genetic variation, Musa balbisiana (BB w), DNA Barcoding, rbcL gene, matK gene

GIGIH BENAH RENDRA, 031714153035 (2019) genetic variation, Musa balbisiana (BB w), DNA Barcoding, rbcL gene, matK gene. Skripsi thesis, Universitas Airlangga.

[img] Text
abstrak.pdf

Download (58kB)
[img] Text
daftar isi.pdf

Download (50kB)
[img] Text
daftar pustaka.pdf

Download (50kB)
[img] Text
full text.pdf
Restricted to Registered users only until 2 December 2022.

Download (1MB) | Request a copy
Official URL: Http:///lib.unair.ac.id

Abstract

Upaya penanganan perkara perusakan hutan pada dasarnya telah lama dilakukan oleh berbagai pihak terkait baik secara preventif maupun represif, namun sampai saat ini belum berjalan secara efektif dan belum menunjukkan hasil yang optimal, maka pada tanggal 6 Agustus 2013 telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Pemberantasan Perusakan Hutan yang selanjutnya disebut dengan UU P3H sebagai salah satu terobosan dalam upaya pemberantasan perusakan hutan, Undang-Undang tersebut telah mengakomodir kewajiban penuntut umum untuk melakukan penyidikan dalam kasus tindak pidana kerusakan Hutan. Kewenangan tersebut sebagaimana tercantum di dalam Pasal 39 huruf b yaitu : “dalam hal hasil penyidikan belum lengkap, penuntut umum wajib melakukan penyidikan paling lama 20 (dua puluh) hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari”. Diakomodirnya kewenangan penuntut umum sebagaimana tercantum di dalam Pasal 39 huruf b tersebut, dimaksudkan untuk mempercepat penyelesaian perkara perusakan hutan dalam tahap penyidikan. Ketentuan tersebut menunjukan adanya politik hukum dalam hukum positif di Indonesia yang memperbolehkan kewenangan penyidikan yang sebelumnya dilakukan oleh Kepolisian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang selanjutnya disebut KUHAP. Kewenangan penuntut umum dalam melakukan penyidikan dalam perkara perusakan hutan idealnya diterapkan sebagai sarana terakhir apabila penyidikan oleh Penyidik kepolisian dan PPNS lewat batas waktu sebagaimana ditetapkan dalam UU P3H sehingga menjadi sebuah solusi untuk melengkapi berkas perkara yang belum lengkap sehingga secara langsung akan memperlancar atau mempercepat proses penanganan perkara sampai proses penuntutan yang pada akhirnya menimbulkan kepastian dan keadilan hukum kepada tersangka. Namun agar dapat diaplikasikan dan memenuhi tujuan dari upaya percepatan penanganan perkara perusakan hutan sehingga mencerminkan kepastian dan Keadilan dan Kemanfaatan maka perlu disusun ketentuan teknis melalui produk hukum berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Jaksa Agung maupun dalam bentuk Nota Kesepahaman

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: KKB KK THD 23/19 Ren k
Uncontrolled Keywords: Forest Destruction, Authority of Investigation, Public Prosecutor
Subjects: K Law > K Law (General) > K1-7720 Law in general. Comparative and uniform law. Jurisprudence > K(520)-5582 Comparative law. International uniform law > K1700-1973 Social legislation > K1701-1841 Labor law
Divisions: 03. Fakultas Hukum > Magister Ilmu Hukum > Minat Studi Hukum Peradilan
Creators:
CreatorsNIM
GIGIH BENAH RENDRA, 031714153035UNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorDidik endro purwoleksono, NIDN0025036204UNSPECIFIED
Depositing User: Unnamed user with email indah.fatma@staf.unair.ac.id
Date Deposited: 02 Dec 2019 09:36
Last Modified: 02 Dec 2019 09:36
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/91852
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item