ZULKIFLI ASPAN, 030970521 (2012) KONSTITUSIONALISASI HAK ATAS LINGKUNGAN DALAM PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Text (FULL TEXT)
Binder1aspanzulki.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) | Request a copy |
||
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s3-2013-aspanzulki-27444-6.abstr-t.pdf Download (100kB) | Preview |
Abstract
Konstitusionalisasi hak manusia atas lingkungan yang baik dan sehat tampaknya menjadi gerakan politik sekaligus hukum yang sistemik dan masif pada sejumlah negara di dunia pada era negara demokrasi modern terutama pascadeklarasi Stockholm 1972. Realitas tersebut ditandai terinkorporasinya isu lingkungan sebagai bagian materi muatan konstitusi pada sejumlah negara di dunia. Sementara, UUDNRI 1945 yang menentukan bahwa hak atas lingkungan yang baik dan sehat sebagai salah satu hak asasi manusia ternyata hanya sekedar menginkorporasi hak tersebut menjadi materi muatan konstitusi yang berprespektif pengakuan semata. Padahal, hak tersebut mestinya diletakkan pada perspektif kewajiban dasar negara yang komprehensif. Misalnya, hak tersebut diatur dari segi penjaminan, pengakuan, penghormatan, pemenuhan, dan penegakannya. Selain itu, konstitusi diharapkan mampu memberi solusi sebagai social engineering terhadap kompleksitas lingkungan yang tidak saja berdimensi untuk kepetingan domestik tetapi untuk kepentingan global. Nilai filosofi lingkungan mesti dikaji pada aspek yang lebih komprehensif pula, misalnya korelasi manusia dengan lingkungan, fundamental rights dan konstitusi itu sendiri. Prinsip konstitusionalisasi hak manusia atas lingkungan yang baik dan sehat sebagai fundamental rights (hak konstitusional) pada tataran dimensi filosofis atau substansiation of fundamental rights pada indikator relasi antara manusia dan lingkungan menunjukkan bahwa ajaran egosentrisme dan antroposentrisme menitikberatkan pada kepentingan manusia —egosentrisme berbasis dan berorientasi pada kebaikan individual dan antropesentrisme berbasis dan berorientasi pada kebaikan kelompok manusia atau sosial— justru mengantarkan manusia menjauhi alam atau kosmos sebagai tempat manusia melangsungkan kehidupannya. Sedangkan, ajaran ekosentrisme atau deep ecology philosophy mengantarkan manusia memahami hakikat interdependensi manusia dengan alam tetapi belum bersifat universal untuk dikontekstualisasikan pada negara modern yang berbasis pada prinsip konstitusionalisme. Korelasi antara fundamental rights dan prinsip konstitusionalisasi menunjukkan hubungan yang timbal balik yang saling mendukung secara filosofis. Prinsip fundamental rights meniscayakan hak manusia atas lingkungan yang baik dan sehat terkonstitusionalisasi pada tataran formal, prosedural dan substansial. Selain itu, pada indikator ini menunjukkan pula bahwa isu lingkungan adalah adalah isu universal dimana semua keyakinan manusia (agama dan nonagama) mengajarkan hakikat lingkungan. Atas dasar dua indikator tersebut terekonstruksi gagasan konstitusi modern yang berbasis dan berorientasi terhadap tatanan lingkungan universal yang dapat menjadi acuan teoretis prinsip konstitusionalisasi hak manusia atas lingkungan sebagai fundamental right yang dapat dikonkretisasi sebagai Konstitusi Modern yang Berbasis dan Beriorientasi pada Tatanan Lingkungan Universal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UUDNRI 1945 hanya mengakui hak dasar tanpa terdapat ketentuan bahwa negara tidak hanya mengakui, tetapi juga memenuhi prinsip penghormatan, non-diskriminasi dan kesetaraan, prinsip penjaminan, prinsip prioritas, prinsip perlindungan, prinsip partisipasi dan prinsip upaya hukum sebagai prinsip hak manusia atas lingkungan yang baik dan sehat. Implikasinya —antara lain terjadi fenomena legislasi perundang-undangan yang berkaitan dengan lingkungan secara sektoral. Konsitusionalisasinya tidak memenuhi prinsip fundamental rights, prinsip relasi manusia dengan lingkungan dan prinsip konstitusionalisasi secara sistemik dan holistik. Prinsip kewajiban dasar negara dan klasifikasi hak konstitusional yang berkaitan dengan hak tersebut tidak ditemukan dalam UUDNRI Tahun 1945. Produk legislasi di bawah konstitusi yang berkaitan dengan lingkungan misalnya UU No.32 Tahun 2009 yang materi muatannya dominan mengenai hukum administrasi pengelolaan lingkungan tidak dapat disebut murni bentuk tafsiran konstitusional UUD NRI Tahun 1945 hasil perubahan. Fakta ketatanegaraan ini berimplikasi negatif pada legitimasi hukum (validitas konstitusional) dan akses terhadap keadilan. Jadi struktur konstitusi Indonesia tidak dapat memberi solusi hukum terhadap kompleksitas masalah lingkungan secara domestik pada ranah jangka panjang. Pengalaman Indonesia tersebut mirip pula pada pengalaman India pada dimensi ini. Lain halnya dengan pengalaman di Swiss, Latvia, Norwegia dan Ekuador yang secara umum dapat memenuhi prinsip fundamental rights hak manusia atas lingkungan yang baik dan sehat sebagaimana yang ditunjukkan oleh materi muatan masing-masing konstitusinya.
Item Type: | Thesis (Disertasi) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK-2 Dis. H. 20/13 Asp k | ||||||
Uncontrolled Keywords: | constitutionalization, human rights, fundamental rights and environment. | ||||||
Subjects: | K Law > K Law (General) > K1-7720 Law in general. Comparative and uniform law. Jurisprudence > K(520)-5582 Comparative law. International uniform law > K3154-3370 Constitutional law Q Science > QP Physiology > QP1-345 General Including influence of the environment |
||||||
Divisions: | 09. Sekolah Pasca Sarjana > Ilmu Hukum | ||||||
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Depositing User: | Tn Yusuf Jailani | ||||||
Date Deposited: | 29 Sep 2016 04:28 | ||||||
Last Modified: | 29 Sep 2016 04:28 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/32202 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |