PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN EKONOMI : Diskursus Mengenai Kekerasan Dan Negosiasi Peran Perempuan Korban Kekerasan Ekonomi

FEBRIANA FIRDAUS, 070116543 (2006) PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN EKONOMI : Diskursus Mengenai Kekerasan Dan Negosiasi Peran Perempuan Korban Kekerasan Ekonomi. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
55.9.pdf

Download (537kB) | Preview
[img]
Preview
Text (FULLTEXT)
17363.pdf

Download (2MB) | Preview
Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

Diskursus mengenai kekerasan terhadap perempuan menjadi semakin hangat seiring dengan dikeluarkannya UU No. 23 Th 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Sebuah respon yang cukup bagus bagi semakin maraknya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Walaupun, tingkat permisifitas masyarakat di Indonesia masih sangat rMawar terhadap kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan. Namun, setidaknya undang-undang ini menjadi "pintu masuk" perempuan (terutama aktivis pejuang hak-hak perempuan) untuk mencoba mendekonstruksi wacana yang cenderung menggampangkan berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di masyarakat. Bahwa sudah saatnya perempuan mengakhiri pengingkarannya sendiri tentang kekerasan yang dialaminya. Laporan tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) tentang situasi kekerasan yang dihadapi perempuan sepanjang tahun 2004 memberi gambaran buram terhadap situasi kekerasan yang dialami perempuan. Laporan ini dipublikasikan Komnas Perempuan pada hari Senin (14/03/05) di harian Kompas memperlihatkan jumlah kekerasan terhadap perempuan (KTP) naik secara konsisten dari tahun ke tahun. Dalam laporan tersebut juga menyebutkan bahwa KTP terbanyak terjadi di dalam rumah atau komunitas sebanyak 6.634 kasus (47,3%), yaitu kekerasan di dalam rumah sebanyak 4.310 kasus (30,7%) dan di tingkat komunitas 2.479 kasus (17,6%), sedangkan trafficking 562 kasus (4%), dan 302 kasus (2,1%) yang dilakukan oleh aparat negara. Tempat terjadinya kekerasan tersebut di dalam rumah, dalam proses migrasi, dalam pengelolaan sumber daya alam, dalam konflik bersenjata, dan dalam keterkaitannya dengan politisasi identitas agama. Dan dari 2.453 kasus kekerasan terhadap perempuan di dalam rumah, 1.782 kasus terjadi pada istri. Sedangkan data kekerasan dalam rumah tangga periode terbaru yaitu 25 November 2003-25 November 2004 yang disarikan KPPD dari harian memorandum menunjukkan 42 dari 45 kasus masih memiliki hubungan sebagai istri dengan pelaku. Berdasarkan jenis kekerasannya, 34 kasus kekerasan fisik, 19 kasus kekerasan psikis, 6 kasus kekerasan seksual. Yang menarik adalah kekerasan psikis didominasi oleh kasus penelantaran istri atau istri tidak dinafkahi. Kekerasan jenis ini dapat digolongkan kekerasan ekonomi. Berdasarkan data dan hasil penelitian yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti merasa sangat tertarik untuk mencoba menggali kembali permasalahan mengenai kekerasan terhadap perempuan. Penelitian ini adalah sebuah penelitian lanjutan untuk mengembangkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Erlina Maya Novrita (2000), guna memperkaya literatur mengenai berbagai permasalahan kekerasan dan hubungannya dengan relasi kuasa. Oleh karena itu melalui penelitian ini peneliti hendak melakukan analisis terhadap wacana perempuan korban kekerasan ekonomi mengenai tindak kekerasan terhadap perempuan. