RELEVANSI PEMIKIRAN HAJI AGUS SALIM TERKAIT ISLAM DAN POLITIK LUAR NEGERI DALAM TANTANGANNYA DI ERA REFORMASI

Bustomi, 070610302 (2010) RELEVANSI PEMIKIRAN HAJI AGUS SALIM TERKAIT ISLAM DAN POLITIK LUAR NEGERI DALAM TANTANGANNYA DI ERA REFORMASI. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s1-2011-bustomi-19066-fis.hi.9-k.pdf

Download (442kB) | Preview
[img] Text (FULL TEXT)
download.php_id=gdlhub-gdl-s1-2011-bustomi-15862&no=1
Restricted to Registered users only

Download (1kB) | Request a copy
Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

Haji Agus Salim merupakan menteri luar negeri Indonesia yang dinilai memiliki kapasitas dan kapabilitas baik level nasional maupun internasional. Pengakuan itu terutama terkait pemikirannya tentang berbagai isu dan problema yang dinilai jenial dan distinct. Prestasinya yang sangat penting adalah kemampuannya sebagai ketua tim delegasi misi diplomatik untuk mendapatkan pengakuan dunia internasional bagi Indonesia di tengah perjuangan revolusi fisik saat itu. Tentu ini mengindikasikan kemampuan diplomasi -sebagai wujud politik luar negeri- yang mumpuni bagi seorang diplomat. Pemikiran tersebut kemudian dalam penelitian ini dikaji untuk melihat pandangannya terkait relasi Islam dan politik luar negeri tantangannya dalam konteks Indonesia kekinian (baca: era reformasi) melalui teknik analisa deduksi, komparasi dan studi tokoh. Dari analisa yang dilakukan ditemukan pemikiran Haji Agus Salim terkait Islam dan politik luar negeri yang diderivasikan dalam enam variabel. Pertama, pandangannya terkait Islam dan politik (negara). Dalam konteks ini pandangannya mengenai politik terlihat dinamis sekaligus unik. Nasionalisme merupakan wujud cinta negara dalam balutan agama (Islam) yang membedakannya dengan nasionalisme versi Soekarno. Kedua, pandangannya tentang demokrasi dimana ia menekankan perlunya demokratisasi yang sehat dengan adanya regenerasi dalam tubuh partai politik. Demokrasi baginya adalah dari, oleh dan untuk rakyat sehingga elit politik haruslah merepresentasikan kepentingan rakyat. Ketiga, tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang mana konsistensinya terhadap HAM terlihat pada konstribusinya dalam perumusan UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia. Ia menekankan bahwasanya tegaknya HAM terletak pada profesionalitas aparat pemerintah untuk menjamin hak sipil dan pelaksaan hukum yang adil. Keempat, tentang makna jihad dimana sebagai intelektual terlihat paradoksal pemikirannya. Ia sendiri menekankan makna ijtihad dalam mengartikan jihad tetapi cenderung pada makna juhd-un meskipun dengan syarat yang tinggi yakni niat karena menjalankan perintah agama bukan faktor pribadi, ada pengkhianatan dan dilarang menyerang wanita, anak-anak, orang tua dan tempat ibadah beserta orang yang berada di dalamnya. Kelima, mengenai persatuan dunia Islam dimana ia lebih menekankan pada kerjasama non-politis daripada yang bersifat politis. Baginya ide Pan Islamisme tak harus berbentuk khilafah Islamiyah tetapi lebih pada kedekatan emosional-religius sebagai faktor pemersatu; Terakhir, tentang relasi Islam dan Barat dimana ditemukan pemikiran yang konstektual dalam konteks kekinian yakni sudah tiba waktunya Barat dan Islam berdialog dan bekerja sama guna menghadapi problematika dunia yang semakin kompleks. Melalui komparasi lebih lanjut didapati pemikiran Haji Agus Salim memiliki proversi dan kontroversi sekaligus dengan beberapa pemikir (muslim) lainnya. Ia memiliki proversi pandangan dengan Hasan Al-Banna dan HAMKA, kontroversi sekaligus proversi dengan Ali Syari’ati, Sayyid dan Tan Malaka. Pemikirannya berbeda “sedikit” tetapi signifikan dengan Tjokroaminoto terkait kemerdekaan. Distingsi pemikiran Haji Agus Salim melalui serangkaian rasionalisasi dan komparasi menemukan relevansinya dengan konteks Indonesia di era reformasi dimana pemikirannya yang distinct tersebut terbaca