ALVIA AGUSTINA R., 020215378 (2006) WEWENANG HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MEMUTUS GUGATAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s1-2006-alviaagust-2568-fh3300-k.pdf Download (308kB) | Preview |
|
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s1-2006-alviaagust-2568-fh330_06.pdf Download (2MB) | Preview |
Abstract
Penyelesaian sengketa pembagian harta bersama bagi orang Islam merupakan kewenangan dari Pengadilan Agama. Pengajuan gugatan harta bersama bisa dilakukan bersamaan dengan gugatan perceraian atau diajukan setelah gugatan perceraian diputus. Pembuktian mengenai sengketa harta bersama harus dilakukan dalam persidangan, hal ini bertujuan agar harta bersama yang menjadi sengketa adalah merupakan harta bersama dan bukan harta asal atau harta bawaan. Hakim sebelum persidangan berlangsung atau pada saat persidangan wajib mendamaikan para pihak yang bersengketa, jika tidak dapat didamaikan maka sidang dapat dilanjutkan. Apabila para pihak yang bersengketa ingin menempuh jalan damai pada saat persidangan berlangsung maka Hakim wajib mengabulkan. Hakim dalam memutuskan suatu perkara harus mencerminkan rasa keadilan termasuk memutus gugatan pembagian harta bersama. Pembagian harta bersama yang terdapat dalam KHI Pasal 97 yaitu suami isteri masing- masing berhak mendapat seperdua harta bersama, dengan berkembangnya jaman sudah tidak mencerminkan rasa keadilan apabila isteri bekerja di luar rumah dan berpenghasilan lebih besar berarti secara otomatis ikut berperan dalam menghasilkan harta bersama. Kewajiban isteri adalah mengatur rumah tangga sedangkan suami mencari nafkah, dengan demikian isteri yang bekerja di luar rumah mempunyai dua profesi sekaligus yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita yang bekerja. Kenyataan bahwa isteri lebih berperan dalam menghasilkan harta bersama yang menjadi pertimbangan Hakim dalam memutus gugatan harta bersama. Hendaknya harta yang diperoleh dalam perkawinan difungsikan sebagai tali perekat dalam rumah tangga bukan sebagai penghancur rumah tangga karena perlu diingat harta adalah milik ALLAH SWT dan sebagai hamba ALLAH SWT wajib mempertanggungjawabkannya dan menjaganya. Apabila terjadi sengketa mengenai pembagian harta bersama sebaiknya diselesaikan secara kekeluargaan sehingga tidak perlu diselesaikan di Pengadilan karena bagaimanapun penyelesaian secara kekeluargaan akan lebih baik dan antara suami isteri tidak perlu bersaing dan bermusuhan untuk mendapatkan bagian harta bersama. Hakim dalam memutus perkara hendaknya harus menggunakan hati nurani dan harus peka terhadap perkembangan. Agar hal itu terwujud seharusnya Hakim diberi kebebasan dalam memutus perkara agar putusannya mencerminkan rasa keadilan. Hakim harus bijaksana serta mampu untuk memutuskan dan menafsirkan suatu perkara yang belum ada ketentuan hukum yang mengaturnya.
Item Type: | Thesis (Skripsi) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK-2 FH. 330/06 Alv w | ||||||
Uncontrolled Keywords: | ISLAMIC LAW | ||||||
Subjects: | D History General and Old World > DS Asia > DS35.3-35.77 The Islamic World K Law > K Law (General) > K1-7720 Law in general. Comparative and uniform law. Jurisprudence > K(520)-5582 Comparative law. International uniform law > K3154-3370 Constitutional law > K3289-3367 Organs of government > K3290-3304 The people. Election law |
||||||
Divisions: | 03. Fakultas Hukum | ||||||
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Depositing User: | Nn Sheli Erlangga Putri | ||||||
Date Deposited: | 12 Oct 2006 12:00 | ||||||
Last Modified: | 14 Oct 2016 07:50 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/11556 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |