WAHYU KURNIAWAN, 031043117 (2013) KONSTRUKSI HUKUM OUTSOURCING DAN PKWT MENURUT MAHKAMAH KONSTITUSI. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2013-kurniawanw-28674-5.abstr-k.pdf Download (182kB) | Preview |
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s2-2013-kurniawanw-28674-FULLk.pdf Restricted to Registered users only Download (631kB) | Request a copy |
Abstract
Outsourcing dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dipahami sebagai pengalihan pekerjaan oleh perusahaan pengguna jasa pekerja, kepada perusahan penyedia jasa pekerja. Dalam Undang-undang ketenagakerjaan ditentukan bahwa pekerjaan yang dapat dialihkan kepada penyedia jasa pekerja adalah pekerjaan penunjang, sedangkan pekerjaan utama dilarang di-outsourcingkan. Akan tetapi didalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 tidak menegaskan suatu jenis kegiatan yang merupakan pekerjaan utama dan pekerjaan penunjang, Undang-Undang Ketenagakerjaaan hanya menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pekerjaan penunjang adalah kegiatan yang tidak berhubungan dengan proses produksi diluar kegiatan pokok perusahaan. Konstruksi hukum outsourcing dalam UU No.13 Tahun 2003 sebenarnya sudah tepat, jika ketentuan yang ada dalam UUK ditaati, outsourcing sebenarnya tidak merugikan pekerja, namun yang terjadi dilapangan yaitu banyaknya penyimpangan-penyimpangan outsourcing oleh perusahaan outsourcing. Bentuk-bentuk penyimpangan outsourcing yaitu pekerjaan utama dioutsourcingkan, penyunatan upah pekerja oleh outsourcing dan tidak memberikan jaminan kelanjutan kerja serta minimnya perlindungan hak-hak pekerja yang dilindungi konstitusi. Dengan banyaknya penyimpangan tersebut dapat dipahami bahwa hubungan kerja dengan penyedia tenaga kerja sangat merugikan pekerja. Hingga saat ini para pekerja melawan sistem outsourcing dan pekerja kontrak tidak pernah berhenti, yaitu Didik Supriadi mewakili Aliansi Petugas Pembaca Meteran Listrik Indonesia (AP2MLI) mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi, dimana Undang - Undang No 13 tahun 2003 tentang kenagakerjaan perlu diuji dengan UUD 1945 pada pasal 59 yang mengatur tentang perjanjian kerja waktu tertentu dan pasal 64, pasal 65 serta pasal 66 mengenai outsourcing. Perjuangan Didik Supriadi yang mewakili Aliansi Petugas Pembaca Meteran Listrik Indonesia (AP2MLI) membuahkan hasil. Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Didik yaitu pasal 65 ayat (7) dan pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan hanya bertentangan dengan secara bersyarat dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Actions (login required)
View Item |