FX. KARTIKA RATRI, 030416039 (2008) PEMIDANAAN DELIK AGAMA DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s1-2008-ratrifxkar-8272-fh206_0-k.pdf Download (331kB) | Preview |
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s1-2008-ratrifxkar-8079-fh206_08.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) | Request a copy |
Abstract
Untuk dapat dikualifikasikan sebagai suatu delik, maka haruslah delik tersebut memenuhi unsur - unsurnya. Demikian halnya dengan delik agama yang tedadi, delik agama ini haruslah memenuhi unsur - unsur yang telah dituliskan dan telah dinyatakan ke dalam undang - undanG, yaitu Pasal 156a KUHP dan Pasal 1 UU No.1/Pnps/1965, secara mutlak. Apabila salah satu unsurnya tidak terpenuhi, maka perbuatan tersebut bukanlah delik agama. Unsur - unsur delik agama yang terdapat dalam Pasal 156a KUHP, masih terdapat sedikit ketidakakuratan vang ditunjukan dalam unsur mengeluarkan perasaan / melakukan perbuatan, sebab penjelasan terhadap perasaan maupun perbuatan apa yang termasuk di dalam delik agama interpretasinya diserahkan secara bebas kepada hakim. Jika demikian, haruslah hakim dapat memberikan interpretasi yang obyektif terhadap perasaan dan perbuatan tersebut, ini dikarenakan masalah agama merupakan masalah keyakinan dimana setiap orang memiliki pandangan yang berbeda - beda. Lain halnya dengan unsur - unsur yang dirumuskan dalam UU No.I/Pnps/1965. Undang - undang ini dapat dikatakan telah merincir_ya secara jelas, karma senerti yang telah dijabarkan pada bab yang kedua, semua unsur - unsur yang terdapat dalam undang - undang ini telah dijelaskan secara jelas dalam penjelasan undang - undangnya, sehingga tidak memerlukan sebuah interpretasi secara bebas. Pada dasamya baik Pasal 156a KUHP maupun UU No. l /Pnps/ 1965 memberikan sanksi yang sama terhadap pelaku delik agama yaitu 5 tahun pidana penjara, dan proses untuk mendapatkan sanksi pidana tersebut didasarkan pada syarat — syarat pertanggungjawaban dan KUHAP ( sejauh ini proses pemidanaan UU No. I /Pnps/ 1965 masih mengacu pada KUHAP ). Namun pada UU No.1/Pnps/1965 sanksi pidana tersebut dilakukan sebagai upaya tindakan lanjutan apabila cara memberi nasehat dengan peringatan dan perintah untuk membubarkan diri tidak diindahkan oleh pelaku. Tindakan lanjutan ini juga baru akan dilakukan bila pembubaran yang telah dilakukan oleh Presiden setelah keluarnya perintah dan peringatan tidak dihiraukan. Upaya peringatan dan perintah pembubaran di sini tidak lepas dari peran lembaga terkait yaitu Bakor Pakem, yang telah memiliki standar norma — norma keagamaan secara umum. Sedangkan dalam hal recidive, pelaku delik agama dapat dipidana kembali dengan pasal yang sama tetapi tidak dapat diperberat sepertiga seperti yang telah diatur dalam KUHP.
Item Type: | Thesis (Skripsi) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK-2 FH. 206/08 Rat p | ||||||
Uncontrolled Keywords: | PEMIDANAAN DELIK AGAMA; HUKUM PIDANA | ||||||
Subjects: | K Law > K Law (General) > K1-7720 Law in general. Comparative and uniform law. Jurisprudence > K(520)-5582 Comparative law. International uniform law > K5000-5582 Criminal law and procedure > K5015.4-5350 Criminal law K Law > KB Religious law in general |
||||||
Divisions: | 03. Fakultas Hukum > Dasar Ilmu Hukum | ||||||
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Depositing User: | Nn Anisa Septiyo Ningtias | ||||||
Date Deposited: | 01 Dec 2008 12:00 | ||||||
Last Modified: | 15 Aug 2016 01:43 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/14279 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |