JOHNY ALFIAN KHUSYAIRI, S.Sos. and MUHAMMAD NURDIN RAZAK, S.Sos. (2005) AKULTURASI ALA CINA MUSLIM DI SURABAYA. UNIVERSITAS AIRLANGGA, Surabaya. (Unpublished)
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s1-2008-khusyairij-6307-kkbkk-2-k.pdf Download (534kB) | Preview |
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s1-2008-khusyairij-6307-kkbkk-2-7.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) | Request a copy |
Abstract
Agama merupakan suatu pedoman hidup yang digunakan oleh para penganutnya, dalam menginterpretasikan segala tingkah laku serta pandangan terhadap lingkungan sekitarnya. Dari hasil interpretasi ini, para penganut agama akan memperoleh suatu perasaan yang tenang jika menghadapi permasalahan tertentu. Kecenderungan seseorang untuk memperoleh rasa aman akan mendorong orang tersebut untuk melakukan berbagai aktifitas keagamaaan yang diyakininya. Fenomena perpindahan agama jika dilihat dari penjelasan diatas merupakan hal yang bisa dan biasa terjadi. Hal ini disebabkan karena setiap orang memiliki naluri untuk berusaha memperoleh rasa aman melalui agama yang di peluknya. Dan ini berlaku juga bagi etnik Tionghoa yang memeluk agama Islam. Rasa aman yang akan didapat oleh seorang muslim Tionghoa dapat berupa ketenangan pribadi, rasa aman secara ekonomi,dan sosial. Perpindahan agama pada dasarnya akan mengubah pandangan hidup seseorang, Islam memberikan berbagai pedoman hidup yang harus digunakan oleh penganutnya dalam kehidupan. Seseorang yang masuk Islam tentu akan berusaha memahami ajaran Islam sebaik mungkin dengan mulai meninggalkan ajaran-ajaran yang dianutnya terda¬hulu. Lingkungan mempunyai peran yang cukup besar dalam proses keislaman seorang etnik Tionghoa. Lingkungan ini dapat berasal dnri Lingkungan keluarga atau lingkungan sekitar. Lingkungan keluarga adalah Lingkungan dimana seorang individu mempunyai sebagai anak, suami atau istri. Lingkungan ini ditandai oleh adanya interaksi yang intensif diantara mereka. Namun dengan intensifnya komunikasi ini tidak menjamin perpindahan seseorang ke agama lain. Lingkungan sekitar adalah lingkungan dimana individu tinggal dan bermasyarakat. Lingkungan mcncakup lingkungaan kerja, lingkungan kerabat dan lingkungan pergaulan. Pada kedua lingkungan ini terdapat faktor¬-faktor yang mendorong sekaligus menentang proses keislaman seseorang. Agama Islam tidak membeda-bedakan etnik, tingkat ekonomi, pangkat, golongan, dan status sosial dari penganutnya. Selama umat Islam adalah sama dihadapan Allah SWT, tetapi yang membedakan hanya keimanan dan ketakwaannya. Namun, pada masyarakat masih terdapat pandangan yang melihat dan menganggap adanya kejanggalan terhadap etnik Tionghoa yang masuk Islam. Flat ini didasari oleh persepsi masyarakat tersebut bahwa etnik Tionghoa identik sebagai pemeluk agama non Islam. Kejanggalan yang terjadi dimasyarakat didasari atas peran Belanda yang membagi Masyarakat Indonesia pada masa penjajahan ke dalam tiga lapisan, yaitu lapisan atas adalah orang-orang Eropa, lapisan tengah adalah orang-orang Asia Timur Asing termasuk orang-orang Tionghoa, dan lapisan bawah yang disebut Pribumi yang mayoritas beragama Islam. Sehingga Islam masih dipersepsikan sebagai agama orang Pribumi saat itu. Disamping itu peran Belanda cukup besar dalam menekan Islam dengan memberikan citra yang negatif kepada masyarakat Tionghoa saat itu, sehingga sebagian besar dari mereka memeluk agama non Islam. Persepsi tentang kejanggalan orang Tionghoa masuk sejarah masuknya Islam berlawanan dengan perjalanan sejarah masuknya Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa yang banyak disebarkan oleh Muslim yang berasal dari daratan Cina. Ekspedisi Muslim Tionghoa ke Pulau Jawa yang pertama dipimpin oleh seorang Laksamana II. Muhammad Zheng He yang lebih dikenal dengan nama Sam Po Kong. Peninggalan Sam Po Kong di Semarang adalah sebuah masjid yang sekarang berubah fungsinya menjadi sebuah klenteng. Dikalangan Wali Sanga, terdapat seorang; yang masih keturunan Tionghoa. Wall tersebut adalah Raden Rahmad yang lebih dikenal dengan nama Sunan Ampel, yang dahulu bernama Bong Swi Hoo. Dari tersebut diatas diketahui bahwa dipeluknya Islam di kalangan etnik Tionghoa tidak saja terjadi di masa kini, tetapi sudah dimulai kira kira pada abad 7 Masehi. Dalam perkembangan lcbih Ianjut. muslim Tionghoa membentuk wadah komunikasi. Wadah tersebut dulunya bernama Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) yang pada akhirnya berubah menjadi Pembina iman Tauhid Islam, tanpa merubah eksistensinya yaitu sebagai komunikasi antara Tionghoa muslim dengan Pribumi muslim. Seorang Tionghoa yang masuk Islam tidak dapat diidentikkan dengan PITI, karena keanggotaan PITI bersifat tidak mengikat. Tetapi, dalam proses keislaman seorang, Tionghoa. ia selalu disarankan untuk berhubungan denaan PITI yang bertujuan meningkatkan pemahaman tentang Islam
Item Type: | Other | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK-2 LP 01/07 Khu a | ||||||
Uncontrolled Keywords: | Perpindahan agama | ||||||
Subjects: | B Philosophy. Psychology. Religion > BL Religion > BL1800-1975 China B Philosophy. Psychology. Religion > BL Religion > BL624-627 Religious Life B Philosophy. Psychology. Religion > BP Islam. Bahaism. Theosophy, etc > BP174-190 The practice of Islam |
||||||
Divisions: | 07. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unair Research > Non-Exacta |
||||||
Creators: |
|
||||||
Depositing User: | Nn Elvi Mei Tinasari | ||||||
Last Modified: | 09 Sep 2016 09:55 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/43032 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |