Ali Maksum, 090415436 M (2006) KONFLIK POLITIK ELIT LOKAL DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG (Studi Kasus Di Kabupaten Banyuwangi). Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s2-2008-maksumali-6405-ts1807-k.pdf Download (497kB) | Preview |
|
Text (FULL TEXT)
gdlhub-gdl-s2-2008-maksumali.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) | Request a copy |
Abstract
Studi ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan mendiskripsikan tentang konflik politik elite local dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung di kabupaten Banyuwangi. Pemilihan lokasi penelitian, karena konflik politik dalam pilkada di Banyuwangi sangat kompleks dan berlarut-larut sehingga menyebabkan perpecahan di masyarakat, dan tidak saja bernuansa politik, tetapi juga bernuansa non-politik. Penelitian ini ingin menjawab, Pertama, Bagaimana pola konflik politik elit lokal dalam Pilkada langsung di Banyuwangi? Kedua, Bagaimana mekanisme pengelolaan konflik politik elit lokal dalam Pilkada langsung di Banyuwangi? Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif (qualitative research). Adapun unit analisisnya ditekankan pada kelompok yang terlibat dalam konflik baik mewakili partai politik maupun organisasi keagamaan. Unit analisisnya dibatasi pada alit politik lokal dan alit non politik lokal atas peran mereka dalam konflik yang terjadi. Secara umum kelompok konflik mengerucut menjadi dua kubu, yaitu kelompok pro bupati terpilih dan kelompok kontra bupati terpilih. Atas dasar hasil analisis data penelitian dapat ditarik simpulan sebagai berikut: Pertama, pola-pola konflik alit politik lokal dalam Pilkada di Banyuwangi melibatkan elit politik, elit non-politik, dan massa. Konflik yang bermula dari dualisme PKB, bergulir bak bola salju setelah KPUD bertindak tidak bijaksana. Konflik berkembang tanpa dapat dibendung dan menyeret hampir semua element-element masyarakat di Banyuwangi, seperti partai politik, lembaga politik, birokrasi, tokoh agama, dan masyarakat secara luas. Konflik menjadi akut atau berlarut-larut, karena di tingkat alit politik lokal, nuansa perebutan kekuasaan dan pengaruh terus berlanjut. Sementara di tingkat massa, konflik telah berkembang menjadi konflik yang berbau agama. Pola konflik pra Pilkada mencerminkan konflik elit karena perebutan kekuasaan. Pasca Pilkada, pola konflik di samping perebutan kekuasaan, juga dipicu oleh emosi keagamaan. Kedua, mekanisme pengelolaan konflik yang pernah dilakukan oleh pihak-pihak yang berkonflik adalah melalui pendekatan interaktif dan legalistik. Melalui pendekatan interaktif, pihak-pihak yang berkonflik bertemu untuk membicarakan permasalahan di antara mereka melalui musyawarah. Tetapi cara ini akhirnya gagal karena antar pihak yang berkonflik dihinggapi perasaan saling curiga dan tidak ada niat baik untuk menyelesaikan konflik yang dihadapi bersama. Kemudian, pihak-pihak konflik menempuh pendekatan kedua, yakni pendekatan legalistik. Pihak-pihak yang berkonflik menunggu putusan lembaga peradilan atas konflik yang terjadi. Tetapi, lagi-lagi, cara ini tidak ampuh karena pihak-pihak yang berkonflik tidak mentaati keputusan lembaga peradilan. Akhirnya, karena melalui kedua pendekatan pengelolaan konflik tersebut, pihak-pihak konflik sudah apatis, maka konflik dibiarkan saja, biar reda-reda sendiri.
Item Type: | Thesis (Thesis) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK-2 TS 18/07 Mak k | ||||||
Uncontrolled Keywords: | LOCAL ELECTIONS; CONFLICTS | ||||||
Subjects: | J Political Science | ||||||
Divisions: | 09. Sekolah Pasca Sarjana > Ilmu Sosial | ||||||
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Depositing User: | Sulistiorini | ||||||
Date Deposited: | 01 Apr 2008 12:00 | ||||||
Last Modified: | 10 Aug 2017 18:24 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/28654 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |