Weldy Agiwinata, 031214153037 (2014) KONVENSI KETATANEGARAAN SEBAGAI BATU UJI DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2014-agiwinataw-31415-5.abstr-k.pdf Download (94kB) | Preview |
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s2-2014-agiwinataw-31415-full text.pdf Restricted to Registered users only Download (467kB) | Request a copy |
Abstract
WELDY AGIWINATA (031214153037), Konvensi Ketatanegaraan Sebagai Batu Uji Dalam Pengujian Undang-Undang Di Mahkamah Konstitusi. Dibimbing oleh Radian Salman. Peneltian ini bertujuan untuk menganalisis secara normatif, penggunaan konvensi ketatanegaraan sebagai sumber hukum dan dasar hukum oleh Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-undang dan menguraikan secara mendalam makna konvensi ketatanegaraan sebagai hukum yang tidak tertulis. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, pendekatan kasus, dan pendekatan perbandingan. Pengumpulan bahan melalui metode studi literatur, dengan bahan hukum primer dan sekunder. Selanjutnya bahan hukum dikaji berdasarkan pendekatan yang digunakan untuk menjawab isu hukum dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukan : 1). Kedudukan konvensi ketatanegaraan tidak dapat dimasukan kedalam hierarki peraturan perundang-undangan, hanya saja konvensi ketatanegaraan merupakan nilai-nilai dari konstitusi yang tidak dapat dipisahkan dan apabila merujuk kepada pengertian dari konsep konvensi sendiri yang merupakan hukum yang tidak tertulis maka sudah jelas konvensi ketatanegaraan tidak bisa dimasukan kedalam hierarki peraturan perundang-undangan yang tertulis yang ada di Indonesia, dikarenakan akan menghilang esensi dari konsep konvensi ketatanegaraan yang merupakan hukum tidak tertulis. 2). Keberadaan konvensi ketatanegaraan inilah yang melapisi dari kelemahan peraturan perundang-undangan untuk mengatur seluruh kehidupan bernegara yang dapat dijadikan sebagai pendamping dari konstitusi tertulis dan dijadikan sebagai alat ukur oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga nilai-nilai ataupun kebiasaan ketatanegaraan yang selama ini telah ada dan dihormati harus tetap diperhatikan. Disisi lain juga untuk menjaga nilai yang dianggap “”sakral” atau dianggap tidak mungkin untuk merubah UUD secara cepat dikarenakan adanya masalah ketatanegaraan, maka UUD yang bersifat rigid tersebut harus tetap relevan digunakan dalam kondisi seperti itu dengan memperhatikan kebiasaankebiasaan ketatanegaraan untuk mendinamisasikan antara UUD dan peraturan perundangundangan dibawahnya agar tidak adanya kekosongan hukum, inilah yang kemudian menurut penulis yang menjadi ratio decindendi penggunaan konvensi ketatanegaraan oleh Mahkamah Kontitusi sebagai salah satu batu uji dalam masalah pengujian undang-undang.
Actions (login required)
View Item |