SYOFYAN HADI, 031143002 (2012) PENGUJIAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2013-hadisyofya-27771-4.abstr-k.pdf Download (111kB) | Preview |
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s2-2013-hadisyofya-27771-full text.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) | Request a copy |
Abstract
Isu hukum yang diangkat dalam penelitian ini adalah karakteristik Perpu dan konstitusionalitas kewenangan MK dalam pengujian Perpu. Penelitian ini adalah peneltian normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, pendekatan historis dan pendekatan kasus. Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Karakteristik Perpu sebagai peraturan perundang-undangan adalah instrumen hukum yang ditetapkan dalam keadaan abnormal/ darurat yakni dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, sehingga Perpu merupakan peraturan perundang-undangan yang bersifat sementara. Karakteristik Perpu tersebut berbeda dengan UU yang merupakan instrumen hukum yang ditetapkan dalam keadaan normal, sehingga UU bersifat tetap. Sehingga secara materiil Perpu memiliki kedudukan dan kekuatan mengikat sama seperti UU. Namun secara formal Perpu berbeda dengan UU, karena berdasarkan Pasal 22 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 Perpu merupakan peraturan yang penetapannya merupakan hak eksklusif Presiden. Oleh karena itu, sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat, berdasarkan Pasal 22 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 Perpu tersebut harus diajukan ke DPR pada masa sidang yang berikut untuk mendapatkan persetujuan. (2) Kewenangan MK dalam pengujian konstitusionalitas Perpu terhadap UUD NRI Tahun 1945 adalah kewenangan yang tidak memiliki dasar konstitusional (inkonstitusional). Karena berdasarkan Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945 MK hanya berwenang untuk menguji konstitusionalitas UU terhadap UUD NRI Tahun 1945. Oleh karena itu, walaupaun secara materiil UU dan Perpu adalah sama, namun secara formal kedunya adalah berbeda, sehingga pengujian Perpu bukan merupakan kewenangan MK baik pengujian secara formal maupun materiil, karena yang boleh diuji oleh MK adalah UU yang secara materiil normanya mengikat, dan secara formal merupakan hasil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden. Dan jika dikaji dengan penafsiran gramatikal, penafsiran sistematis, dan penafsiran original intent (historis), UUD NRI Tahun 1945 hanya memberikan kewenangan kepada MK untuk menguji konstitusionalitas UU terhadap UUD NRI Tahun 1945. Penelitian ini merekomendasikan supaya MPR segera melakukan perubahan terhadap UUD NRI Tahun 1945 karena terdapat beberapa ketentuan dalam Pasal 22 UUD NRI Tahun 1945 yang bersifat ambigu seperti (i) istilah “persidangan yang berikut” harus diperjelas, sehingga terhadap Perpu yang tidak diajukan dan/atau disetujui atau ditolak pada masa sidang terdekat dengan penetapan Perpu harus dinyatakan tidak berlaku lagi karena hukum, ii) mengenai akibat hukum Perpu yang ditolak harus diperjelas dengan klausul “Terhadap peraturan pemerintah itu yang tidak mendapatkan persetujuan DPR tidak berlaku lagi karena hukum”, dan iii) MPR harus segera mengambil sikap mengenai berwenangnya MK dalam pengujian perpu karena yang berwenang untuk menambah, mengurangi atau mencabut kewenangan lembaga negara adalah MPR melalui perubahan UUD NRI Tahun 1945.
Actions (login required)
View Item |