Herni Widya Retno, 070417368 (2009) KEGAGALAN KOREA SELATAN DALAM MEMPERTAHANKAN KEBIJAKAN PERFILMAN SCREEN QUOTA SYSTEM. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s1-2011-retnoherni-16214-fishi5-k.pdf Download (627kB) | Preview |
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s1-2011-retnoherni-13620-fishi5-k.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) | Request a copy |
Abstract
Adanya hubungan antara dominasi ekspansi perfilman Amerika Serikat dengan perkembangan industri perfilman negara lain, memicu negara-negara lain menerapkan perlindungan bagi industri perfilman dalam negerinya. Salah satunya melalui kebijakan Screen Quota System. Sejak menerapkan kebijakan itu, Korea Selatan mengalami kemajuan industri perfilman dalam negeri yang pesat. Dapat dikatakan, Korea Selatan telah menjadi salah satu negara yang sukses melawan hegemoni film Amerika Serikat di negaranya sendiri. Meskipun begitu, ini mendapat reaksi dari AS yang merasa perdagangan filmnya terbatasi karena adanya SQS. Permasalahannya, AS selalu mengaitkan masalah SQS dengan negosiasi perdagangan lainnya seperti BIT dan FTA. Karena adanya tekanan AS, pada tahun 2006 pemerintah Korea Selatan mengubah kebijakan tersebut dengan menurunkan besarnya quota itu. Ini menimbulkan pertanyaan, mengapa Korea Selatan mau menuruti tekanan AS dan merubah Screen Quota Systemnya? Penelitian yang berjudul Kegagalan Korea Selatan dalam Mempertahankan Kebijakan Perfilman Screen Quota System ini akan membahas mengenai faktor-faktor yang menyebabkan mengapa pemerintah Korea Selatan mau menuruti tekanan AS. Untuk menjawab masalah ini, digunakan beberapa model yaitu Asimetris Interdependensi dan exit costs model. Dengan menggunakan kedua rangka itu, ditemukan jawaban atas permasalahan tersebut yaitu: “Sikap menyerahnya Korsel pada tekanan AS atas penurunan SQS Korsel adalah sebagai akibat dari adanya asimetris interdependensi ekonomi dalam hubungan bilateral AS-Korsel yang menjadi sumber bargaining power bagi AS dalam menekan Korsel. Asimetris Interdependensi ini memberikan kerugian yang besar bagi Korsel jika penekanan benar-benar terjadi.” Karena Korsel sangat membutuhkan BIT dan FTA, maka Korsel bersedia mengalah dengan menurunkan SQS-nya agar pembicaraan BIT dan FTA dapat berjalan. Melalui penelitian ini dapat dilihat bahwa perkembangan industry perfilman negara lain ternyata juga tidak dapat dilepaskan dari politik ekonomi internasional yang terjadi di belakangnya.
Item Type: | Thesis (Skripsi) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK-2 FIS HI 50/10 Ret k | ||||||
Uncontrolled Keywords: | GOVERNMENT-POLICY; SCREEN QUOTA SYSTEM | ||||||
Subjects: | H Social Sciences > HG Finance > HG1-9999 Finance > HG8011-9999 Insurance > HG8751-9295 Life insurance > HG8901-8914 Government policy. State supervision | ||||||
Divisions: | 07. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik > Hubungan Internasional | ||||||
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Depositing User: | shiefti dyah alyusi | ||||||
Date Deposited: | 14 Mar 2011 12:00 | ||||||
Last Modified: | 08 Sep 2016 03:53 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/17247 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |