I KETUT SUADIARTHA, 031141014 (2012) KEBIJAKAN PENYIDIKAN PEMBERANTASAN INDAK PIDANA KORUPSI. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2015-suadiartha-37069-2.abst-k.pdf Download (31kB) | Preview |
|
Text (FULLTEXT)
Binder15.pdf Restricted to Registered users only Download (462kB) | Request a copy |
Abstract
Korupsi dalam berbagai bentuknya dialami baik oleh Negara maju maupun Negara berkembang, tidak ada satu negarapun didunia ini bebas korupsi sama sekali. Namun dinegara berkembang seperti halnya yang terjadi di Indonesia korupsi ini memang lebih parah. Dalam sejarah perkembangan perundang undangan yang mengatur korupsi terlihat adanya upaya upaya yang rasional dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Dari peraturan peraturan yang pernah ada hingga undang undang No. 20 tahun 2001 menunjukkan adanya perubahan pembaharuan hukum pembaharuan hukum ini tidak hanya terbataspada substansi atau segi segi materiil dari korupsi saja namun juga hukum formilnya. Terdapat berbagai kendala ditemui penyidik dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi sehingga mengakibatkan proses hukum tidak pidana korupsi tersebut menjadi tidak jelas atau tidak berjalan . Penegakan hukum meliputi fungsi refresif dan prepentif. Funsi refresif mencangkup masalah penuntutan dalam perkara pidana, melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan , melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusanlepas bersyarat, melengkapi berkas tertentu yang berasal dari Penyidik POLRI dan PPNS serta keperdataan dan tata usaha negara, sedangkan funsi preventif berupa peningkatan kesadaran hukum masarakat, pengamanan kebijakan penegakan hukum , pengamanan barang cetakan, pengawasan aliran kepercayaan, pencegahan, penyalah gunaan dan atau penodaaan agama penelitian dan pengembangan hukum statistik kriminal. Kendala yang dihadapi penyidik dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi yaitu kendala yuridis dan non yuridis, kendala yuridis yaitukendala yang dijumpai dalam peraturan perundang undangan semuanya terkait ijin dari atasan pejabat yang berwenang sedangkan kendala non yuridis pada intinya suatu pro9ses yang sudah ditentukan dalam norma norma hukum positif dimana dalam proses tersebut harus dilalui tahapan tahapan agar penerapan hukum dapat menghasilkan keadilan dan kepastian huum. Sentralisasi policy penanganan perkara akan menciptakan peluang adanya intervensi Pimpinan Kejaksaan yang lebih tinggi, bahkan juga penyimpangan pada level pengendali langsung. Hal yang sama dengan karakter pertanggung jawaban hirarkis. Yang mebawa konskwensi bahwa semua polisy harus dipertanggung jawabkan kepada pimpinan . hal ini menyebabkan semua hal harus dimintakan petunjuk dan persetujuan pimpinan. Sistimkomando juga menempatkan aparat pelaksana sebagai pekerja harus taat dengan perintah atasannya.
Item Type: | Thesis (Thesis) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK-2 TH.19/15 Sua k | ||||||
Uncontrolled Keywords: | KEBIJAKAN PENYIDIKAN, TINDAK PIDANA KORUPSI | ||||||
Subjects: | K Law > K Law (General) > K1-7720 Law in general. Comparative and uniform law. Jurisprudence > K(520)-5582 Comparative law. International uniform law > K5000-5582 Criminal law and procedure > K5015.4-5350 Criminal law | ||||||
Divisions: | 03. Fakultas Hukum > Magister Ilmu Hukum | ||||||
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Depositing User: | Nn Husnul Khotimah | ||||||
Date Deposited: | 23 Oct 2016 17:45 | ||||||
Last Modified: | 23 Oct 2016 17:45 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/39540 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |