DYAH SETTYORINI, 079615280
(2002)
PERUBAHAN BENTUK DAN MAKNA DALAM TRADISI MANGANAN ( Kajian Deskriptif tentang kepercayaan lokal di Desa Sambeeng dan Desa Besah, Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bojonegoro).
Skripsi thesis, Universitas Airlangga.
Abstract
ABSTRAK
Di dalam sistem keyakinan atau kepercayaan masyarakat Jawa, leluhur dianggap dapat memberikan keselamatan dan juga dianggap sebagai pelindung bagi mereka, keluarga dan seluruh desa mereka. Oleh karena itu, para leluhur dimuliakan atau diagungkan. Biasanya para leluhur ini disebut dengan salah satu istilahnya yaitu sebagai danyang atau sing mbaurekso. Cara memuliakan atau mengagungkan para leluhur itu dilakukan selamatan yang disebut dengan nyadran. Begitu pula yang terjadi pada Desa Sambeng dan Desa Besah. Kedua desa ini juga mengadakankan selamatan untuk desa mereka masing -masing. Lain tempat lain pula istilah atau penyebutannya. Untuk kedua desa tersebut, selamatan ini disebut dengan Tradisi Manganan.
Tradisi ritual ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali sehabis panen, untuk merayakan keberhasilan atas hasil bumi dan atas rahmat yang telah diberikan Tuhan pada kedua desa tersebut. Selain itu, tradisi manganan ini bertujuan untuk menghormati para ahli waris dan leluhur desa mereka. Untuk Desa Sambeng, tradisi manganan ini dilaksanakan untuk menghormati Mbah Pangeran Wuluh (Mbah Abdul Rokhim). Tempat pelaksanaannya berada di makam Mbah Pangeran Wuluh dan Balai Desa Sambeng. Sedangkan untuk Desa Besah, selain untuk para ahli. waris juga ditujukan untuk menghormati Mbok Rondho Bendolo. Dan tempat pelaksanaannya bertempat di makam Desa Besah dan Sendhang Etan.
Terdapat keunikan disini, dimana selain melaksanakan tradisi manganan untu\<:. masing -masing desa,. juga melaksanakan tradisi manganan secara bersama -sarna atau manganan gabungan. Pelaksanacn tradisi manganan gabungan ini berdasarkan pada adanya sejarah yang menghubungkan kedua desa tersebut. Sejarah tersebut berkaitan dengan cerita mengenai Mbah Gusti (Mbah Cokro Yudho) yang berasal dari Desa Sambeng menikah dengan Mbah Endang Las Lara Supi yang berasal dari Desa Besah. Tempat pelaksanaan tradisi manganan gabungan ini berada di makam Desa Sambeng, karena makam Mbah Gusti terletak di makam tersebut. Jadi, baik masyarakat Sambeng maupun Besah, berkumpul di makam Desa Sambeng untuk mengikuti tradisi manganan gabungan setelah pelaksanaan tradisi manganan di desa masing -masing.
Di dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk mendeskripsikan
bagaimana jalannya pelaksanaan dari tradisi manganan di kedua desa
tersebut, baik yang untuk desa mereka Masing -masing, juga tradisl
manganan gabungan. Selain itu, setelah peneliti melakukan observasi dan
wawancara secara mendalam dan dengan adanya perkembangan serta
kemajuan jaman yang seperti sekarang ini, terdapat adanya perubahan
bentuk dan makna yang terjadi dalam tradisi manganan di kedua desa
tersebut. Disamping adanya perubahan bentuk dan makna tersebut,
peneliti juga untuk mengungkapkan faktor -faktor apa yang menjadi
penyebab adanya perubahan bentuk dan makna tersebut. Perubahan serta faktor -faktor yang menjadi penyebab tersebut, sesuai dengan apa yang peneliti temukan di lapangan penelitian. Setelah itu, peneliti menganalisis temuan data tersebut sesuai dengan teori -teori yang telah peneliti kemukakan dalam kerangka teori.
Dalam penelitian ini, terdapat pula teknik -teknik yang dipakai peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini. Antara lain: teknik pemilihan informan; teknik pengumpulan data yaitu : observasi, wawancara dengan dibantu tape recorder dan buku catatan lapangan, penggunaan alat dokumentasi dimana foto -foto tersebut membantu untuk melengkapi dan memperjelas data dan penggunaan bahan dokumen sebagai acuan dalam pembuatan penelitian ini; dan teknik analisis data dimana peneliti menggunakan pendekatan secara kualitatif dan bersifat deskriptif. Semua itu peneliti lakukan sesuai dengan kemampuan dan pemahaman peneliti dalam melihat kondisi dan situasi di lapangan penelitian.
Actions (login required)
|
View Item |