Dian Kusumawati, dr (2010) PERBANDINGAN KEMAMPUAN BERBAHASA DAN PRODUKSI BAHASA ANTARA CONSTRAINT INDUCED APHASIA THERAPY DENGAN TERAPI WICARA METODE STANDAR PADA PENDERITA AFASIA BROCA KRONIK PASCA STROKE. UNIVERSITAS AIRLANGGA. (Unpublished)

	Text (FULL TEXT) gdlhub-gdl-res-2011-kusumawati-17930-ppdsifr-p.pdf Restricted to Registered users only Download (778kB) | Request a copy
Preview	Text (ABSTRAK) gdlhub-gdl-res-2011-kusumawati-21327-ppdsifr-k.pdf Download (89kB) | Preview

Abstract

Fungsi berbahasa merupakan komponen paling penting dalam fungsi luhur, karena ciri khas manusia adalah kemampuan untuk mencurahkan isi pikiran dan perasaannya melalui fungsi berbicara dan berbahasa. Modalitas atau cara berbahasa meliputi modalitas verbal, grafis (tulisan atau simbol visual lainnya), dan gestural (mimik, pantomimik, dan isyarat). Bahasa memiliki fungsi reseptif (bahasa dipergunakan untuk memahami atau menginterpretasikan berbagai rangsangan yang diterima sehingga berbentuk suatu konsep pengertian), dan fungsi ekspresif (bahasa dipergunakan untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, dan kemauan melalui simbol yang dapat dimengerti oleh orang lain).1,2,3,4 Afasia didefinisikan sebagai gangguan berbahasa yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak. Penyebab tersering adalah stroke (85%), diikuti oleh cedera kepala, tumor otak, dan kelainan degenerasi (15%).5,6,7,8,9,10 Data mengenai insiden afasia di USA sangat terbatas, dan diperkirakan sekitar 20% dari penderita stroke akan jatuh pada kondisi afasia. Lebih dari 700.000 kasus stroke terjadi per tahunnya, sehingga diperkirakan terdapat 170.000 kasus afasia baru per tahun.7 Di Indonesia tidak tersedia data tentang angka kejadian stroke dan afasia. Untuk kota Surabaya, tersedia data angka kejadian stroke pada tahun 1996 sekitar 1400 penderita stroke baru yang tercatat dari 5 rumah sakit pemerintah dan swasta, dengan jumlah penduduk sekitar 2,3 juta dan dari tahun ke tahun didapatkan kecenderungan peningkatan jumlah kasus.11

Actions (login required)

View Item