DIAN ALAN SETIAWAN, 031043026 (2011) PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN BENTUK AKTIVITAS PELAKU HACKING DAN CRACKING PADA TINDAK PIDANA KOMPUTER (CYBERCRIME). Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2011-setiawandi-21309-th4011-k.pdf Download (309kB) | Preview |
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s2-2011-setiawandi-17915-th4011.pdf Restricted to Registered users only Download (786kB) | Request a copy |
Abstract
Perkembangan masyarakat IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) dalam berbagai studi menunjukkan korelasi positif dengan perkembangan kriminalitas. Lebih dari dua dekade yang lalu telah muncul apa yang disebut sebagai kejahatan komputer (Computer Crime/Computer Related Crime) sebagai dampak negatif dari perkembangan teknologi komputer. Dalam hal ini peran pelaku yang secara umum dikenal dengan sebutan Hacker (pelaku hacking) atau istilah yang sebenarnya lebih tepat adalah Cracker di Indonesia cenderung mengalami peningkatan yang luar biasa. Dari sekian banyak bentuk cybercrime, hacking dan cracking merupakan salah satu bentuk yang paling penting mengingat aktivitas pelaku hacking dan cracking dalam tindak pidana komputer dapat menjelma menjadi bentuk cybercrime yang lain, yaitu dalam hal ini pencurian/pembobolan kartu kredit milik orang lain, perusakan situs web milik instansi pemerintah/perusahaan, penyebaran virus komputer, pembajakan account milik orang lain. Penanggulangan kejahatan dan tindak pidana komputer melalui aspek hukum sekalipun memiliki arti penting namun masih memerlukan dukungan aspek non yuridis agar tidak terjebak pada paradigma positivistik sempit yang akhirnya justru mengakibatkan kemandulan hukum itu sendiri. Ketika cybercrime bermunculan seiring dengan berkembang pesatnya internet di Indonesia pada awal tahun 2000-an, banyak pelaku hacking dan cracking yang merasa leluasa melakukan aktivitas penyimpangan di dunia maya dengan dalih bahwa hukum Indonesia saat itu belum menjangkau perbuatan mereka. Tetapi nyatanya setelah diberlakukan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada kuartal pertama tahun 2008 hingga saat ini hampir tidak ada kasus-kasus cybercrime yang terungkap dan diproses dengan “Indonesian Cyber Law” tersebut. Penerapan UU ITE secara legalistik justru dalam beberapa kasus telah memakan korban bagi pengguna internet. Kenyataan tersebut menuntut adanya berbagai pendekatan (sosial, teknologi dan hukum) untuk menanggulangi dan mempertanggungjawabkan perbuatan bagi para pelaku hacking dan cracking di dunia maya tersebut.
Actions (login required)
View Item |