YETTY SARJONO, 099712459 D (2004) INTERELASI ANTARA SEKTOR EKONOMI FORMAL DAN SEKTOR EKONOMI INFORMAL : Studi tentang Formalisasi Pedagang Kakilima di Surakarta Dalam Perspektif Fenomenologi. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
|
Text (ABSTRAK)
gdlhub-gdl-s3-2007-sarjonoyet-3508-diss05-k.pdf Download (599kB) | Preview |
|
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s3-2007-sarjonoyet-3508-diss05-4.pdf Download (1MB) | Preview |
|
|
Text (FULLTEXT)
gdlhub-gdl-s3-2007-sarjonoyet-3508-diss05-4 B.pdf Download (1MB) | Preview |
Abstract
Penelitian tentang formalisasi pedagang kakilima di Surakarta ini dimaksudkan untuk memahami bagaimana masing-masing individu memaknai formalisasi dari perspektif fenomenologi. Lewat pendekatan fenomenologi, formalisasi difahami oleh pejabat pemerintah kota sebagai beralihnya pedagang kakilima yang biasanya bekerja atau berjualan di pinggir jalan, berubah bekerja atau berdagang di kios yang permanen. Formalisasi dimaknai pula sebagai legalitas, dan dengan formalisasi pemerintah kota akan dapat menarik pajak yang lebih besar sebagai bagian dari usaha peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Formalisasi difahami juga sebagai sebuah jalan yang harus ditempuh dalam rangka penataan, karena kondisi mereka terkesan semrawut, dan mengganggu ketertiban. Tujuan formalisasi adalah untuk menjalin kemitraan dan kesamaan pola pikir antara pedagang kakilima dengan pemerintah kota, dalam proses pembangunan kota Surakarta. Kalau selama ini kebijakan terhadap pedagang kakilima terkesan tidak tegas, atau setengah hati , sesungguhnya bukan karena tidak tegas, tetapi ada makna lain yang lebih besar di balik itu, yaitu adanya ketakutan terjadinya bumerang untuk pemilu tahun 2004 . Secara because motive formalisasi dilakukan karena (1) tidak tertib atau semrawut, (2) adanya retribusi yang kecil, dan (3) adanya kecemburuan sosial. Secara in order to motive formalisasi dilakukan supaya (1) terciptanya kondisi tertib, (2) diperolehnya pajak, dan (3) keadilan sosial. Formalisasi dimata pedagang kakilima, dimaknai sebagai peningkatan kesejahteraan dan keadilan, artinya dengan formalisasi berarti berpindahnya tempat berdagang dari tempat semula (di pinggir jalan) menuju ke tempat yang permanen (baik kios maupun masuk toko swalayan), dengan disertai adanya kenaikan pendapatan atau keuntungan. Keadilan dalam konteks ini dimaknai sebagai perlakuan yang sama terhadap hak seseorang untuk berusaha dan mendapatkan tempat usaha. Formalisasi dimaknai pula sebagai salah satu cara mengurangi kecemburuan sosial, yang selama ini mereka alami sebagai individu yang mendapatkan perlakuan tidak adil dari pejabat pemerintah. Secara because motive formalisasi dilakukan karena (1) selama ini sering digusur, (2) adanya desakan dari pemerintah kota, (3) adanya perlakuan diskriminatif, dan (4) terbatasnya pendapatan dan keuntungan. Secara in order to motive formalisasi dilakukan supaya (1) mendapatkan tempat yang permanen, (2) memenuhi keinginan pemerintah kota, (3) adanya perlakuan yang adil, dan (4) diperolehnya kesejahteraan dan meningkatnya pendapatan. Formalisasi menurut pemahaman pengusaha toko swalayan, difahami sebagai sebuah kepentingan untuk merangkul para pedagang kakilima di sekitar toko swalayan untuk masuk ke dalam toko swalayan, dan itu menjadi alternatif terbaik. Faktor keamanan menjadi pertimbangan yang amat penting dalam usaha berdagang, dan faktor keamanan ini menjadi kebutuhan, baru setelah itu relasi bisnis. Formalisasi dilakukan karena adanya trauma yang terjadi setelah kerusuhan massa pada pertengahan Mei 1998. Secara because motive formalisasi dilakukan karena (1) adanya rasa takut atau trauma, (2) kurang lengkap dan tidak efisien, (3) kurang adanya daya tarik, dan (4) merespon kehendak pemerintah kota. Secara in order to motive formalisasi dilakukan agar (1) diperolehnya rasa aman, (2) kelengkapan item barang dan efisiensi, (3) daya tarik, dan (4) supaya pemerintah kola lebih memperhatikan kepentingannya. Sedangkan menurut tokoh masyarakat Solo, formalisasi pedagang kakilima dimaknai sebagai sesuatu yang amat penting, mengingat mereka adalah pribumi dan lemah, lemah segalanya, lemah modal, tidak punya tempat yang layak, serta lemah manajemen. Membuatkan kios itu kewajiban pemerintah, memberdayakan mereka untuk ikut masuk ke toko swalayan adalah kewajiban pengusaha, kalau ia ingin aman, tidak terjadi kerusuhan, dan kekerasan. Formalisasi bukan semata-mata persoalan ekonomi, tetapi juga berkait dengan masalah sosial dan budaya. Bukan hanya persoalan untung rugi, tetapi juga masalah stabilitas keamanan kota, persoalan keadilan, kesejahteraan, dan persoalan kesenjangan. Masalah kecemburuan sosial harus segera diatasi, mengingat persoalan ini yang menghambat dalam membangun kebersamaan dan pembangunan perekonomian Kota Surakarta. Demikian pula persoalan kesenjangan sosial antara pri non pri. Pengusaha harus peduli, bukan saja terhadap nasib pedagang kakilima, tetapi juga masalah kemiskinan masyarakat Kota Surakarta. Pemerintah kota harus mengupayakan kondisi kota Solo yang aman dan kondusif untuk berusaha. Masalah kriminalitas harus mendapatkan perhatian yang serius. Menurut konsumen, formalisasi hendaknya tidak sekedar dibawa ke dalam , tetapi seharusnya diberdayakan agar keberadaannya di tempat itu lebih nyaman dan bebas untuk mengembangkan bisnisnya. Secara umum, formalisasi yang sudah dilakukan apapun bentuk dan hasilnya, adalah merupakan langkah yang tepat, setidaknya dengan formalisasi itu dapat dipakai sebagai justifikasi bahwa ada political will pemerintah kota terhadap nasib wong cilik . Pendekatan peer reconstruction yang dilakukan selama ini belum optimal, karenanya perlu ditingkatkan intensitas dan efektifitasnya. Dengan formalisasi dapat mendekatkan atau setidaknya akan dapat menghilangkan image yang negatif terhadap pemerintah kota maupun terhadap pengusaha toko swalayan, yang selama ini terkesan tidak peduli dengan mereka. Formalisasi sesungguhnya akan berkaitan dengan kepentingan banyak pihak, baik langsung maupun tidak langsung. Bukan semata kepentingan pemerintah Kota Surakarta, atau kepentingan pengusaha toko swalayan, dan kepentingan pedagang kakilima sendiri, tetapi akan berakibat pula dengan pengangguran, pembukaan lapangan kerja, dan kepedulian sosial terhadap sesama manusia. Dengan formalisasi akan tercipta iklim yang kondusif dalam berusaha.
Item Type: | Thesis (Disertasi) | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | KKB KK-2 Dis S 05/04 Sar i | |||||||||
Uncontrolled Keywords: | Vendor, formalization, phenomenology, informal economic one; Pedagang kakilima, formalisasi, fenomenologi, sektor ekonomi informal. | |||||||||
Subjects: | H Social Sciences > HF Commerce > HF1-6182 Commerce H Social Sciences > HM Sociology > HM(1)-1281 Sociology |
|||||||||
Divisions: | 09. Sekolah Pasca Sarjana > Ilmu Sosial | |||||||||
Creators: |
|
|||||||||
Contributors: |
|
|||||||||
Depositing User: | Nn Dhani Karolyn Putri | |||||||||
Date Deposited: | 11 Oct 2016 03:42 | |||||||||
Last Modified: | 09 Jul 2017 18:30 | |||||||||
URI: | http://repository.unair.ac.id/id/eprint/32574 | |||||||||
Sosial Share: | ||||||||||
Actions (login required)
View Item |