NUR SYAM, 099913673 D (2003) TRADISI ISLAM LOKAL PESISIRAN : STUDI KONSTRUKSI SOSIAL UPACARA PADA MASYARAKAT PESISIR PALANG TUBAN , JAWA TIMUR. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s3-2007-syamnur-3518-diss0-i-abstrak.pdf Download (379kB) | Preview |
|
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s3-2007-syamnur-3518-diss0-i-full.pdf Download (2MB) | Preview |
|
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s3-2007-syamnur-3518-diss0-i-full B.pdf Download (2MB) | Preview |
Abstract
Penelitian tentang agama dan masyarakat dalam bidang antropologi telah banyak dilakukan oleh para ahli dalam berbagai perspektif dan lokus, sehingga menghasilkan temuan dan teoretisasi yang berbeda. Penelitian ini dianggap penting seirama dengan derasnya arus proses islamisasi baik yang dilakukan oleh Muhammadiyah melalui gerakan pembaharuan keagamaan, maupun NU dalam proses dakwah kultural. Dalam banyak hal, tradisi Islam lokal sering diposisikan sebagai berseberangan secara diametrikal dengan gerakan pembaharuan Islam. Penelitian ini mencoba untuk mengungkapkan melalui penelitian etnografi, bagaimana proses konstruksi sosial upacara melalui varian-varian medan budaya terjadi pada masyarakat pesisir dan mengapa religiositas dan konfigurasi varian -varian penggolongan sosio-religiositas menentukan terhadap konstruksi sosial atas realitas upacara pada masyarakat pesisir. Kajian lapangan menunjukkan bahwa masyarakat pesisir melakukan berbagai upacara seperti upacara lingkaran hidup, kalenderikal, upacara tolak balak maupun upacara hari-hari baik. Berbagai upacara tersebut, pada hakikatnya bertumpu pada medan budaya Makam, Sumur dan Masjid. Medan budaya dapat mempertemukan berbagai varian di dalam penggolongan sosial-religius dan menjadi medan interaksi sebagai wadah untuk transformasi, legitimasi dan habitualisasi.. Dalam proses konstruksi sosial, inti upacara hakikatnya adalah memperoleh berkah. Ketika memandang berkah berkaitan dengan makam, sumur dan masjid maka terdapat dialektika alam sebagai subyek, obyek dan subyekobyek, sehingga juga menghasilkan dialektika sakralisasi, mistifikasi dan mitologi, ke desakralisasi, demistifikasi dan demitologi dan ke res-sakralisasi, remitologi dan re-mistifikasi. Sebagai akibat lebih lanjut dari interaksi antar penggolongan sosial-religius tersebut, maka juga terjadi berbagai perubahan, terutama dalam wacana tradisi ritual Islam lokal maupun konfigurasi tindakannya. Tradisi Islam lokal (upacara) hakikatnya juga berada di dalam proses tarik menarik di antara berbagai varian penggolongan sosial, baik yang berbasis religiokultural maupun religio-politik. Berbagai upacara dalam konteks penggolongan religio kultural seperti Abangan, NU dan Muhammadiyah yang berimplikasi pada pilihan politik yang berbeda, temyata dapat menggambarkan secara mendasar tentang mekanisme kaitan antara tradisi Islam lokal dengan konfigurasi varian penggolongan sosial tersebut. NU dan Abangan, yang memiliki medan budaya yang sama ternyata bisa berdialog dalam mewujudkan tradisi Islam yang kolaboratif Interaksi antar varian dalam penggolongan sosial hakikatnya mempunyai relevansi dengan perubahan-perubahan tradisi Islam lokal. Secara konseptual, temuan penelitian ini menolak teoretisasi Weber tentang disenchantment of the world sebab rasionalisasi tidak serta merta mengubah tindakan religius tetapi memadukannya, yaitu rasionalisasi berkah. Temuan ini juga merevisi Geertz, Beatty, Mulder tentang Islam sinkretik dan juga merevisi Woodward, Muhaimin, tentang Islam akulturatif dengan memberikan label Islam kolaboratif yakni tradisi Islam lokal hasil kolaborasi berbagai penggolongan sosial yang ada di antara mereka.
Actions (login required)
View Item |