GADHIS ARIZA, 030315574 (2007) PRAPERADILAN OLEH PIHAK KETIGA DALAM KASUS TINDAK PIDANA KEHUTANAN. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s1-2008-arizagadhi-6356-fh2250-t.pdf Download (366kB) | Preview |
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s1-2008-arizagadhi-6356-fh22507.pdf Restricted to Registered users only Download (885kB) | Request a copy |
Abstract
a. Pihak ketiga yang berkepentingan dalam proses praperadilan di dalam KUHAP tidak dijelaskan secara eksplisit. Sehingga diperlukan adanya penafsiran. Saat ini muncul adanya dua penafsiran, yaitu secara sempit dan secara luas. Penafsiran secara sempit terbatas pada saksi korban tindak pidana atau pelapor. Sedangkan untuk penafsiran secara luas adalah pihak yang berkepentingan dalam suatu pemeriksaan perkara pidana (bukan korban) dan atau pihak yang menjadi korban dalam perkara pidana. Salah satu contoh kasusnya adalah praperadilan dari MV. Mirna Rijeka dengan putusannya Nomor : 08 /Pid.Prap/2005/PN. Sby. Di sini pemilik MV. Mirna Rijeka dikategorikan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Dengan menggunakan penafsiran secara luas tersebut secara tidak langsung telah mewujudkan tujuan utama dari pelembagaan praperadilan dalam KUHAP, untuk melakukan pengawasan horisontal atas tindakan upaya paksa dalam tingkat penyidikan sampai dengan penuntutan. sehingga korban-korban atas tindakan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan tidak perlu terjadi lagi. b. Dalam Undang-undang No. 41 tahun 1999 jo Perpu No. 1 tahun 2004 di salah satu klausul Pasalnya, yaitu Pasal 50 ayat (3) huruf h menyatakan bahwa termasuk dalam tindak pidana kehutanan adalah mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH). Dengan adanya klausul tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai penyitaan kapal yang digunakan untuk mengangkut hasil hutan tanpa adanya SKSHH yang sah hal ini terjadi pada kasus praperadilan atas MV. Mirna Rijeka dengan putusan praperadilan pada tingkat pengadilan negeri Nomor : 08/Pid.Prap/2005/PN dan pada tingkat kasasi Nomor : 1822 K/Pid/2005. Di dalam KUHAP Pasal 39 diatur mengenai benda-benda yang dapat dikenakan penyitaan, akan tetapi KUHAP merupakan ketentuan hukum acara pidana yang bersifat general dan tidak bisa diterapkan pada semua kasus tindak pidana. Sedangkan pada Surat Keputusan Bersama Menteri Perhubungan, Menteri Kehutanan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan tanggal 22 Januari 2003 Nomor : KM 3 Tahun 2003, Nomor : 22/KPTS-II/2003, Nomor : 33/MPP/Kep/1/2003 tentang Pengawasan Pengangkutan Kayu Melalui Pelabuhan diatur lebih lanjut mengenai status kapal dalam tindak pidana kehutanan yang mengangkut hasil hutan tanpa adanya SKSHH yang sah. Di dalam Pasal 3 ayat (4) yang pada dasarnya mengatur bahwa bila kapal terbukti memuat kayu yang tidak dilengkapi dengan dokumen SKSHH, hanya muatan kayu tersebut harus dibongkar di pelabuhan berikutnya atau pelabuhan terdekat dan kapal diijinkan untuk melakukan pelayaran ke pelabuhan tujuan. Dengan demikian kapal bukan merupakan barang bukti yang harus disita untuk pembuktian dalam tindak pidana kehutanan.
Item Type: | Thesis (Skripsi) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK-2 FH.225/07 Ari p | ||||||
Uncontrolled Keywords: | CRIMINAL LAW | ||||||
Subjects: | K Law > K Law (General) > K1-7720 Law in general. Comparative and uniform law. Jurisprudence > K(520)-5582 Comparative law. International uniform law > K5000-5582 Criminal law and procedure | ||||||
Divisions: | 03. Fakultas Hukum | ||||||
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Depositing User: | Tn Hatra Iswara | ||||||
Date Deposited: | 27 Mar 2008 12:00 | ||||||
Last Modified: | 13 Jun 2017 18:12 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/13113 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |