PUTU SRI SUDARMINI, 030510593 N (2008) AKIBAT HUKUM DIPECATNYA SENTANA NYEBURIN SEBAGAI SENTANA MENURUT HUKUM ADAT BALI. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

Preview	Text (ABSTRAK) gdlhub-gdl-s2-2008-sudarminip-6684-tmk170-t.pdf Download (330kB) | Preview
	Text (FULLTEXT) gdlhub-gdl-s2-2008-sudarminip-6684-tmk1708.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) | Request a copy

Abstract

a. Sentana nyeburin yang dipecat sebagai sentana, dalam hukum kekeluargaan, statusnya sebagai sentana nyeburin telah terputus dimana dia tidak lagi berstatus sebagai predana di rumah mantan istrinya. Berkaitan dengan hak dan kewajiban di rumah mertuanya, telah putus atau hilang, baik dalam melaksanakan ayah-ayahan dilingkungan keluarga istrinya maupun dilingkungan masyarakat (banjar/ desa adat) untuk mewakili istrinya. Mengenai status dan kedudukannya di rumah asalnya, ia mendapatkan kedudukan yang baru di rumah asalnya seperti sebelum kawin nyentana, yang disebut dengan mulih teruna yang berarti dia diterima kembali sebagai seseorang laki-laki bujang. b. Dalam hal pewarisan, mengenai kedudukan dari sentana nyeburin yang dipecat dari kekeluargaan istrinya tidak mendapatkan hak terhadap harta warisan atau peninggalan istrinya. Begitu pula dengan hak sentana nyeburin terhadap anak-anaknya, dimana anak dari hasil perkawinan nyeburin akan mengikuti atau masuk menjadi penerus keturunan keluarga pihak wanita (sentana rajeg). Sedangkan di rumah asalnya, walaupun statusnya telah diterima kembali sebagai seorang anak laki-laki bujang (teruna), hak mewarisnya tetap hilang. Ia tidak diberikan hak untuk mewaris tetapi hanya hak untuk menimati harta keluarganya. Namun, jika ada persetujuan dari orang tua dan saudara laki-lakinya, dan apabila harta warisan belum dibagi, seseorang yang mulih teruna bisa mendapatkan bagian dari harta warisan keluarganya.

Actions (login required)

View Item