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui bagaimana perempuan korban kekerasan ekonomi ini melakukan negosiasi terhadap perannya baik sebagai wife maupun housewife. Penelitian ini pertama, bertujuan untuk melakukan analisis terhadap praktik-praktik diskursif kuasa terhadap wacana perempuan korban kekerasan ekonomi mengenai kekerasan. Dan yang kedua untuk mengetahui bagaimana perempuan korban kekerasan ekonomi melakukan negosiasi terhadap perannya sebagai wife maupun housewife. Untuk menjawab permasalahan pertama mengenai diskursus kekerasan, peneliti menggunakan analisis Foucauldian dan subordinasi femininnya Julia Kristeva. Kemudian untuk menjawab pertanyaan kedua peneliti akan menggunakan psikoanalisa Luce Irigaray yang banyak dipengaruhi psikoanalisis Lacan dan dekonstruksinya Derrida. Walaupun peneliti menggunakan psikoanalisa Irigaray, tidak berarti membatasi peneliti dalam memakai skizoanalisa Deleuze dan Guattari dalam menganalisis ketergantungan ekonomi pada perempuan. Dari pembahasan mengenai definisi kekerasan, jenis kekerasan dan wacana-wacana dan mitos-mitos perempuan yang berkembang, peneliti melihat bahwa ternyata perempuan itu hanya hadir (terutama dalam serat Wararetno) dalam diskursus mengenai seksualitas dan 'keluarga suci'. Dalam falsafah Jawa ketika kita bicara perempuan, maka yang ada hanyalah masalah orientasi seksualitas perempuan yang harus 'dijaga' atau lebih miripnya 'dikontrol'. Sedangkan dalam mitos perempuan modern, perempuan mengalami kekerasan secara simbolik. 'Keberhasilan' perempuan dalam dunia nyata, seringkali tidak merubah posisionalitas perempuan secara psikis atau dalam dunia simbolik. Karena simbolik telah direpresentasikan oleh "The Name Of The Father" atau atas nama ayah. Perempuan korban kekerasan ekonomi, dalam kemapuan metabahasanya memang tidak memadai. Selain karena terjebak oleh phallosentris, akses ekonomi memang lebih direpresentasikan oleh dunia maskulin. Tetapi dalam dunia ekonomi yang maskulin itu, hadirnya perempuan tetap lebih marjinal dari laki-laki, walaupun mungkin tidak semua perempuan marjinal secara nyata (karir, jabatan) namun secara simbolis, perempuan tetap diidentikkan dengan kekhasan femininnya (yang dianggap negatif). Perempuan memang bisa bisa setara dengan laki-laki, dan dia akan menjadi sesuatu yang berpotensi menjadi laki-laki. Definisi patriarkal seperti inilah yang menurut Irigaray menyebabkan perempuan kehilangan sentuhannya dengan feminitas esensialnya yang terletak di dalam tubuh perempuan. Hampir tidak ada ruang bagi perlawanan di dalam pengertian 'tatanan simbolik', dan perempuan yang tidak merepresi sifat keperempuanannya yang sejati, tidak bisa memiliki akses untuk itu. Begitu juga dengan perempuan korban kekerasan ekonomi, mereka terjebak oleh bahasa, dalam dunia simbolik, dan bila mereka tidak merepresentasikan femininnya menurut definisi patriarkal mereka (terutama bagi mbak Melati yang sudah bercerai) tidak akan mendapat akses dalam dunia nyata. Paling tidak mereka tidak lagi didefinisikan dari sudut kekurangannya (tidak Iengkap, dsb). Bagaimana perempuan-perempuan korban kekerasan ini tidak lagi didefinisikan secara patriarkal, sehingga mereka bisa menemukan bahasanya sendiri dan menemukan identitas femininnya.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: KKB KK-2 Fis.S 34/06 Fis p
Uncontrolled Keywords: WIFE ABUSE; FAMILY VIOLENCE
Subjects: H Social Sciences > HM Sociology > HM(1)-1281 Sociology > HM811-821 Deviant behavior. Social deviance
H Social Sciences > HV Social pathology. Social and public welfare > HV1-9960 Social pathology. Social and public welfare. Criminology > HV6001-7220.5 Criminology > HV6035-6197 Criminal anthropology
Divisions: 07. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik > Sosiologi
Creators:
CreatorsNIM
FEBRIANA FIRDAUS, 070116543UNSPECIFIED
Contributors:
ContributionNameNIDN / NIDK
Thesis advisorErny Susanti, Dr.UNSPECIFIED
Depositing User: Nn Dewi Rekno Ulansari
Date Deposited: 30 Nov 2006 12:00
Last Modified: 21 Jun 2017 17:58
URI: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/17363
Sosial Share:

Actions (login required)

View Item View Item