SRI HAJATI, 099712455D (2003) PENGATURAN HAK ATAS TANAH DALAM KAITANNYA DENGAN INVESTASI. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
hajatisri.pdf Download (239kB) | Preview |
|
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s3-2007-hajatisri-3472-dish20-3.pdf Download (2MB) | Preview |
Abstract
Investasi adalah merupakan salah satu penggerak proses penguatan perekonomian negara, karena itu dalam rangka kebijakan ekonominya beberapa negara berusaha keras untuk meningkatkan investasinya. Salah satu cara peningkatan investasi yang diharapkan adalah melalui investasi asing. Para investor diundang masuk ke suatu negara diharapkan dapat membawa langsung dana segar/fresh money dengan harapan agar modal yang masuk tersebut dapat menggerakkan roda perusahaan/industri yang pada gilirannya dapat menggerakkan perekonomian suatu negara. Kebijakan investasi di Indonesia pada dasamya merujuk pada ketentuan pasal 33 DUD 1945. Esensialisasi pasal 33 UUD 1945 adalah perekonomian Indonesia berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Hal itu merupakan penuangan yuridis konstitusional dari amanat yang dikandung di dalam pembukaan UUD 1945, yaitu mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di Indonesia kebijakan investasi ditegaskan melalui UU Nomor I Tahun 1967 (diubah dan ditambah dengan UU Nomor 11 Tahun 1970, tentang Undang Undang Penanaman Modal Asing (UUPMA)) dan UU Nomor 6 Tahun 1968 (diubah dan ditambah UU Nomor 12 Tahun 1970 tentang Undang Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN)). Apabila dilihat latar belakang upaya modal asing masuk ke Indonesia jelas terkait dengan kepentingan dan kebutuhan akan modal untuk pembangunan ekonomi, khususnya melalui sektor industri. Pengaturan investasi melalui Penanaman Modal Asing (PMA) pada dasarnya meliputi hak atas tanah yang merupakan salah satu masalah pokok dalam investasi. Dalam rangka PMA dibutuhkan sebidang tanah untuk keperluan pembangunan pabrik atau perkebunan. Menurut pasal 14 UUPMA untuk keperluan perusahaan modal aging dapat diberikan tanah dengan HGU, HGB dan Hak Pakai menurut ketentuan UU yang berlaku. Hak-hak atas tanah yang diberikan pada investor oleh Negara berdasar Hak Menguasai Negara (HMN) memberikan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, maupun tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat. Pada pemerintahan Orde Baru (Orba) melaksanakan HMN didasarkan pada semangat pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi, yang kemudian justru mengingkari tujuan UUPA. Hal ini disebabkan karena kedudukan negara yang dominan itu telah dimanfaatkan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi dalam bentuk usaha, peningkatan produktivitas, tanpa memberi peran yang memadai untuk berpartisipasi dalam penguasaan, peruntukan, dan pemanfaatan sumber-sumber agraria itu serta menikmati hasil-hasilnya. Dari uraian di atas, pertanyaan utama penelitian ini adalah pengaturan pemberian hak atas tanah oleh negara sebagai pemegang HMN untuk investasi. Masalah di atas kemudian dirinci sebagai berikut : a. kewenangan negara dalam pemberian hak atas tanah; b. pengaturan investasi berkaitan dengan hak atas tanah; dan c. pengaturan hak atas tanah bagi investasi setelah ratifikasi perjanjian Marrakesh. Penelitian ini merupakan tipe penelitian hukum normatif. Penelitian terhadap bahan hukum Primer dilakukan dengan menginventarisasi, mensistematisasi, menganalisis dan mengevaluasi peraturan perundang-undangan yang menyangkut kewenangan pemberian hak atas tanah oleh negara. Daftar lengkap peraturan perundang-undangan tersebut dimuat dalam daftar khusus dalam disertasi ini. Pendekatan yang digunakan adalah statute approach dan historical approach, yaitu dengan melihat latar belakang lahirnya UUPA dan peraturan lain dibidang pertanahan dan investasi. Hasil penelitian terhadap peraturan perundang-undangan menunjukkan adanya kesenjangan antara UUPA dan peraturan perundangan lainnya. Kesenjangan ditandai oleh ketidakkonsistennya antara amanat dan semangat prinsip-prinsip UUPA dengan penjabaran dalam peraturan pelaksanaannya. Penulisan disertasi ini dituangkan dalam 5 (lima) bab, yang disusun sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan Dalam bab Pendahuluan dianalisis tentang latar belakang penulisan yang mendasari rumusan masalah yaitu pemberian hak atas tanah oleh Negara sebagai pemegang HMN untuk investasi. Dalam realita temyata kewenangan pemberian hak atas tanah untuk investasi simpang siur dalam aturannya. Hal yang demikian tidak sesuai dengan era pasar global yang tidak menghendaki diskriminasi pengaturan berdasarkan asal Negara penanaman modal. Bab II : Kewenangan Negara Dalam pemberian Hak Atas Tanah. Dalam bab ini dianalisis mengenai aspek kewenangan negara melalui pendekatan perundang-undangan (statute approach), yaitu dimulai dari kewenangan negara sebelum berlakunya UUPA dan setelah berlakunya UUPA. Selanjutnya kewenangan yang ada pada UUPA tersebut dikaitkan dengan eksistensi UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Bab III: Pengaturan Investasi Berkaitan Dengan Pemberian Hak Atas Tanah Dalam bab ini dianalisis aspek pengaturan investasi diawali dengan landasan teoritik melalui bahan hukum sekunder tentang keterlibatan negara dalam mensejahterakan ekonomi rakyatnya. Setelah itu dikaitkan dengan peraturan perundangan yang berkaitan dengan investasi baik untuk penanaman modal aging maupun penanaman modal dalam negeri. Selanjutnya dianalisa pula pengaturan HGU, HGB, Hak Pakai melalui UUPA dan peraturan pelaksanaannya. Bab IV : Pengaturan Hak Atas Tanah Bagi Investasi Dalam Rangka Perjanjian Marrakesh Dalam bab ini analisis diawali dengan perkembangan perjanjian Marrakesh dikaitkan dengan UU Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization atau WTO). Selanjutnya dianalisis perlunya konsep/modal pengaturan pemberian hak atas tanah untuk investasi dalam kontek global sebagai konsekuensi bahwa Indonesia telah meratifikasi perjanjian Marrakesh. Bab V : Penutup Bertolak dari permasalahan yang diteliti melalui pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan historis (historical approach) penelitian dan penulisan disertasi ini sampai pada kesimpulan sebagai berikut : a. Meskipun menurut UUP A, negara bukan pemilik tanah, akan tetapi hanya menguasai tanah berdasarkan Hak Menguasai Negara yang terdapat pada Pasal 2 UUPA, namun kenyataannya berdasarkan berbagai peraturan perundangan lain yang berlaku di bidang pertanahan, seolah-olah negara adalah pemilik tanah. Hal ini disebabkan karena kekuasaan negara yang dimaksud itu mengenai semua bumi, air dan ruang angkasa. Jadi baik yang sudah dihaki oleh seseorang, yang dihaki oleh masyarakat hukum adat maupun yang tidak dihaki oleh siapapun. Berdasarkan UUPA kewenangan dalam mengatur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah ada pada pemerintah pusat. Dengan berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999, tentang Otonomi Daerah, maka ada paradigma baru, kewenangan pemerintah tidak lagi ada raJa pemerintah pusat, akan tetapi menjadi kewenangan pemerintah kota/kabupaten yang merupakan kewenangan otonomi daerah. b. Hak-hak alas tanah yang diberikan kepada investor adalah HGU, HGB dan Hak Pakai. Oalam hal pemberian hak alas tanah yang merupakan kewenangan negara muncul tuntutan adanya penyesuaian substansinya. Kondisi ini menciptakan kesenjangan antara amanat dan cita-cita UUPA dengan pelaksanaan atau realita sosial yang berlangsung. Kesenjangan ini ditandai oleh ketidak konsistenan antara amanat dan semangat dari prinsip-prinsip UUPA dengan penjabarannya dalam peraturan pelaksanaannya. Sejumlah peraturan pelaksanaan mencerrninkan insinkronisasi itu adalah : 1. pemberian tanah yang luas kepada pengusaha di sektor perkebunan, kehutanan dan properti, sehingga menimbulkan akumulasi penguasaan tanah; 2. ketentuan yang mendorong pemahaman bahwa tanah itu merupakan komoditi dan mengabaikan nilai lainnya, seperti fungsi sosial dan nilai religius; 3. ketentuan yang mendorong pengabaian terhadap hak-hak tradisional atas tanah masyarakat adat; 4. peraturan yang memberi peluang terjadinya pengabaian dan kemerosotan kesejahteraan pemegang hak alas tanah yang terkena pengambilalihan untuk kepentingan pembangunan. c. Setelah Indonesia menandatangani perjanjian Marrakesh, pengaturan hak alas tanah bagi investasi belum ada perubahan. Hal ini disebabkan karena pembangunan ekonomi itu telah mendorong berkembangnya nilai-nilai yang terkait dengan tanah, seperti tanah tidak lagi difungsikan sebagai faktor produksi namun ditempatkan sebagai sarana investasi dan spekulasi. Globalisasi ekonomi telah memunculkan keinginan dan tuntutan untuk menghilangkan batas kebangsaan dalam kepemilikan tanah yang mempengaruhi kebijakan pemilikan tanah bagi warga Negara asing. Globalisasi juga mendorong pemilikan dan peralihan hak atas tanah berdasarkan mekanisme pasar yang lebih lanjut dapat berakibat semakin timpangnya pemilikan tanah. Kesenjangan antara amanat UUPA dengan kenyataan di atas telah mengakibatkan kelangkaan dan kemunduran kualitas tanah, berkurangnya akses rakyat untuk memiliki dan memanfaatkan tanah, meningkatnya konflik pertanahan terutama konflik struktural dan terdesaknya hak ulayat masyarakat adat. Dengan demikian maka UUPA perlu perubahan yang mendasar. </description
Item Type: | Thesis (Disertasi) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK Dis H 20/03 Haj p | ||||||
Uncontrolled Keywords: | rights over land ; investment ; states authority ; Marrakesh Agreement | ||||||
Subjects: | H Social Sciences > HD Industries. Land use. Labor > HD101-1395.5 Land use Land tenure H Social Sciences > HG Finance > HG4501-6051 Investment, capital formation, speculation > HG4530 Investment companies. Investment trusts. Mutual funds |
||||||
Divisions: | 09. Sekolah Pasca Sarjana > Ilmu Hukum | ||||||
Creators: |
|
||||||
Contributors: |
|
||||||
Depositing User: | Tn Yusuf Jailani | ||||||
Date Deposited: | 03 Oct 2016 06:09 | ||||||
Last Modified: | 18 Jun 2017 20:58 | ||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/32225 | ||||||
Sosial Share: | |||||||
Actions (login required)
View Item |