembaga jaminan itu. Namun yang terjadi tidak demikian, justru berbagai persoalan timbul, mengenai kepastian hukum, pendaftaran, dan obyeknya, terutama bila menyangkut benda bergerak tidak atas nama. Dalam Undang-undang Fidusia hanya disebutkan karakter atau sifat hak kebendaan, akan tetapi tidak secara eksplisit dan tugas dinyatakan bahwa hak fidusia itu merupakan hak kebendaan. Akibatnya berbagai penafsiran timbul di masyarakat. Padahal mengenai sifat hak jaminan itu harus dinyatakan secara tegas. Sebagai hak kebendaan atau bukan, sebagaimana dalam lembaga jaminan hipotek. Dalam pasal 20 UUF tercermin asas droit de suite, namun daya berlakunya terbatas. Belum lagi kalau berbenturan dengan pihak ketiga yang dilindungi pasal 1977 BW. Ketentuan pasal 20 UUF menimbulkan problem yuridis lanjut sehubungan dengan eksistensi asas hukum dalam pasal 1977 BW. Dalam kaitan itu harus dicermati asas hukum lex .specistist derogat legi generalist (ketentuan khusus mengalahkan ketentuan umum, aturan khusus mengalahkan aturan umum, hukum yang bersifat khusus mengalahkan hukum yang bersifat umum).
Actions (login required)
 |
View Item |
