BILQIS FADHILAH, 030810119 M (2009) Pelayanan Perizinan di Daerah dalam Mewujudkan Good Governance. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s3-2010-fadhilahbi-11260-th510-k.pdf Download (309kB) | Preview |
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s3-2010-fadhilahbi-10501-th5109.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) | Request a copy |
Abstract
Dengan ditetapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana Undang-undang ini telah memberikan perluasan otonomi kepada pemerintah kabupaten/kota untuk melaksanakan urusan rumah tangganya dan membiayai sendiri kegiatan/kebijakan tersebut. Berdasarkan Pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) berasal dari : Hasil pajak daerah; Hasil Retribusi daerah; Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD yang sah. Dengan demikian berdasarkan ketentuan tersebut, pajak dan retribusi daerah merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber pendapat daerah untuk membiayai pembangunan di daerah. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, yang ditindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah telah ditetapkan bahwa Retribusi Daerah dibedakan dalam 3 jenis, yaitu : Retribusi jasa Usaha; Retribusi Jasa Umum; dan Retribusi Perizinan Tertentu. Dengan ditetapkan bahwa salah satu bentuk retribusi yang dapat dipungut di daerah adalah Retribusi atas perizinan tertentu, maka sejak diberlakukannya perluasan otonomi daerah di beberapa pemerintah kabupaten/kota di Indonesia terdapat beberapa peraturan daerah yang mengatur perizinan dengan dikenai penarikan pungutan berupa retribusi. Hal ini menimbulkan pergeseran fungsi dari “izin” sebagai instrumen yuridis pencegahan, beranjak menjadi sarana bagi daerah-daerah untuk menggali sumber pendapatan daerah (PAD). Dengan demikian perlu adanya kriterian terhadap penetapan izin yang dapat dikenai pajak atau retribusi serta mekanisme kontrol (pengawasan) terhadap peraturan daerah yang menetapkan kebijakan perizinan yang dikenai pajak atau retribusi.
Actions (login required)
View Item |