EKKY DUTA RISWANTO, 071114057
(2017)
Strategi Adaptasi Anak Kyai (Gus) Pelaku Kenakalan di Masyarakat (Studi Deskriptif tentang Konsep Diri dan Strategi Adaptasi Anak Kyai (Gus) Pelaku Kenakalan terhadap Stigma yang Ada Di Masyarakat).
Komunitas, 6 (1).
pp. 197-215.
ISSN 2303-1166
Abstract
Penelitian ini mengkaji tentang konsep diri. Tujuan dari penelitian ini
adalah mendeskripsikan konsep diri Gus pelaku kenakalan dengan stigma yang
muncul di masyarakat, mendeskripsikan strategi Gus pelaku kenakalan dalam
menyesuaikan diri pada lingkungan masyarakat dan mengetahui apakah konsep
diri Gus pelaku kenakalan memepengaruhi permainan peran dalam menyesuaikan
diri di masyarakat. Gus merupakan anak seorang Kyai yang memiliki status sosial
berbeda di mata masyarakat. Gus menjadi sosok panutan masyarakat terutama
yang usianya hampir sama. Gus merupakan gelar yang diberikan oleh masyarakat
jawa kepada putra dari seorang Kyai atau ulama pemilik maupun pengasuh
Pondok Pesantren sejak jaman dahulu, khususnya pada masyarakat di Jawa Timur
dan Jawa Tengah. Gelar Gus telah didapatkan seorang anak Kyai sejak ia masih
kecil bahkan sejak ia baru dilahirkan. Namun pada kenyataannya terdapat Gus
yang melakukan perbuatan nakal dan dianggap aneh oleh masyarakat sekitar. Hal
ini terjadi karena perbuatan Gus tidak sesuai dengan harapan masyarakat.
Kenakalan yang dilakukan Gus termasuk melanggar nilai-nilai sosial karena telah
menyimpang dari apa yang telah diidealkan oleh masyarakat mengenai kenakalan
remaja dan perilaku Gus di daerah dominan Pondok Pesantren. Di satu sisi Gus
tentu ingin melakukan segala hal yang bebas dilakukan sesuai dengan
keinginannya, seperti yang dilakukan remaja lain yang seusia dengan Gus. Namun
di sisi lainnya Gus merasa terbatasi oleh segala peraturan yang ada di lingkungan
keluarganya dan masyarakat sekitarnya, Gus juga dituntut untuk selalu
berperilaku baik dimanapun dia berada. Kerap Gus merasa dia tidak bisa menjadi
dirinya sendiri.
Untuk mengkaji strategi adaptasi Gus pelaku kenakalan ini menggunakan
dua teori sebagai pisau analisis, yaitu teori pemaknaan (konsep) diri dari C.H.
Cooley dan teori dramaturgi dari Erving Goffman. Penggunaan kedua teori ini
dapat memberikan penjelasan dan pemahaman mengenai pemaknaan (konsep) diri
dan penyesuaian perilaku anak Kyai (Gus) saat berada di tengah kehidupan
bermasyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
karena data yang dihasilkan berupa data tulisan, ungkapan, atau pernyataan. Tipe
penelitian ini adalah deskriptif dalam arti penelitian ini berusaha menggambarkan
dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Lokasi yang akan dipilih
adalah Desa Grogol Kecamatan Diwek Jombang karena terdapat Gus dari
beberapa pondok yang melakukan kenakalan. Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling
adalah suatu strategi jika peneliti menginginkan agar dapat memahami sesuatu
mengenai kasus-kasus terpilih tertentu tanpa membutuhkan atau berhasrat untuk
menggeneralisasi kepada semua kasus seperti itu. peneliti menggunakan purposive
sampling untuk meningkatkan kegunaan informasi yang diperoleh dari sample
yang sedikit. Sampling bertujuan membutuhkan informasi yang diperoleh atau
diketahui itu dalam fase penghimpunan data awal mengenai variasi di antara subsub
unit sebelum sample dipilih. Jumlah informan yang digunakan dalam
penelitian ini sebanyak 6 informan untuk mencari informasi tentang permasalahan
penelitian dengan perincian 4 informan subyek dan 2 informan non subyek.
Dalam teknik pengumpulan data, peneliti menggunakan wawancara dengan
informan yang sudah ditentutan, dimana dalam wawancara tersebut peneliti
menggunakan pedoman wawancara yang dibuat sesuai kebutuhan. Wawancara
digunakan sebagai bentuk interaksi secara langsung antara peneliti dengan objek
yang diteliti atau informan, hal ini berguna untuk peneliti bisa mendalami
permasalahan secara lebih mendalam. Data yang terkumpul selama proses
pengumpulan data kemudian akan dianalisis menggunakan metode analisis
deskriptif, dengan harapan memperoleh hasil akhir yang memuaskan karena
mencangkup banyak aspek didalamnya.
Dari hasil indepth interview di lapangan dan dianalisis menggunakan teori
konsep diri C.H. Cooley dan teori dramaturgi Erving Goffman, diperoleh
kesimpulan bahwa pembentukan konsep diri Gus pelaku kenakalan terjadi ketika
interaksi dengan masyarakat sekitar. Sedangkan strategi yang dilakukan oleh Gus
pelaku kenakalan untuk dapat diterima kembali oleh masyarakat akan
menimbulkan hasil positif dan negatif, walaupun sulit dan sedikit membutuhkan
waktu namun pada akhirnya Gus tersebut diterima kembali oleh masyarakat.
Untuk dapat diterima kembali oleh masyarakat, Gus harus melakukan permainan
peran yang ideal atau sesuai dengan norma yang berlaku. Sedangkan dari segi
back stage, Gus harus harus menghindari hal-hal yang dapat merusak permainan
peran yang sedang dilakukan. Dalam penelitian ini konsep diri berbentuk dengan
cara melakukan interaksi dengan masyarakat. Konsep diri berkembang melalui
interaksi oleh orang lain, yang biasa disebut dengan istilah Looking Glass-self.
Konsep diri atau Looking Glass-self berkembang melalui proses yang bertahap.
Konsep tersebut merupakan suatu gambaran bahwa seseorang bisa berkembang
dengan bantuan orang lain. Hubungan antara konsep diri dengan permainan peran
yang dilakukan oleh Gus sebagai bentuk dari strategi adaptasi yang dilakukan oleh
Gus memiliki hubungan yang erat. Di mana dalam konsep diri dan permainan
peran yang dilakukan oleh Gus untuk bisa menarik simpati dan memperoleh
kepercayaan kembali di masyarakat.
Berdasarkan temuan data di lapangan yang telah diolah, peneliti
mendapatkan hasil bahwa konsep diri Gus pelaku kenakalan terbentuk melalui
adanya proses interaksi dengan masyarakat, kemudian masyarakat memberikan
respon kepada Gus pelaku kenakalan. Respon masyarakat yang ditujukan kepada
Gus juga berbeda-beda. Ada yang menganggap perilaku nakal yang dilakukan
Gus adalah hal perbuatan yang negatif yang tidak mencerminkan diri Gus sebagai
anak Kyai, namun ada pula yang membiarkan perilaku nakal Gus dengan
menganggap maklum karena Gus masih berada pada masa remaja. Gus memaknai
perilaku nakalnya sebagai bentuk pelampiasan diri karena Gus merasa membawa beban dan tanggung jawab yang berat akibat gelar sosial yang diberikan
masyarakat kepada dirinya sebagai anak Kyai. Selain itu perbuatan nakalnya
merupakan sebuah pembelajaran bagi diri Gus untuk menjadi pribadi yang lebih
baik lagi.
Strategi yang dilakukan Gus pelaku kenakalan untuk bisa menarik simpati
dan memperoleh kepercayaan di lingkungan masyarakat cukup beragam namun
pada intinya memiliki kesamaan. Gus selalu melakukan tindakan yang positif agar
masyrakat percaya bahwa dirinya memang sudah benar-benar berubah. Tindakantindakan
positif yang dilakukan oleh Gus antara lain adalah bersikap dan
melakukan hal yang baik, berusaha memperbaiki diri, bertutur kata sopan dan
ramah, serta tidak menunjukkan atau melakukan kebiasaan lama yang dianggap
sesuatu yang nakal oleh masyarakat.
Dalam proses terbentuknya strategi adaptasi Gus pelaku kenakalan
terdapat dua hal penting yang menjadi bagian dalam strategi adaptasi yaitu
pembentukan konsep diri dan permainan peran yang dilakukan Gus di masyarakat.
Seorang Gus sebagai pelaku kenakalan sebelum melakukan permainan peran di
masyarakat terlebih dahulu membentuk kedirian yang baru atau konsep diri.
Setelah membentuk konsep diri barulah Gus melakukan permainan peran di
masyarakat. Konsep diri dan permainan peran saling berhubungan dalam proses
adaptasi Gus di masyarakat.
Actions (login required)
|
View Item |