Sulikah Asmorowati, S.Sos., MDev.St. and Bintoro Wardiyanto, Drs., M.Si. (2006) PEMBERDAYAAN ATAU PEMBEBANAN? DAMPAK KREDIT MIKRO UNTUK WANITA DALAM RANGKA PENCANANGAN TAHUN KEUANGAN MIKRO INDONESIA 2005. UNIVERSITAS AIRLANGGA, Surabaya. (Unpublished)
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-res-2008-asmorowati-6579-lp2608-k.pdf Download (597kB) | Preview |
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-res-2008-asmorowati-6579-lp2608-p.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) | Request a copy |
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak kredit mikro yang mentargetkan perempuan bagi para perempuan penerimanya. Fokusnya adalah apakah kredit mikro bagi para perempuan ini mengarah pada pemberdayaan atau sebaliknya justru mengarah pada pembebanan terhadap kaum perempuan yang menjadi kelompok sasarannya, sehingga semakin memperkuat tripple burden of women, yaitu dimana perempuan harus melakukan fungsi reproduksi, produksi dan fungsi sosial di masyarakat. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pencanangan program aksi penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sekaligus pencanangan tahun 2005 sebagai tahun keuangan mikro Indonesia. Pencanangan ini menunjukkan keberpihakan pemerintah atas peran UMKM, yang jumlahnya telah mencapai 42 juta atau 99,85% dari total usaha yang ada di Indonesia. Sebagai suatu program yang memberikan akses kredit yang lebih luas kepada kaum miskin, kredit mikro telah dianggap sebagai suatu program kunci bagi upaya pemberantasan kemiskinan, mengingat selama ini masyarakat miskin mendapat banyak halangan untuk mengakses sistem atau lembaga perbankan lainnya. Menariknya, akhir-akhir ini terdapat penekanan akan pentingnya kredit mikro untuk mengatasi kemiskinan dikalangan perempuan dan bahkan kredit mikro telah dianggap sebagai sarana untuk memberdayakan perempuan. Jelasnya, perempuan memegang peranan penting dalam mentransfer kredit mikro ke keluarga mereka. Namun, apakah para perempuan yang menjadi kelompok sasaran atau penerima kredit mikro itu benar-benar diuntungkan atau dalam hal ini diberdayakan? atau sebaliknya dengan menjadi penerima kredit mikro maka para perempuan dengan peran domestiknya justru semakin dibebani. Penelitian ini bersifat deskriptif, dimana peneliti berupaya menggambarkan bagaimana dampak kredit mikro untuk perempuan. Populasi penelitian ini adalah perempuan yang menjadi penerima -kredit mikro yang dikelola oleh Asosiasi Pendukung Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK) Lembaga Widya Darma yang berkantor di Jl. Dukuh Kupang Timur Surabaya. Informan diambil secara purposive. Teknik ini digunakan dengan nalar bahwa kita sudah mengetahui secara jelas kriteria sampel yakni para perempuan penerima kredit mikro. Sampai akhir penelitian, informan berjumlah 22 orang yang terdiri dari 20 perempuan penerima kredit mikro dan 2 orang staf ASPPUK. Data dikumpulkan lewat wawancara secara langsung dengan pedoman wawancara bersifat terbuka. Studi literatur dan teknik observasi juga digunakan untuk mendukung data hasil wawancara. Data-data ini sclanjutnya dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa program kredit mikro, khususnya yang dikelola oleh Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK) berkontribusi baik kepada pemberdayaan maupun pembebanan perempuan. Kredit mikro dapat memberdayakan perempuan karena dengan kredit mikro maka akses perempuan terhadap sumber daya personal tcrmasuk akses terhadap pendapatan, dan kerja yang berorientasi pasar. Selain itu, pemberdayaan perempuan dapat dilihat dari akses perempuan terhadap sumber daya publik, yaitu akses perempuan terhadap pengambilan keputusan dan pengelolaan pinjaman, serta kontrol perempuan terhadap tubuh mereka, dimana kredit mikro berkontribusi terhadap penurunan tindak kekerasan kepada perempuan. Namun, kredit mikro juga dapat membebani perempuan penerimanya, karena kredit semacam ini semakin melegitimasi beban ganda perempuan dimana selain bertanggung jawab terhadap pekerjaan domestik, perempuan mempunyai beban untuk bisa mencukupi kebutuhan keluarga yang seharusnya adalah tanggung jawab kepala keluarga (yaitu suami mereka). Dengan kata lain program seperti kredit mikro ini memfokuskan diri hanya pada satu aspek yaitu problem perempuan untuk mengakses keuangan dan pendapatan keluarga, namun program seperti ini lupa mempertimbangkan bagaimana waktu para perempuan telah sedemikian terbatas untuk aktivitas domestik, sehingga semakin memperkuat tripple burden of women, yaitu bahwa perempuan harus melakukan fungsi reproduksi, produksi dan fungsi sosial di masyarakat. Sebagai saran program kredit mikro yang merupakan upaya atau solusi jangka pendek dan jangka menengah terbaik untuk membantu perempuan yang termarginalisasi, sangat berpotensi untuk mengembangkan kapasitas perempuan untuk bisa mandiri (self sustainable:). Namun, untuk bisa mencapai tujuan kemandirian itu diperlukan upaya¬-upaya jangka panjang seperti sosialisasi gender baik untuk kaum perempuan maupun laki-laki untuk mempromosikan kesetaraan gender. Selain itu, Kredit mikro akan mampu memberdayakan perempuan target groupnya jika diikuti dengan aktivitas lanjutan seperti pendidikan/pelatihan baik tentang manajemen dan pengembangan usaha, penguasaan ketrampilan teknis produksi, jaringan pasar, dan lain sejenisnya. Yang terpenting, dengan mengadopsi pengertian pemberdayaan (empowerment) sebagai ekspansi dari serangkaian pilihan yang ada untuk perempuan, maka jawaban untuk pertanyaan tentang apakah kredit mikro memberdayakan atau sebaliknya justru membebani perempuan akan tergantung sepenuhnya pada pilihan perempuan sebagai individu. Dengan demikian jika seorang perempuan memilih untuk mentransfer kredit yang diperolehnya kepada suaminya, maka dapat dikatakan bahwa perempuan tersebut berdaya karena itulah yang menjadi pilihannya. Selain itu, penentuan tujuan harus juga menjadi perhatian dalam desain suatu program kredit mikro, sehingga menjadi jelas apakah suatu program kredit mikro harus bertanggung jawab pada pembangunan kapasitas sosial (social capacity building), seperti pemberdayaan ataukan hanya melayani kebutuhan keuangan kelompok miskin yang menjadi target group-nya. Jika suatu program kredit mikro hanya bertujuan sebagai institusi financial untuk memenuhi kebutuhan keuangan kelompok sasarannya, maka tidak perlu memfokuskan diri pada isu sosial yang lebih dalam seperti pemberdayaan, melainkan hanya berfokus pada keberlanjutan finansial (financial sustainability). Sebaliknya jika tujuan suatu program kredit mikro adalah untuk membangun kapasitas sosial, maka daripada hanya berkonsentrasi pada aspek ekonomi kemiskinan, program tersebut harus lebih memfokuskan diri pada aspek non ekonomi kemiskinan, seperti upaya-upaya pemberdayaan melalui pendidikan/pelatihan).
Actions (login required)
View Item |