dalam konsistensi dan kejelasan arah berpikir dan bertindak. Kebutuhan mendasar untuk implementasi politik luar negeri sehingga bisa mencapai national interest. Kata Kunci : Pemikiran Haji Agus Salim, Islam dan politik luar negeri Pemikiran tersebut kemudian dalam penelitian ini dikaji untuk melihat pandangannya terkait relasi Islam dan politik luar negeri tantangannya dalam konteks Indonesia kekinian (baca: era reformasi) melalui teknik analisa deduksi, komparasi dan studi tokoh. Dari analisa yang dilakukan ditemukan pemikiran Haji Agus Salim terkait Islam dan politik luar negeri yang diderivasikan dalam enam variabel. Pertama, pandangannya terkait Islam dan politik (negara). Dalam konteks ini pandangannya mengenai politik terlihat dinamis sekaligus unik. Nasionalisme merupakan wujud cinta negara dalam balutan agama (Islam) yang membedakannya dengan nasionalisme versi Soekarno. Kedua, pandangannya tentang demokrasi dimana ia menekankan perlunya demokratisasi yang sehat dengan adanya regenerasi dalam tubuh partai politik. Demokrasi baginya adalah dari, oleh dan untuk rakyat sehingga elit politik haruslah merepresentasikan kepentingan rakyat. Ketiga, tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang mana konsistensinya terhadap HAM terlihat pada konstribusinya dalam perumusan UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia. Ia menekankan bahwasanya tegaknya HAM terletak pada profesionalitas aparat pemerintah untuk menjamin hak sipil dan pelaksaan hukum yang adil. Keempat, tentang makna jihad dimana sebagai intelektual terlihat paradoksal pemikirannya. Ia sendiri menekankan makna ijtihad dalam mengartikan jihad tetapi cenderung pada makna juhd-un meskipun dengan syarat yang tinggi yakni niat karena menjalankan perintah agama bukan faktor pribadi, ada pengkhianatan dan dilarang menyerang wanita, anak-anak, orang tua dan tempat ibadah beserta orang yang berada di dalamnya. Kelima, mengenai persatuan dunia Islam dimana ia lebih menekankan pada kerjasama non-politis daripada yang bersifat politis. Baginya ide Pan Islamisme tak harus berbentuk khilafah Islamiyah tetapi lebih pada kedekatan emosional-religius sebagai faktor pemersatu; Terakhir, tentang relasi Islam dan Barat dimana ditemukan pemikiran yang konstektual dalam konteks kekinian yakni sudah tiba waktunya Barat dan Islam berdialog dan bekerja sama guna menghadapi problematika dunia yang semakin kompleks. Melalui komparasi lebih lanjut didapati pemikiran Haji Agus Salim memiliki proversi dan kontroversi sekaligus dengan beberapa pemikir (muslim) lainnya. Ia memiliki proversi pandangan dengan Hasan Al-Banna dan HAMKA, kontroversi sekaligus proversi dengan Ali Syari’ati, Sayyid dan Tan Malaka. Pemikirannya berbeda “sedikit” tetapi signifikan dengan Tjokroaminoto terkait kemerdekaan. Distingsi pemikiran Haji Agus Salim melalui serangkaian rasionalisasi dan komparasi menemukan relevansinya dengan konteks Indonesia di era reformasi dimana pemikirannya yang distinct tersebut terbaca dalam konsistensi dan kejelasan arah berpikir dan bertindak. Kebutuhan mendasar untuk implementasi politik luar negeri sehingga bisa mencapai national interest. Kata Kunci : Pemikiran Haji Agus Salim, Islam dan politik luar negeri

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: KKB KK 2 Fis.HI.93/10 Bus r
Uncontrolled Keywords: ISLAM AND INTERNATIONAL POLITICS
Subjects: J Political Science > JZ International relations > JZ5-6530 International relations
Divisions: 07. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik > Hubungan Internasional
Creators:
CreatorsNIM
Bustomi, 070610302UNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorJoko Susanto, SIP., M.Sc.UNSPECIFIED
Depositing User: Nn Dewi Rekno Ulansari
Date Deposited: 23 Jun 2011 12:00
Last Modified: 12 Jul 2016 04:18
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/14885
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item