OLIVIA CITRA AMANDA, 030510553 N (2009) HARTA PERKAWINAN MASYARAKAT MINANGKABAU SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s3-2010-amandaoliv-11186-tmk250-k.pdf Download (308kB) | Preview |
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s3-2010-amandaoliv-10442-tmk2509.pdf Restricted to Registered users only Download (605kB) | Request a copy |
Abstract
Dalam masyarakat hukum adat tradisional Minangkabau tidak ditemui adanya harta bersama di dalam perkawinan, karena suami sebagai urang sumando tidak mempunyai kedudukan yang kuat di dalam perkawinannya. Laki – laki dalam perkawinan dalam masyarakat tradisional Minangkabau hanya dianggap sebagai “tamu” di dalam rumah gadang keluarga isterinya. Hal ini disebabkan karena suami berada pada malam hari saja di rumah rumah gadang keluarga isterinya, siang harinya suami bekerja untuk memenuhi kebutuhan anak dari saudara – saudara perempuan mereka dan ibu serta saudara – saudara perempuannya. Suami tidak mempunyai tanggungjawab terhadap isteri dan anak – anaknya, yang bertanggung jawab atas kesejahteraan anak dan isterinya adalah mamak dari isterinya (saudara laki – laki dari isterinya). Pada saat itu yang menjadi sumber dari kehidupan sebuah rumah gadang adalah hasil dari pengolahan harta pusaka tinggi. Dalam masyarakat hukum adat saat ini telah dikenal adanya harta bersama dalam perkawinan. Hal ini disebabkan karena seiring dengan pertambahan penduduk yang terjadi sehingga menyebabkan harta pusaka tinggi tidak lagi mencukupi untuk menghidupi sebuah rumah gadang, sehingga sebuah keluarga inti (ayah, ibu dan anak – anak) tidak lagi tinggal bersama dalam satu rumah gadang lagi. Seiring dengan bertambahnya kebutuhan isteri mulai meminta bantuan suami untuk memenuhi kebutuhannya dan anak – anaknya. Lambat laun hal ini mengakibatkan ayah mempunyai tanggung jawab penuh terhadap anak – anak dan isterinya.
Actions (login required)
View Item |