RIO RIZKY TUMBUAN, 030942017 (2011) KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DI DALAM HUKUM WARIS ADAT MINAHASA. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2011-tumbuanrio-19688-tmk581-k.pdf Download (304kB) | Preview |
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s2-2011-tumbuanrio-16445-tmk5811.pdf Restricted to Registered users only Download (778kB) | Request a copy |
Abstract
Pada masyarakat adat Minahasa jika dalam keluarga tidak mempunyai anak terlebih anak laki-laki, maka diperbolehkan untuk mengadopsi anak sebagai penerus keturunan. Kedudukan anak laki-laki dalam keluarga pada masyarakat Minahasa sangatlah penting dalam hal penerusan Marga dari suatu keluarga, Masyarakat adat Minahasa walaupun memakai sistim kekeluargaan Patrilinial tetapi dalam hal sistim Kewarisan memakai sistim Kewarisan Individual. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan pengangkatan anak pada keluarga yang tidak mempunyai anak laki-laki dan bagaimana kedudukannya dalam hukum waris adat pada suku Minahasa. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jika dalam suatu keluarga tidak mempunyai anak terlebih anak laki-laki, agar tidak putus keturunan maka pihak keluarga melakukan pengangkatan anak, jenis pengangkatan anak ada dua macam bentuknya, pengangkatan untuk meneruskan garis keturunan dan tidak meneruskan keturunan. Dalam hal ini untuk jenis pengangkatan anak yang meneruskan keturunan mengakibatkan adanya akibat hukum yaitu anak yang diangkat berhak membawa marga.orang tua angkatnya istilah Suku Minahasa adalah “Fam” , dalam hal mewaris anak angkat dan anak kandung haknya sama. Sedangkan pengangkatan anak yang tidak meneruskan keturunan, tidak mengakibatkan adanya akibat hukum, dimana anak angkat tersebut tidak mendapatkan marga ataupun hak mewaris harta-harta pusaka dari kelurga, pengangkatan ini hanya berdasarkan belas kasih. Apabila terjadi sengketa dalam pembagian harta warisan maka dalam penyelesaian masalahnya masyarakat adat selalu mencari jalan keluar dengan cara melakukan musyawarah keluarga, dan jika belum terjadi kesepakatan dilakukan musyawarah adat untuk memecahkan masalah, dan jika masih belum terjadinya kesepakatan maka dilakukan penyelesaian secara peradilan hukum (pengadilan) yang ada. Akan tetapi pada umumnya masyarakat adat Minahasa tidak mau melakukan penyelesaian masalah dengan cara Peradilan hukum (pengadilan) dikarenakan masyarakat adat Minahasa merasa kekerabatannya tidak terhormat.
Actions (login required)
View Item |