TIFFANY,CLAUDIA, 051211133097
(2016)
STUDI PENGGUNAAN ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN AIDS RAWAT INAP DENGAN TUBERKULOSIS PARU (Penelitian dilaksanakan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang).
Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Abstract
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang dapat menyebabkan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Di Indonesia jumlah kumulatif penderita HIV dari tahun 1987- 2014 adalah 150.296 orang, sedangkan total kumulatif kasus AIDS adalah 55.799 orang. Dalam tubuh host, virus ini menginfeksi sel T CD4 yang memiliki peran penting dalam imunitas tubuh. Meningkatnya viral load dan penurunan CD4 akan menyebabkan timbulnya infeksi oportunistik. Salah satu infeksi oportunistik yang banyak terjadi pada pasien AIDS adalah TB paru, hal ini ditunjukkan dengan angka kejadian TB paru yang tinggi di Indonesia. Pasien AIDS dengan infeksi oportunistik TB paru akan menerima terapi dengan regimen OAT yang sama dengan pasien TB paru non HIV, sedangkan untuk pasien AIDS karena diperlukan ARV selain OAT maka diperlukan keputusan yang tepat mengenai waktu memulai ARV, selain itu OAT fase lanjutan tetap diberikan setiap hari sama dengan fase intensif, dan diperlukan keputusan yang tepat dalam setiap tahapan terapi OAT untuk menurunkan angka resistensi.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pola penggunaan OAT pada pasien AIDS-TB paru terkait jenis, rute, dosis, dan frekuensi, serta mengidentifikasi problema OAT yang mungkin terjadi. Penelitian ini adalah penelitian observasional dan retrospektif, dilaksanakan pada bulan April – Mei 2016. Berdasarkan hasil penelitian pada 64 RMK pasien AIDS-TB paru didapatkan 36 pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi. Dari 36 pasien tersebut diketahui sebanyak 22 pasien (61%) berada dalam fase intensif OAT kategori I, 8 pasien (22%) dalam terapi fase intensif kategori II, 2 pasien (6%) dalam fase lanjutan kategori I, 1 pasien (3%) dalam fase intensif kategori I + OAT kondisi khusus, 1 pasien (3%) dalam fase intensif kategori II namun mengalami pergantian ke fase intensif MDR-TB, 1 pasien (3%) mendapatkan fase intensif kondisi khusus, dan 1 pasien lain (3%) didapatkan profil lengkap terapi OATnya baik pada waktu fase intensif maupun fase lanjutan OAT kategori I. OAT dibagi kedalam 2 jenis paket terapi, yaitu kombipak dan fixed dose combination (FDC) OAT. Dari penelitian ini didapat 27 pasien (75%) mendapatkan terapi OAT kombipak, 7 pasien (19%) mendapatkan FDC OAT, dan 2 pasien (6%) mendapatkan pergantian dari kombipak ke FDC OAT, ataupun sebaliknya. Pada penelitian ini didapat beberapa permasalahan terkait OAT antara lain: Terjadinya efek samping: rash disertai gatal pada kulit (6%), gangguan fungsi liver (22%), ikterus tanpa penyebab lain (3%), dan Steven Johnson Syndrome (3%). Selain itu juga terdapat ketidaktepatan dalam pemilihan kategori OAT yang terjadi pada 5 pasien, permasalahan terkait dosis OAT (under dose atau over dose) dialami oleh 7 pasien, dan tidak dapat dilakukan evaluasi secara menyeluruh (pada 36 pasien) terkait ketepatan dosis OAT, hal ini dikarenakan hanya 11 pasien yang berat badannya diketahui melalui RMK, sementara penentuan dosis OAT didasarkan pada berat badan pasien. Selain itu pada salah seorang pasien yang mengalami desensitisasi OAT terdapat ketidaktepatan dalam penghentian salah satu jenis OAT.
Actions (login required)
|
View Item |