Yuniarti, 090710306 M (2009) General Exception yang Berkaitan dengan Public Health dalam Hukum Investasi Indonesia. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s3-2010-yuniarti-11252-th4309-k.pdf Download (310kB) | Preview |
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s3-2010-yuniarti-10494-th4309.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) | Request a copy |
Abstract
Penanaman modal asing langsung pada dasarnya merupakan implementasi dari kebijakan makro ekonomi suatu negara yang didasarkan pada suatu sistem ekonomi yang dianut. Investasi atau penanaman modal merupakan kebutuhan mutlak suatu negara agar dapat meningkatkan produktifitas nasional, sehingga mampu meningkatkan pendapatan nasional dan pada akhirnya dapat mendorong peningkatan kualitas kesejahteraan rakyatnya. Upaya-upaya dalam rangka melindungi kepentingan nasional dan memaksimalkan keuntungan yang sebesar-besarnya dalam memanfaatkan masuknya modal asing menyebabkan banyak negara penerima modal menerapkan rejim hukum yang bersifat “mengatur” sebagai upaya untuk memanfaatkan dan meningkatkan keuntungan dari penanam modal secara langsung serta untuk mengatur aktifitas perusahaan-perusahaan asing sejalan dengan kepentingan ekonomi nasional. Fakta adanya conflict of interest dalam hukum investasi timbul dalam hal mematuhi perjanjian internasional yang telah disepakati dan diakui sebagai kesepakatan internasional, sehingga terikat dengan prinsip pacta sunservanda. Di sisi lain adanya fungsi Negara untuk melindungi kepentingan umum dinegaranya, dalam hal ini berkaitan dengan kesehatan dalam masyarakat, karena pada dasarnya berdasarkan prinsip hak asasi manusia, setiap orang atau warga negara berhak atas kesehatan dan prasarana kesehatan yang layak. Wabah penyakit menular memiliki dampak yang yang buruk bagi pembangunan. Pada akhir tahun 2000, lebih dari 36 juta orang di dunia menderita HIV/AIDS. Dari total tersebut 16, 4 juta adalah wanita dan 1.5 juta adalah anak-anak. Lebih dari 90 persen kasusnya terjadi di negara-negara berkembang. Banyaknya wabah penyakit menular yang terjadi di negara-negara berkembang tidak diikuti dengan tersedianya pengobatan yang memadai bagi penderita. Hal ini dikarenakan tingginya harga obat-obatan dan terbatasnya akses yang dapat dijangkau oleh negara-negara berkembang. Konflik ini disebabkan oleh adanya perlindungan paten yang diwujudkan dalam deklarasi TRIPS dalam WTO yang mengijinkan pemilik paten yang dipegang oleh perusahaan farmasi untuk memproduksi maupun memasarkan produknya. Penyebaran wabah penyakit menular sehingga dapat mengancam ketahanan suatu bangsa menjadi perhatian dunia. Hal ini terlihat dari adanya perkecualian dalam kesepakatan WTO terhadap bidang public health dan menjadi pembahasan yang lebih fokus pada deklarasi TRIPs and public health. Ketentuan dalam deklarasi ini berlandaskan pada adanya kesadaran adanya perlindungan hak kekayaan intelektual pada obat-obatan berakibat harga obat di pasaran menjadi mahal sehingga membatasi akses masyarakat dan negara-negara dunia ketiga terhadap obat-obat paten tersebut, padahal obat-obatan tersebut sangat dibutuhkan oleh negara-negara dunia ketiga. Hal ini kemudian mendorong ditetapkannya kesepakatan untuk mengadakan pengecualian dari hak paten ini dengan kriteria yang telah ditentukan, yaitu bahwa berdasarkan prinsip kedaulatan negara setiap negara berhak untuk menentukan sendiri kriteria penerapan pengecualian public health oleh suatu negara yang ditentukan berdasarkan ‘keadaan bahaya’ (emergency) dalam suatu negara ataupun kondisi yang bersifat ‘amat mendesak’ (extreme urgency) yang dapat dipahami bahwa termasuk kondisi kesehatan masyarakat, termasuk di dalamnya HIV/AIDS, TBC, malaria dan wabah penyakit menular (epidemic) lainnya dapat dianggap sebagai darurat nasional. Perwujudan prinsip kedaulatan ini dapat diterapkan dalam hal penanaman modal. Pemerintah memiliki kedaulatan penuh untuk mengatur penanaman modal. Karena bidang penanaman modal merupakan bidang yang sarat dengan aturan, hal ini karena bidang ini bersinggungan dengan kepentingan masyarakat dan kepentingan negara secara luas. Dimungkinkannya penetapan status “emergency” berdasarkan kepentingan umum negara karena kepentingan masyarakat atas obat-obatan esensial yang murah dapat melatarbelakangi kebijaksanaan pemerintah dalam bidang penanaman modal. Tentunya penetapan tersebut harus terlebih dahulu diteliti mengenai status penyakit menular yang terjadi, tahap awal dari penetapan tersebut adalah diketahui adanya pandemi. Fakta tersebut membuka pemikiran bahwa adanya perkecualian dibidang tertentu, terutama kesehatan sangat diperlukan demi mempromosikan dan menanggulangi penyakit yang mewabah di negara-negara berkembang. Ditingkat nasional para pembuat kebijakan, terutama yang berhubungan dengan kesehatan semakin tertarik dengan hubungan keterkaitan antara perdagangan, investasi dan kesehatan. Berdasarkan pertimbangan ini, muncul kesadaran bahwa terkadang untuk kepentingan nasionalnya suatu negara perlu mengeluarkan kebijakan publik yang berlawanan dengan ketentuan-ketentuan dan tujuan GATT, kesadaran ini diwujudkan dalam bentuk perkecualian-perkecualian umum (general exceptions), yaitu ketentuan yang mengijinkan negara anggota WTO untuk melakukan perkecualian dalam melakukan kewajiban dari ketentuan-ketentuan GATT untuk melindungi kepentingan publik di negaranya
Actions (login required)
View Item |