Dyah Widhowati (1999) Pengaruh Lama Penyimpanan Telur Ayam Buras pada Suhu Kamar Ditinjau dari Jumlah Total Kuman, Kandungan Salmonella Enteritidis, dan Kualitas Fisik. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

Text (FULLTEXT) KKA KK TKD 22-00 Wid p.pdf Download (5MB)

Abstract

Telur merupakan sumber protein bagi manusia, akan tetapi telur mempunyai sifat mudah rusak. Lama dan suhu penyimpanan merupakan faktor penyebab meningkatnya jumlah mikroorganisme baik yang bersifat patogen ataupun tidak, serta perubahan kualitas fisik telur. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh lama penyimpanan telur ayam buras pada suhu kamar terhadap jumlah total kuman pada kulit dan isi telur, dan kandungan Salmonella enteritidis pada kulit dan isi telur, serta kualitas fisik telur (pH putih telur, tinggi rongga udara, indeks putih telur dan nilai 1-laugh unit). Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan the post test - only control group design, yang terdiri dari 7 perlakuan dan 5 replikasi. Analisis data menggunakan Analisis Varian Satu Arah yang dilanjutkan dengan uji LSD apabila terdapat perbedaan yang nyata. Sebanyak 35 butir telur dibagi menjadi 7 kelompok perlakuan, masing-masing lima (5) butir. Satu kelompok tanpa penyimpanan, sedangkan 6 kelompok masing¬masing disimpan selama 1 x 24 jam, 4 x 24 jam, 7 x 24 jam, 10 x 24 jam, 13 x 24 jam, dan 16 x 24 jam pada suhu kamar. Penghitungan jumlah total kuman pada kulit dan isi telur dilakukan dengan metode Total Plate Count (teknik drop plate). Sedangkan uji kuman patogen Salmonella enteritidis dengan teknik spread plate. Pengamatan terhadap kualitas fisik telur dilakukan dengan pengukuran pH putih telur, tinggi rongga udara, indeks putih telur dan nilai Haugh unit. Hasil penelitian didapatkan jumlah total kuman pada kulit telur dari masing¬masing perlakuan adalah 480 ± 334,664 ; 26800 ± 6723,095 ; :540000 ± 240000; 69200000 ± 11099549,54 ; 80400000 ± 19359752,06 ; 132000000 ± 95498691,09 ; 131200000 ± 110612838,3. Jumlah total kuman pada isi telur dari perlakuan berturut-turut : 0 ; 4440 ± 2459,268 ; 276000 ± 89888,820 ; 230400000 ± 112742183,8 ; 36600000 ± 20107709,96 ; 800000 ± 424264,069 ; 156560000 + 61637391,25. Sedangkan uji kuman patogen S. enteritidis pada kulit dan isi telur hasilnya negatif. Hasil pengukuran pH putih telur dari perlakuan berturut-turut adalah 8,82 ± 0,164 ; 9,0 ± 0 ; 9,2 ± 0,274 ; 9,3 ± 0,274 ; 9,4 ± 0,224 ; 9,8 ± 0,374 ; 9,14 ± 0,351. Tinggi rongga udara hasilnya berturut-turut adalah 3,626 ± 0,229 ; 4,813 ± 0,303 ; 5,638 ± 0,439 ; 7,548 ± 0,608 ; 9,502 ± 0,519 ; 10,483 ± 0,511 ; 11,544 ± 0,454. Indeks putih telur dari masing-masing perlakuan adalah 0,104 ± 0,012 ; 0,091 ± 0,11 ; 0,074 ± 3,536 ; 0,057 ± 1,803 ; 0,039 ± 2,062 ; 0,027 ± 3,028 ; 0,019 ± 1,936. Demikian juga nilai Haugh unit dari perlakuan berturut-turut adalah 89,552 ± 2,533 ; 85,885 ± 2,056 ; 83,698 ± 0,836 ; 77,271 ± 2,434 ; 69,460 ± 1,413 ; 56,900 ± 3,527 ; 45,114 ± 1,907. Analisis data menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata (p<0,05) lama penyimpanan ditinjau dari jumlah total kuman pada kulit dan isi telur ayam buras. Jumlah total kuman pada kulit yang tertinggi adalah pada penyimpanan 13 x 24 jam. Sedangkan jumlah total kuman pada isi telur yang tertinggi adalah pada penyimpanan 7 x 24 jam. Demikian juga dengan kualitas fisik telur, terdapat perbedaan nyata (p<0,05) lama penyimpanan ditinjau dari pH putih telur, tinggi rongga udara, indeks putih telur dan nilai Haugh unit.

Actions (login required)

View Item