R. ISHA WIYONO, 039814744
(2003)
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR INSOLVEN MENURUT UNDANG-UNDANG KEPAILITAN NO. 4 TAHUN 1998.
Skripsi thesis, Universitas Airlangga.
Abstract
Undang-Undang Kepailitan kurang memberikan perlindungan hukum kepada pihak debitur yang mengalami keadaan tidak mampu membayar utangnya yang telah jatuh tempo kepada para krediturnya (Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan) serta pemberlakuan jangka waktu penetapan pailit dari Pengadilan Niaga yang relatif singkat yaitu 30 hari sejak tanggal diajukannya permohonan pemyataan pailit didaftarkan (Pasal 6 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan). Menurut ketentuan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, maka agar seorang debitur dapat dimohonkan pailit cukuplah apabila debitur tersebut tidak membayar utang kepada satu kreditur saja asalkan debitur yang bersangkutan memiliki dua atau lebih kreditur. Tidak lagi disyaratkan bahwa keuangan debitur harns telah dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya, atau dengan kata lain keadaan keuangan debitur telah insolven. Dengan rumusan pasal 1 ayat (1) tersebut, maka perusahaan yang masih solven pun dapat saja dipailitkan. Dengan ketentuan tersebut ditambah dengan tidak disyaratkannya jumlah minimum piutang dari kreditur yang dapat mengajukan permohonan pemyataan pailit, yaitu sebagai akibat ketentuan bahwa putusan permohonan pemyataan pailit tidak diharuskan memperoleh persetujuan dati para kreditur mayotitas, maka tidak mustahil apabila debitur dimohonkan pernyataan pailit oleh seorang pembantu rumah tangganya atau oleh seorang pegawainya karena upah pembantu rumah
tangganya atau gaji pegawai tersebut tidak: dibayar sekalipun pada hakikatnya keadaan perusahaan tersebut masih solven.
Actions (login required)
|
View Item |