Lucia Tri Suwanti, drh. MP and Mufasirin, Drh. M.Si (2008) DETEKSI TOXOPLASMA GONDII PADA TELUR AYAM BURAS YANG DI JUAL SEBAGAI CAMPURAN JAMU DI KOTA SURABAYA MENGGUNAKAN UJI BIOLOGIS. UNIVERSITAS AIRLANGGA. (Unpublished)
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-res-2008-authorsuwa-6609-lp07_08-k.pdf Download (423kB) | Preview |
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-res-2008-authorsuwa-6609-lp07_08-r.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) | Request a copy |
Abstract
Toksoplasmosis merupakan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia. Salah satu penularan toksoplasmosis dari hewan ke manusia dapat melalui termakannya makanan yang terkontaminasi Toxoplasma. Telur ayam buras adalah salah satu jenis bahan pangan asal hewan yang banyak dikonsumsi masyarakat di Kota Surabaya termasuk digunakan sebagai campuran jamu siap minum. Hasil penelitian yang dilakukan Mufasirin dkk (2002) tentang keberadaan antigen T. gondii (100%) pada telur ayam buras perlu diteliti lebih lanjut dengan uji biologis sehingga diketahui seberapa besar fakta bahan infektif (T. gondii hidup) tersebut ada pada telur. Diharapkan dengan adanya data data akurat toksoplasmosis pada telur ayam buras, masyarakat dapat berhati-hati sehingga penularan toksoplasmosis dapat dicegah. Sampel telur ayam buras diambil dari sejumlah 30 pedagang jamu di lima wilayah Kota Surabaya yang meliputi Surabaya Tengah, Utara, Barat, Selatan dan Timur. Masing-masing pedagang diambil sampel 1 butir telur. Sampel selanjutnya dibawa ke laboratorium dan dilakukan pemisahan antara putih telur dan kuning telur. Sebagai hewan coba digunakan mencit strain Balh/C yang diperoleh dari Unit Hewan Coba, Fakultas Kedokteran Hewan Unair. Sebanyak 1 gram kuning telur dan l gram putih telur sampel telur ayam buras dimasukkan ke cawan plastik steril dan dilakukan pencernaan dengan menambahkan larutan tripsin-HCI 2% sebanyak 10 ml dan dicampur sampai rata. Larutan kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit. Di dalam inkubator, setiap 10 menit larutan diaduk untuk menjaga agar sampel tetap larut dalam larutan pencerna (tripsinHCl). Setelah 30 menit, larutan disaring dengan kain kasa rangkap tiga yang steril dan filtrat yang didapatkan dimasukkan ke dalam tabung sentrifus. Larutan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit pada suhu ruang. Supernatan dibuang dan pelet yang didapatkan dicuci dengan cara menambahkan larutan NaCl fisiologis. Pelet kemudian diresuspensi sampai homogen dan disentrifugasi dengan cara yang sama seperti cara di atas. Supernatan dibuang dan pelet dilakukan pencucian lagi sampai 3 kali dengan cara yang sama. Setelah bersih, pelet dilarutkan dalam 1 ml NaCl fisiologis dan dinokulasikan pada 2 ekor mencit masing-masing sebanyak 0,3 ml secara intra peritoneal menggunakan spuit ukuran I ml. Mencit yang sudah diinokulasi kemudian dipelihara di dalam kandang dengan pakan dan minum ad libitum. Setiap hari mencit diamati untuk melihat gejala klinis dan kebengkakan pada daerah perut. Satu minggu setelah inokulasi, satu ekor mencit dikorbankan dan dilakukan pembedahan pada bagian perut untuk mengetahui keberadaan takizoit T. gondii. Bahan pemeriksaan diambil dengan cara irigasi 0,5 ml NaCl fisiologis yang dimasukkan ke dalam rongga perut mencit dan hasil pencucian diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 400X dan 1000X. Cairan intraperitoneal selain diperiksa secara natif juga dibuat ulas tebal pada gelas obyek dan dilakukan pewarnaan menggunakan Giemsa 20%. Satu bulan setelah inokulasi, sisa mencit (satu ekor) dikorbankan dan dilakukan pemeriksaan kista dengan cara pemeriksaan tekan otak. Selain dilakukan pemeriksaan uji tekan otak, otak mencit hasil pembedahan satu bulan setelah inokulasi dibuat preparat histopatologi untuk melihat keberadaan kista dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin Pemeriksaan sampel untuk melihat kista jaringan otak dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 400X dan 1000X. Sampel dinyatakan positif apabila ditemukan takizoit pada cairan inraperitoneal dan atau kista jaringan. Data yang didapatkan ditabulasikan dan dihitung angka kejadiannya menggunakan rumus prevalensi (Multi, 1994). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian T. gondii pada telur ayam buras yang dijual sebagai campuran jamu di Kota Surabaya sebesar 5 sampel (16,7 %) dari 30 sampel telur yang diperiksa. Sampel yang terinfeksi T. gondii terdiri dari 4 sampel dari putih telur (80%) dan 1 sampel kuning telur (20%). Disarankan agar sebelum mengkonsumsi telur ayam buras dilakukan manipulasi sehingga agen infektif T. gondii inaktif.
Item Type: | Other | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKC KK LP 07/08 Suw d | ||||||
Uncontrolled Keywords: | DETEKSI TOXOPLASMA GONDII; TELUR AYAM BURAS; JAMU | ||||||
Subjects: | R Medicine R Medicine > R Medicine (General) > R5-130.5 General works |
||||||
Creators: |
|
||||||
Depositing User: | Nn Deby Felnia | ||||||
Date Deposited: | 28 Oct 2016 23:23 | ||||||
Last Modified: | 28 Oct 2016 23:23 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/40488 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |