Shirley Octaviani, NIM011318076304 (2019) PERBANDINGAN ANASTOMOSIS USUS HALUS DENGAN MENGGUNAKAN BENANG MONOFILAMEN (POLYGLECAPRONE 25) DAN BENANG MULTIFILAMEN (POLYGLACTIN 910) YANG BERKAITAN DENGAN KEPADATAN KOLAGEN DAN REAKSI INFLAMASI (SUATU STUDI DENGAN KELINCI COBA). Thesis thesis, Universitas Airlangga.
Text (Abstrak)
PPDS.IB. 11-19 Oct p Abstrak.pdf Download (78kB) |
|
Text (Fulltext)
PPDS.IB. 11-19 Oct p.pdf Restricted to Registered users only until 18 June 2022. Download (1MB) | Request a copy |
Abstract
Latar Belakang: Anastomosis usus merupakan salah satu teknik bedah digestif yang terus diperbarui sejak pertama kali tindakan bedah dilakukan oleh dokter bedah.Kegagalan anastomosis usus disebabkan oleh faktor lokal dan sistemik. Selain gangguan vaskularisasi dan peningkatan tekanan intraluminal yang disebabkan oleh regangan jaringan akibat pasase ke arah anal yang tidak lancar, salah satu faktor lokal yang memengaruhi anastomosis usus adalah teknik penyambungan, yang sebagian besar dipengaruhi oleh jenis benang yang digunakan sehingga pemilihan jenis benang yang digunakan untuk menjahit usus adalah elemen penting dalam menentukan keberhasilan anastomosis usus, yang dapat dilihat dari kepadatan kolagen dan reaksi inflamasi. Pada penelitian ini membandingkan 2 jenis benang yaitu monofilamen (Polyglecaprone 25) dan multifilamen (Polyglactin 910) dimana kedua benang tersebut merupakan benang yang paling superior di masing-masing kelompoknya.Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kepadatan kolagen dengan rekasi inflamasi pasca anastomosis berdasarkan pemeriksaan histopatologi pada objek kelinci yang dioperasi dengan end-to-end anastomosis menggunakan benang monofilamen (polyglecaprone 25) dan multifilamen (polyglactin 910). Metodelogi Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang membandingkan reaksi inflamasi(neutrofil dan makrofag) dan kepadatan kolagen pasca anastomosis usus pada 30 ekor kelinci yang dibagi dalam 2 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 15 ekor kelinci, Kelompok pertama menggunakan benang Polyglecaprone 25 dan kelompok kedua menggunakan benang Polyglactin 910.Penelitian ini dilakukan pengamatan selama 15 hari setelah itu dilakukan relaparotomi. Sel neutrofil dan makrofag adalah nilai rata-rata setelah dihitung 3 kali pada daerah sekitar anastomosis dengan pengecatan Hematoksilin Eosin pembesaran 400 kali. Kepadatan kolagen adalah nilai rata-rata setelah dihitung 3 kali pada daerah sekitar anastomosis dengan pengecatan Masson Trichrome pembesaran 100 kali. Hasil: Dari hasil statistik didapatkan bahwa tidak didapatkan hasil yang signifikan pada rerata skor makrofag (p = 0.622) dan kepadatan kepadatan kolagen (p = 0.193). Namun, terdapat hasil yang signifikan pada rerata skor neutrofil (p = 0,22) dan total skor neutrofil, makrofag, kepadatan kolagen antara Polyglactin 910 dan Polyglecaprone 25 (p = 0.015). Dengan demikian, dapat disimpulkan tidak didapatkan perbedaan bermakna pada penggunaan Polyglecaprone 25 maupun Polyglactin 910 terhadap pembentukan makrofag maupun kepadatan kolagen.Akan tetapi, penggunaan Polyglecaprone 25 terbukti bermakna untuk memberikan hasil neutrofil yang lebih baikdibandingkan Polyglactin 910.Namun pada penghitungan total skor neutrofil, makrofag dan kepadatan kolagen dari tiap subjek didapatkan bahwa rerata total skor pada Polyglactin 910 sebesar 7,47 sedangkan pada Polyglecaprone 25 sebesar 5,80 jadi total skor pada kedua kelompok memberikan hasil nilai p< 0.05 yang berarti bahwa total skor pada kedua kelompok memiliki distribusi normal, sehingga selanjutnya dilakukan analisis menggunakan uji independent T-test T-test untuk mencari hubungan antara total skor dengan penggunaan Polyglactin 910 maupun Polyglecaprone 25. Secara bermakna penggunaan Polyglecaprone 25 memberikan reaksi inflamasi yang lebih rendah dibandingkan penggunaan Polyglactin 910. Kesimpulan: Penggunaan benang Polyglecaprone 25 memberikan skor neutrofil dan makrofag yang lebih minimal dibandingkan Polyglactin 910 dengan nilai rerata skor yang lebih rendah. Begitu pula pada kepadatan kepadatan kolagen, penggunaan Polyglecaprone 25 memberikan kepadatan kepadatan kolagen yang lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan Polyglactin 910. Dibuktikan pada penghitungan total skor neutrofil, makrofag dan kepadatan kolagen dari tiap subjek didapatkan hasil yang bermakna artinya bahwa penggunaan benang Polyglecaprone 25 memberikan reaksi inflamasi yang lebih rendah dibandingkan penggunaan Polyglactin 910.
Item Type: | Thesis (Thesis) | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKA KK PPDS.IB. 11-19 Oct p | |||||||||
Uncontrolled Keywords: | ANASTOMOSIS, USUS HALUS, BENANG MONOFILAMEN (POLYGLECAPRONE 25) BENANG MULTIFILAMEN (POLYGLACTIN 910), KEPADATAN KOLAGEN, REAKSI INFLAMASI | |||||||||
Subjects: | R Medicine > RD Surgery | |||||||||
Divisions: | 01. Fakultas Kedokteran > Ilmu Bedah Umum | |||||||||
Creators: |
|
|||||||||
Contributors: |
|
|||||||||
Depositing User: | Tatik Poedjijarti | |||||||||
Date Deposited: | 18 Jun 2019 07:20 | |||||||||
Last Modified: | 18 Jun 2019 07:20 | |||||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/83313 | |||||||||
Sosial Share: | ||||||||||
Actions (login required)
View Item |