AGNE NIA DARA, 031514153069 (2017) PENYADAPAN SEBAGAI ALAT BUKTI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Thesis thesis, Universitas Airlangga.
|
Text
abstrak.pdf Download (16kB) | Preview |
|
|
Text
AGNE NIA DARA 031514153069 -TESIS.pdf Download (1MB) | Preview |
|
|
Text (abstrak)
abstrak.pdf Download (16kB) | Preview |
|
Text (full text)
AGNE NIA DARA 031514153069 -TESIS.pdf Restricted to Registered users only until 20 September 2020. Download (1MB) |
Abstract
Negara Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang sedang mengalami Perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi Seiring dengan perkembangan teknologi, perlu disadari bahwa dengan pemanfaatan teknologi selain membawa dampak positif tentu dampak negatif juga dapat ditimbulkan. Dampak negatifnya yakni teknologi informasi dapat digunakan untuk memfasilitasi suatu tindak pidana. Di masa ini, bentuk-bentuk tindak pidana telah disisipi modus dengan menggunakan teknologi yang canggih, misalnya tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana korporasi, tindak pidana perdagangan orang dan lain sebagainya. Hal tersebut menyebabkan penegak hukum mengalami kesulitan dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap para pelaku tindak pidana. Oleh sebab itu para penegak hukum perlu melakukan pembaharuan-pembaharuan hukum. Termasuk diantaranya adalah kebijakan hukum mengenai penyadapan, hasil penyadapan yang akan digunakan sebagai alat bukti di dalam rangka penyidikan untuk menghadapi tindak pidana yang sulit pembuktiannya. Namun tindakan penyadapan sendiri bertentangan dengan hak asasi manusia diatur didalam ketentuan yakni Pasal 28 F dan Pasal 28 G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Penyadapan dapat melanggar hak asasi manusia karena dengan adanya penyadapan komunikasi dapat terganggu. Maka perlu pembatasan mengenai tindak pidana apa saja yang dapat dilakukan penyadapan. Selain itu perlu ijin dan penetapan dari Pengadilan untuk menghindari kesewenang-wenangan lembaga penegak hukum guna melindungi hak asasi manusia. Namun aturan hukum mengenai penyadapan tersebut masih tersebar di dibeberapa Undang-Undang. Hal tersebut dikarenakan tidak ada aturan hukum yang secara khusus mengatur mengenai penyadapan. Dikawatirkan terjadi ketidakpastian hukum yang memiliki kewenangan melakukan penyadapan dan mengenai pengakuan hasil penyadapan sebagai alat bukti. Terlihat adanya pertentangan antara dua kepentingan negara dalam melindungi hak privasi warga negaranya dan kepentingan negara dalam menegakkan hukum. Berdasarkan pertentangan antara dua kepentingan tersebut menyebabkan ada sebagian warga negara yang merasa haknya konstutisionalnya dilanggar dengan adanya tindakan penyadapan. Masyarakat mengajukan Judicial Review atau pengujian kembali terhadap beberapa aturan yang mengatur mengenai penyadapan di Mahkamah Konstitusi. Putusan mahkamah konstitusi tersebut adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-I/2003, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUUIV/ 2006, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016. Tesis ini bertujuan untuk 1. Menganalisis Racio Decidendi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUUVIII/ 2010 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016. 2.Menganalisis kewenangan lembaga pemenegak hukum dalam perolehan alat bukti hasil penyadapan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
Item Type: | Thesis (Thesis) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK-2 THD 11/17 Dar p | ||||||
Uncontrolled Keywords: | Penyadapan, Alat Bukti, Putusan Mahkamah Kostitusi | ||||||
Subjects: | K Law | ||||||
Divisions: | 03. Fakultas Hukum > Magister Ilmu Hukum | ||||||
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Depositing User: | Unnamed user with email indah.fatma@staf.unair.ac.id | ||||||
Date Deposited: | 20 Sep 2017 00:40 | ||||||
Last Modified: | 20 Sep 2017 00:40 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/61641 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |